Dalam buku sejarahnya yang terkenal, “Tarikh ul-Khulafa (Sejarah Para Khalifah)”, Allama Suyuti menyatakan bahwa ketika Umar menjadi khalifah, ia hanya membelanjakan dua dirham sehari. Sebelum terpilih sebagai khalifah, harta milik pribadinya menghasilkan pendapatan 50 ribu dinar setahun. Tapi segera setelah terpilih sebagai khalifah, ia menyerahkan seluruh miliknya pada Baitul mal.
JERNIH– Umar wafat pada tahun 719 Masehi, pada usia muda, 36 tahun, di tempat yang disebut Dair Siman (Pesantren Siman), dekat Hems. Mati syahidnya negarawan berjiwa mulia ini membuat seluruh dunia Islam berbelasungkawa. Hari wafatnya menjadi hari berkabung nasional, ditandai berbondong-bondongnya penduduk kota kecil itu menyampaikan duka cita yang dalam. Ia dimakamkan di Dair Siman, di sebidang tanah yang ia beli dari seorang Kristen.
Muhammad ibn Mobat, yang waktu itu kebetulan hadir di pertemuan Istana Kerajaan Romawi, melaporkan bahwa dia melihat Raja Romawi sangat murung menerima kabar wafatnya Umar. Ketika ditanyakan, Sang Raja berkata,“Seorang yang saleh telah wafat. Umar bin Abdul Aziz. Setelah Nabi Isa, jika ada orang lain yang mampu menghidupkan kembali orang mati, dialah itu. Aku tidak terlalu heran melihat pertapa yang meninggalkan kesenangan duniawi agar hanya dapat menyembah Tuhan. Tapi aku sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi yang tinggal meraih dari bawah telapak kakinya, tapi malahan ia menutup matanya rapat-rapat lalu hidup di dalam kesalehan.”
Diceritakan, Umar hanya meninggalkan uang 17 dinar, dengan wasiat agar sebagiannya dibayarkan untuk sewa rumah tempatnya meninggal, sedang sebagian lagi ia minta dibayarkan untuk harga tanah tempatnya dimakamkan.
Ameer Ali mengatakan, “Kesalehannya tidak dibuat-buat, ia memiliki rasa keadilan dan kejujuran yang tinggi, sikap dan cara hidup sederhana yang mendekati bersahaja, yang menjadi ciri-ciri utama wataknya. Tanggung jawab pemerintahan yang dipercayakannya membuatnya selalu gelisah dan banyak menimbang sebelum mengambil suatu keputusan. Diceritakan, suatu hari istrinya mendapatkan ia sedang menangis di tikar sembahyang, yang mendorong wanita itu menanyakan sebab-sebabnya.”
Umar menjawab: “O, Fatima! Aku telah diangkat menjadi raja kaum Muslimin dan orang asing. Yang sedang aku pikirkan sekarang adalah nasib orang-orang miskin yang kelaparan, orang melarat yang sakit, yang tak berpakaian dan menderita, yang tertindas, orang asing yang dipenjara, para sesepuh yang patut dimuliakan, dan mereka yang berkeluarga besar dengan hanya mempunyai sedikit uang, serta mereka yang berada di tempat-tempat yang jauh. Aku merasakan tentu Allah akan menanyakan keadaan mereka, yang berada di bawah kekuasaanku, pada hari kiamat. Aku takut tak ada sesuatu pembelaan yang dapat membantuku, karena itu aku menangis.”
Kejujuran dan integritasnya tidak banyak yang menyamainya, dalam sejarah umat manusia yang mana pun. Menurut “Tabaqat ibn Saad”, seperti telah diungkapkan Umar tidak pernah mengerjakan urusan pribadi dengan lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara. Setiap hari Jum’at, Farat ibn Muslama membawa dokumen negara untuk ia teliti, dan baru kemudian ia mengeluarkan perintah-perintah.
Pada suatu hari Jum’at, Umar membawa secarik kecil dokumen negara untuk digunakan secara pribadi. Muslama yang tahu akan kejujurannya mengira ia melakukan hal itu karena lupa. Pada hari Jum’at berikutnya, ketika membawa pulang dokumen dokumen negara, Muslama menemukan di antara dokumen-dokumen itu selembar kertas yang sama besar ukurannya dengan yang digunakan khalifah.
Dengan dana dari Baitul Mal, ia mendirikan wisma orang miskin. Pada suatu hari seorang budaknya menggunakan kayu bakar wisma untuk memasak air buat wudu Umar. Tapi tak lama kemudian, si budak itu mendapatkan kayu bakar baru sejumlah yang telah dipakainya ditumpuk di tumpukan kayu bakar. Umar menolak menggunakan air yang dipanaskan dengan batu bara milik negara.
Banyak gedung besar yang bagaikan istana, dulu dibangun di Khanasta dengan dana Baitul Mal. Para khalifah lainnya, sekali-sekali tinggal di gedung-gedung itu bila mereka sedang mengunjungi kota. Tapi Umar bin Abdul Aziz tidak pernah menggunakannya. Ia lebih menyukai berkemah di lapangan terbuka.
Menurut pengarang buku “Tabaqat ibn Saad”, Umar menyuruh lelang barang-barang mewah miliknya seharga 23 ribu dinar, dan uang itu dihabiskan untuk amal.
Makanan yang ia makan sangat sederhana. Ia tidak membangun rumah milik pribadi, karena ingin menuruti jejak Nabi. Dalam buku sejarahnya yang terkenal, “Tarikh ul-Khulafa (Sejarah Para Khalifah)”, Allama Suyuti menyatakan bahwa ketika Umar menjadi khalifah, ia hanya membelanjakan dua dirham sehari. Sebelum terpilih sebagai khalifah, harta milik pribadinya menghasilkan pendapatan 50 ribu dinar setahun. Tapi segera setelah terpilih sebagai khalifah, ia menyerahkan seluruh miliknya pada Baitul mal. Akibatnya pendapatan pribadinya merosot menjadi 200 dinar setahun.
Walaupun Umar bin Abdul Aziz seorang ayah yang penuh kasih sayang, namun kepada anak-anaknya ia tidak pernah memberikan barang-barang mewah atau kesenangan yang berlebihan. Suatu waktu ia memanggil Aminah, putri kesayangannya. Tapi anak itu tidak bisa datang, karena menganggap pakaiannya tidak pantas untuk menghadap raja. Ketika seorang kerabat mengetahui hal itu, ia membelikannya Amina dan saudara-saudaranya. Namun Umar tidak pernah mau menerima hadiah dari siapa pun.
Pada waktu yang lain seseorang menghadiahkan sekeranjang buah apel kepadanya. Khalifah menghargai pemberian itu, tapi tetap menolak menerimanya. Orang itu lalu memberikan contoh Nabi yang mau menerima hadiah. Segeralah khalifah menjawab, “Tidak disangsikan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi, tapi kalau diberikan untukku itu adalah penyuapan.”
Ibn al Jawi, pengarang biografi Umar menulis, “Pakaian Umar penuh dengan tambalan, dan ia bergaul dengan rakyatnya begitu bebasnya, sehingga orang asing yang datang menemuinya susah mengenali khalifah.
Ketika banyak stafnya menyatakan pembaruan fiskal yang dilaksanakannya hanya menyenangkan pemeluk baru masuk agama Islam dan menguras dana Baitul Mal, Umar menjawab, “Aku sangat gembira, demi Allah, melihat setiap orang menjadi Muslimin, sehingga untuk mencari nafkah, Anda dan saya harus mengerjakan tanah dengan tangan kita sendiri.” (“Encyclopaedia of Islam”).
Umar dikenal sangat baik budi pekertinya. Pada suatu waktu orang menyaksikan ia meneteskan air mata ketika mendengar seorang kampung menceritakan nasib malang yang menimpanya. Orang itu diberinya uang yang diambil dari koceknya sendiri. Ia juga penyayang binatang.
Umar mempercayakan nasibnya sepenuhnya kepada Allah. Kalau ia berjalan-jalan, selalu tanpa pengawal.
Dalam masa kekhalifahannya, Umar mengadakan sejumlah pembaruan bidang administrasi, keuangan, dan pendidikan. Kehadirannya tepat waktu. Seorang pembaru biasanya muncul bila mesin administrasi, politik, dan etika sudah berkarat dan membutuhkan perbaikan besar-besaran. Pembaru rezim Umayyah yang tak ada bandingannya ini dilahirkan di lingkungan yang sangat suram dan karenanya memerlukan perubahan.
Anaknya, Abdul Malik, pemuda berumur 17 tahun yang bermasa depan baik menasihati ayahandanya agar mengadakan pembaruan penting secara lebih tegas. Ayahandanya yang bijaksana itu menjawab, “Anakku, yang kau katakan hanya bisa berhasil bila aku menggunakan pedang. Tapi pembaruan tidak bermanfaat baik bila dicapai melalui mata pedang.”
Atas perintah Umar, raja mudanya di Spanyol, as-Samh, mengadakan sensus terhadap berbagai bangsa, suku, dan kepercayaan penduduk setempat. Diadakanlah survei di seluruh semenanjung, yang mencakup kota, sungai, laut, dan gunung-gunung. Survei juga mencatat dengan seksama sifat tanahnya, ragam produksi dan hasil pertaniannya, serta sumber daya mineralnya. Sejumlah jembatan di bagian selatan Spanyol dibangun dan diperbaiki. Di Saragosa, bagian utara Spanyol, dibangun sebuah masjid yang luas.
Lembaga Baitul Mal yang merupakan salah satu sistem pembaruan yang dibawa Islam telah terbukti membawa berkah bagi kaum miskin Islam selama pemerintahan para “khalifah yang saleh”. Tapi dalam masa Khalifah Umayyah, Baitul Mal telah digunakan untuk kepentingan pribadi. Umar bin Abdul Azizlah yang menghentikan praktek tidak sehat ini, dan ia meneladani dengan tidak pernah mengambil uang sedikit pun dari Baitul Mal.
Ia memisahkan rekening untuk Khams, Sadaqah, dan Fi, dan masing-masingnya mempunyai bagian-bagian tersendiri. Seluruh praktik pemberian hadiah yang mahal-mahal, para pengarang pidato yang memuji-muji keluarga raja, ia hentikan. Seperti diduga, uang pemberi hadiah untuk semua itu diambil dari Baitul Mal.
Salah satu tindakan sangat penting lainnya, yang diambil Umar ialah pembaruan di bidang perpajakan. Ia mengadakan pengaturan yang memadai agar pajak dengan mudah dipungut dan dikelola dengan cara yang sehat. Ia menulis soal pemajakan yang mengesankan kepada Abdur Rahman, yang kemudian disalin oleh Kadhi Abu Yusuf:
“Pelajarilah keadaan tanahnya dan tetapkan pajak bumi yang pantas. Jangan mengenakan pajak terhadap tanah yang gersang, sebaliknya pajak atas tanah yang subur jangan sampai tidak dipungut.”
Pembaruannya yang tidak memberatkan kaum lemah membuat rakyat melunasi kewajiban membayar pajak dengan senang hati. Ini merupakan sikap yang berkebalikan terhadap pemajakan yang dikenakan Hajjaj bin Yusuf di Syria. Walaupun Hajjaj memaksakan pajak melalui tekanan-tekanan, namun hasil yang dicapai hanya separuh dari jumlah yang dipungut rezim Umar bin Abdul Aziz.
Umar secara khusus memperhatikan perbaikan keadaan penjara. Abu Bakar ibn Hazm ditunjuknya sebagai petugas yang memeriksa penjara-penjara setiap pekan. Sipir penjara diperingatkan agar tidak memperlakukan narapidana dengan cara tidak semena-mena. Setiap narapidana menerima tunjangan bulanan dan pakaian yang pantas untuk setiap Muslim. Ia meminta para pimpinan penjara menanamkan kecintaan akan kebajikan dan kebencian kepada kejahatan di antara para narapidana. Ia yakin, pendidikan dapat membuat mereka menjadi orang yang baik.
Lembaga-lembaga kesejahteraan umum dan pekerjaan umum banyak menerima dorongan darinya. Di seluruh kerajaannya yang luas itu dibangun sumur dan penginapan untuk umum. Rumah-rumah obat amal juga dibuka. Bahkan pemerintah juga mengatur ongkos perjalanan untuk kaum fakir miskin. Pada jalur jalan Khorasan — Samarkand banyak dibangun losmen. [Bersambung]
Dari “Hundred Great Muslims”, Kh Jamil Ahmad, Ferozsons Ltd, Lahore, Pakistan, 1984