Prancis Buka Kasus Penyiksaan yang Libatkan Presiden Interpol
Pembukaan kasus terhadap al-Raisi ini melangkah lebih jauh dari penyelidikan penyiksaan yang dibuka terhadapnya oleh jaksa Prancis pada bulan November, atas penahanan pembangkang UEA, Ahmed Mansoor.
JERNIH–Pihak berwenang Prancis telah membuka kasus terhadap Presiden Interpol, Ahmed Nasser al-Raisi, dari Uni Emirat Arab (UEA) atas tuduhan penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang. Kasus itu diajukan dua warga Inggris yang ditahan di UEA dan disebutkan mengalami penyiksaan.
Kasus dugaan keterlibatan dalam penyiksaan oleh pejabat tinggi UEA telah diserahkan oleh jaksa anti-teror Prancis kepada hakim investigasi. Hakim tersebut yang akan memutuskan apakah akan mengajukan tuntutan, kata sumber yang meminta tidak disebutkan namanya itu kepada AFP.
Kedua warga Inggris, Matthew Hedges dan Ali Issa Ahmad, menuduh al-Raisi memiliki tanggung jawab utama–sebagai pejabat senior keamanan Kementerian Dalam Negeri UEA–atas penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang yang mereka katakan mereka derita di UEA.
Sumber itu mengatakan, hakim investigasi juga harus memutuskan apakah al-Raisi, yang terpilih sebagai presiden Interpol pada November lalu, menikmati kekebalan diplomatik dari penuntutan di Prancis itu atau tidak.
Warga Inggris itu mengajukan pengaduan atas dasar yurisdiksi universal, yang memungkinkan negara untuk mengadili kejahatan serius bahkan jika itu dilakukan di tanah asing.
Pembukaan kasus terhadap al-Raisi ini melangkah lebih jauh dari penyelidikan penyiksaan yang dibuka terhadapnya oleh jaksa Prancis pada bulan November, atas penahanan pembangkang UEA, Ahmed Mansoor. Pada saat itu, kementerian luar negeri UEA menolak keluhan atas kondisi penahanan Mansoor sebagai “tanpa dasar”.
Dalam kasus terakhir, penyelidikan sekarang berada di tangan hakim investigasi, sebuah langkah yang mendahului tuntutan apapun. Artinya, al-Raisi berpotensi ditahan untuk diinterogasi di Prancis jika dia berkunjung ke negara itu. Markas besar Interpol berada di kota Lyon, Prancis tenggara.
Dia diyakini sudah beberapa kali mengunjungi Lyon sejak Januari lalu. Kasus ini dibuka pada akhir Maret, sumber tersebut menambahkan.
‘Norma di UEA’
Kedua penggugat berada di Paris pada hari Rabu untuk bersaksi di depan hakim investigasi. Hedges mengatakan dia ditahan dan disiksa di UEA dari Mei hingga November 2018, setelah ditangkap atas tuduhan spionase palsu selama perjalanan studinya. Dihukum penjara seumur hidup, ia akhirnya dibebaskan setelah tekanan internasional yang dipimpin oleh Inggris.
Ahmad, sementara itu, mengatakan dia berulang kali dipukuli dan bahkan ditikam selama sebulan dalam tahanan pada Januari 2019, diduga karena antusias mendukung saingan UEA di Kawasan Teluk, Qatar, dalam bentrokan sepak bola.
Dalam sebuah pernyataan, Hedges mengatakan itu adalah “momen kebanggaan yang nyata” untuk memberikan bukti kepada hakim tentang penyiksaan yang dia katakan dia alami.
“Mengingat catatan hak asasi manusia UEA, sungguh luar biasa bahwa al-Raisi bahkan terpilih sebagai presiden. Penyiksaan yang saya, Ali, dan banyak orang lain di UEA telah derita sayangnya adalah norma di UEA,” katanya.
Ahmad berkata: “Sering kali saya kehilangan harapan bahwa al-Raisi dan semua orang lain yang melakukan ini kepada saya akan lolos begitu saja dengan impunitas total, tetapi hari ini adalah hari yang baik.”
Masa jabatan empat tahun Al-Raisi di Interpol sebagian besar bersifat seremonial, dengan Sekretaris Jenderal Jurgen Stock menangani manajemen organisasi sehari-hari.
Pencalonannya untuk pekerjaan Interpol memicu protes dari para aktivis, yang menunjuk pada kucuran dana kemurahan hati yang diterima Interpol dari Uni Emirat Arab. [AFP]