Crispy

108 Juta Penduduk Cina Kembali Terkunci akibat Wabah Covid-19

  • Profesor Zhong Nanshan mengatakan situasi Cina tidak lebih baik dari negara lain.
  • Cina harus membayar lebih mahal atas keputusannya membuka kembali seluruh negeri.
  • Klaster baru di Jilin belum teridentifikasi. Tidak diketahui apakah ada warga yang melakukan perjalanan ke Rusia.

Jilin — Sekitar 108 juta penduduk di timur laut Cina kembali terkunci, menyusul infeksi baru virus korona yang terus bertambah dalam beberapa hari terakhir.

Kota-kota di Pripinsi Jilin, misalnya, menghentikan operasi kereta api, bus, menutup sekolah, dan mengkarantina puluhan ribu orang. Keputusan ini mengecewakan warga, yang mengira wabah virus korona telah berakhir.

Fan Pai, pekerja di sebuah perusahaan perdagangan di Shenyang, mengatakan orang kini merasa harus lebih hati-hati.

“Anak-anak yang bermain di luar memakai masker lagi,” katanya. “Petugas kesehatan berkeliling dengan alat pelindung. Ini membuat frustrasi, karena siapa pun tidak tahu kapan wabah akan berakhir.

Shenyang adalah kota di dekat Propinsi Liaoning, yang juga terkena pembatasan baru.

Penguncian baru terjadi menyusul temuan klaster baru virus korona, dengan 34 infeksi. Berbeda dengan di Wuhan, saat wabah kali pertama muncul, temuan ini membuat Cina ketakutan akan munculnya wabah gelombang kedua.

Wabah gelombang pertama membuat Cina membayar biaya ekonomi dan sosial sangat besar. Setelah itu, Cina mengakhiri lockdown seluruh negeri, dan mereka harus membayar mahal lagi.

Pemerintah Shulan, sebuah kota di Propinsi Jilin, mengatakan akan memberlakukan langkah-langkah keras untuk menahan penyebaran virus. Kompleks perumahan, dengan kasus terkonfirmsi, akan ditutup dengan hanya satu orang di setiap keluarga boleh pergi membeli barang dan kebutuhan pokok selama dua jam setiap dua hari.

Shen Jia, seorang salesman di Shanyang, membatalkan perjalanan bisnis ke Jilin pekan lalu. Jika ia melakukannya, Shen Jia harus dikarantina 21 hari saat kembali.

Sebuah restoran milik pemerintah yang dikunjungi hanya menerima dua pengunjung di setiap meja. Sebelumnya, setiap orang bebas mendatangi restoran ini.

“Anda bisa merasakan kontrol lebih ketat,” katanya. “Orang-orang lebih berhati-hati, dan mengurangi kegiatan di luar.”

Di Jilin, yang terkunci ketat saat wabah gelombang pertama meski hanya melaporkan sedikit, kasus orang-orang mulai frustrasi.

“Semua orang gelisah,” kata Wang Yuemei, pekerja pabraik farmasi di Tonghua. “Saya tidak berharap Propinsi Jilin sangat terpukul ketika seluruh negeri kembali normal.”

Pemerintah Cina dianggap terlambat merespon wabah di Wuhan. Tidak ingin menghadapi kritik global lagi, Presiden Xi Jinping mengambil langkah nyata untuk menghentikan penyebaran virus di timur laut Cina.

Wakil PM Sun Chunlan, yang memimpin satuan tugas di Wuhan, tiba di Jilin pada 13 Mei. Ia memindahkan pejabat Partai Komunis Shulan, bersama lima kader lainnya.

Tekanan terhadap Cina akan semakin besar menyusul akan adanya pertemuan politik tahunan di Beijing pekan ini. Pertemuan semula digelar Maret lalu, tapi ditunda.

Ribuan delegasi politik akan berkumpul di ibu kota, untuk mendukung kepemimpinan pemerintah pusat. Selama periode ini Cina membutuhkan stabilitas dan ketenangan.

Pejabat kesehatan Cina masih belum tahu bagaimana klaseter Jilin terbentuk, dan muncul. Kecurigaan sementara menyebutkan ada penduduk yang baru kembali dari Rusia, negara yang saat ini sedang dilanda wabah virus korona.

Yang pasti kemunculan klaster Jilin mengingatkan Beijing bahwa cina masih rentan terhadap wabah.

Zhong Nanshan, pakar epidemiologi Cina, mengatakan mayoritas orang Cina masih rentan terinfeksi karena kurangnya kekebalan kawasan.

“Bangsa Cina menghadapi tantangan besar,” ujarnya. “Situasi di Cina tidak lebih baik dibanding negara lain.

Dalam video terlihat beberapa siswa SMA menangis, ketika disuruh meninggalkan sekolah. Mereka kehilangan waktu untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi, yang tinggal dua bulan lagi.

“Sangat disayangkan kami harus menghadapi epidemi pada saat ini,” kata Zhou Han, seorang siswa usia 18 tahun di Jilin. “Saya cemas tidak dapat mempersipakan diri mengikuti ujian.”

Back to top button