Crispy

RUU Provinsi Jawa Barat Dinilai Menghambat Aspirasi ‘Urang Sunda’

Indra menegaskan, jika yang dibahas hanya aspek-aspek tersebut, undang-undang yang dibuat itu menurutnya mubazir. “Jika hanya itu yang dibahas, buat apa sampai harus membuat undang-undang?” kata dia, retoris. Tidak hanya itu, nama Provinsi Jawa Barat pun menurutnya lebih kepada peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Nama itu berasal dari “West Java Provence”, sementara nama yang dititipkan Bung Karno kepada RAA Wiranatakusumah yang kemudian menjadi wali Negara Pasundan pro-Republik Indonesia adalah Pasundan.

JERNIH—Rancangan undang-undang pembentukan Provinsi Jawa Barat yang diajukan Badan Legislasi DPR RI untuk mengganti Undang-Undang No 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat yang dinilai telah kadaluarsa, mendapat kritik masyarakat Sunda. Dalam acara Halal Bihalal Idul Fitri 1433 H yang dihadiri para tokoh dan ratusan masyarakat Tatar Sunda dari berbagai kabupaten/kota se-Jawa Barat, Banten dan Jakarta, di Museum Galeri Bahari Bahari Banuraja, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Ahad lalu, RUU itu justru dinilai menghambat aspirasi ‘Urang Sunda’.

Kritik tersebut terutama dipantik Indra Perwira, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Indra yang mengaku sempat diundang Baleg DPR membahas RUU tersebut, menilai RUU itu hanya terfokus pada aspek yuridis. Kelemahan lainnya, kata Indra, aspek cakupan wilayah yang akan dimasukkan pun sudah banyak berubah.

Indra menegaskan, jika yang dibahas hanya aspek-aspek tersebut, undang-undang yang dibuat itu menurutnya mubazir. “Jika hanya itu yang dibahas, buat apa sampai harus membuat undang-undang?” kata dia, retoris. Tidak hanya itu, nama Provinsi Jawa Barat pun menurutnya lebih kepada peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Nama itu berasal dari “West Java Provence”, sementara nama yang dititipkan Bung Karno kepada RAA Wiranatakusumah yang kemudian menjadi wali Negara Pasundan pro-Republik Indonesia adalah Pasundan.

“Negara Jawa Timur menjadi Provinsi Jawa Timur, lalu mengapa Negara Pasundan menjadi Provinsi Jawa Barat? Itu sangat ahistoris,”kata dia.

Menurut Indra, seharusnya RUU Provinsi Jawa Barat yang baru itu bisa memberi  ruang kepada aspirasi ‘Urang Sunda’ dalam bidang sosial, kebudayaan, lingkungan hidup dan tata ruang. Ia mencontohkan bahwa hal itu bisa diakomodasi dengan  menambahkan soal komunitas masyarakat pembentuk karakter kebudayaan di Jawa Barat, yaitu kultur Sunda, Cirebon,dan Betawi Melayu.

“Kebijakan pemekaran juga dapat dimasukkan dalam RUU ini,”kata Indra. “Selain itu, dalam upaya pengembalian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan atau Provinsi Tatar Sunda, ganti saja nama RUU ini menjadi RUU Provinsi Sunda, RUU Tatar Sunda atau RUU Pasundan.”

Bila hal itu pun dirasakan berat, menurut dia, setidaknya dalam Aturan Penutup ada upaya menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Barat adalah Provinsi Sunda, Tatar Sunda atau Pasundan.

Pernyataan Indra tersebut mendapat respons positif anggota Komisi II DPR RI, Sodik Mujahid. Sodik kemudian balik meminta para tokoh Sunda untuk mendorong lebih serius usulan pergantian nama provinsi tersebut kepada DPR.

“Opsi pergantian nama,”kata Sodik,”Bisa dimasukkan dalam bagian karakteristik daerah RUU itu, dan bila ada masukan-masukan lainnya seharusnya para pemangku kepentingan di Jawa Barat melakukan dialog dan penyampaian aspirasi dan artikulasi politiknya kepada DPR RI.”

Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK), Taufiqurahman Ruki, menyatakan dukungan penuhnya pada persatuan Urang Sunda  se-Tatar Sunda.

“Bila kami—entah ‘kami’ dalam pengertian Bahasa Indonesia atau Bahasa Banten, red Jernih– tidak diaku sebagai urang Sunda, padahal awal sejarah Sunda itu dari Banten, Selat Sunda akan kami usulkan diganti menjadi Selat Banten,”ujarnya mengancam penuh canda.

Kang Ruki juga mengatakan, dirinya mendukung apa pun aspirasi masyarakat Sunda di wewengkon Jawa Barat, termasuk soal mengganti nama menjadi Provinsi Sunda atau Tatar Sunda.

“Kalau jadi Pasundan, nanti dianggap mau mendirikan negara,”kata dia, kembali bercanda.

Bagi panitia Kongres Sunda 2022, Halal Bihalal itu pun bisa dianggap start awal kembali upaya menggelar Kongres Sunda 2022 yang selama dua tahun terakhir tertunda karena pandemi COVID-19. Dalam audiensi dengan panitia, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengusulkan agar pelaksanaannya dilakukan  sebelum pertemuan negara-negara G-20, 15-16 November 2022. Saat itu pun sempat mengemuka tanggal pelaksanaan, yakni pada 27-28 Oktober 2022, bersamaan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda di Gedung Merdeka, Bandung.

Nina Kurnia Hikmawati, yang didaulat sebagai kolaborator Forum Sunda Ngahiji bersama Prof Keri Lestari, menyatakan dengan hadirnya tokoh-tokoh Sunda tersebut silaturahmi itu sah menjadi silaturahmi tokoh Tatar Sunda. Selain  Taufiqurahman Ruki dan Sodik Mujahid, hadir pula Eden Gunawansyah, sastrawati Bunda Halimah Munawir, Hj. Popong  Otje Djunjunan, Tjetje Hidayat Padmadinata, Ade Supandi, Budiman, Nanan Sukarna, mantan Kepala BAIS Yayat Sudrajat, mantan Pangdam Iwan Ridwan Sulanjana, Prof Didin S. Damanhuri, Prof Bibin Rubiandini, Ketua SPSI M. Jumhur Hidayat, Cucu Sutara, Ketua KADIN Jabar Agung Sutisno, Ketua KONI Jabar Ahmad Solihin, Uu Rukmana, Dindin S. Maolani, Memet H. Hamdan, Memed Akhmad Hakim, Indra Perwira, Ferry Kurnia Rizkiansyah, Iwa Kusaeri, KH.  Ayi Hambali, Ketua IPHI Jabar Ijang Feisal, Wakil Ketua Umum IPHI Holil Aksan Umarzein, Prof Koesoemadinata, Prof Endang Caturwati, Mulyadi, Hj. Eni Sumarni. Di saat acara berlangsung, hadir pula Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, dan Wakil Gubernur Jawa Barat H. Uu Ruzanul Ulum.

Sebagai Ketua Kongres Sunda 2022, Avi Taufik Hidayat menyatakan, dengan kehadiran para tokoh-tokoh senior, para pakar, tokoh perempuan, nonoman dan para pemangku kepentingan lainnya se-Tatar Sunda, dirinya yakin Kongres Sunda 2022 akan terlaksana dengan dukungan yang lebih kuat dan absah. Ia juga menyatakan hal itu menunjukkan bahwa konsolidasi awal masyarakat Sunda sudah benar-benar terwujud.

Urang Sunda teh kedah ngahiji (masyarakat Sunda harus bersatu),” kata Avi. Dengan cara itu, kata dia, masyarakat Sunda bisa pula menginspirasi daerah lain untuk bersatu dalam naungan Indonesia. Ia menyatakan rencana untuk mengundang para tokoh suku bangsa di Indonesia, dari Aceh  sampai Papua, dalam pelaksanaan Kongres Sunda 2022 tersebut.

“Mudah-mudahan semua ini akan menginspirasi suku bangsa lainnya untuk melakukan konsolidasi di tengah situasi global dan nasional, yang dinamikanya tinggi dan banyak menimbulkan ketidakmenentuan yang bahkan mengarah kepada situasi krisis ini,”kata Avi.  [rls]

Back to top button