Adidas Trionda Bola Simbol Tiga Gelombang Piala Dunia 2026

Adidas Trionda adalah artefak budaya olahraga yang memadukan seni, sains, dan simbolisme. Siap menggelinding di lapangan Piala Dunia 2026 sekaligus simbol persatuan tiga negara, gelombang energi yang menyatukan jutaan penggemar di seluruh dunia.
JERNIH – Bola sepak tidak pernah semata-mata benda bundar di lapangan. Ia adalah simbol, medium, bahkan saksi sejarah setiap edisi Piala Dunia. Untuk turnamen 2026, yang untuk pertama kalinya digelar di tiga negara sekaligus—Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko— FIFA dan Adidas memperkenalkan bola resmi bernama Adidas Trionda.
Nama ini lahir dari gabungan kata “tri” yang berarti tiga, dan “onda” dari bahasa Spanyol yang berarti gelombang. Trionda dengan demikian memaknai “tiga gelombang”, sebuah metafora tentang aliran energi, budaya, dan semangat olahraga yang menyatukan tiga tuan rumah dalam satu pesta sepak bola dunia.
Secara visual, Trionda menampilkan dasar putih dengan aksen merah (Kanada), hijau (Meksiko), dan biru (Amerika Serikat). Warna-warna ini bukan dekorasi belaka, melainkan representasi identitas nasional yang dijahit menjadi satu. Pola bergelombang yang menghubungkan warna-warna tersebut menegaskan filosofi penyelenggaraan multinasional: berbeda, tetapi menyatu dalam gerakan yang sama.
Desain ini mendapat reaksi beragam. Sebagian penggemar menilainya “ramai” dibandingkan bola-bola klasik Piala Dunia sebelumnya. Namun, dari perspektif teknis, pola panel dan teksturnya dianggap potensial memberikan lintasan yang lebih stabil dibanding pendahulunya.

Teknologi di Trinoda
Adidas Trionda menggunakan konfigurasi empat panel besar, jumlah yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan bola 2022, Al Rihla, yang memiliki 20 panel. Konfigurasi ini mengingatkan pada Brazuca (2014), bola yang terkenal stabil dan disukai banyak pemain.
Panel-panel Trionda dibuat dengan teknologi thermal bonding, tanpa jahitan, untuk menjaga konsistensi bentuk dan meminimalkan penyerapan air. Bahan penutupnya berupa poliuretan dengan campuran serat, sementara bladder butyl digunakan untuk retensi tekanan udara maksimal. Beratnya berkisar 410–450 gram, dengan keliling 68–70 cm, sesuai standar FIFA Quality Pro.
FIFA sendiri menguji bola resmi dengan ketat: mulai dari kebulatan, pantulan, daya serap air, hingga konsistensi tekanan. Trionda, seperti bola-bola resmi sebelumnya, hanya bisa lolos jika memenuhi syarat tertinggi.
Seperti tradisi sebelumnya, Adidas menggandeng pabrik mitra di Asia, termasuk perusahaan seperti Forward Sports di Sialkot, Pakistan, yang dikenal sebagai produsen utama bola-bola resmi Piala Dunia. Selain kualitas produksi, aspek keberlanjutan juga menjadi sorotan. Versi konsumen Trionda dilaporkan mengandung material daur ulang, mengikuti tren Adidas untuk mengurangi jejak karbon produknya.
Trionda adalah bola yang sarat simbolisme. Ia menyatukan tiga identitas nasional dalam satu desain, melambangkan kolaborasi lintas batas. Gelombang pada permukaannya adalah gambaran gerak tak terputus dari permainan sepak bola, sekaligus resonansi budaya dari tiga bangsa penyelenggara.
Namun, tak ada bola Piala Dunia tanpa kontroversi. Trionda dikritik oleh sebagian penggemar karena tampilannya dianggap terlalu “sibuk” dibandingkan keanggunan desain bola-bola lawas. Di sisi lain, analis teknis memuji keberanian Adidas kembali ke konsep panel minimalis, yang bisa memberikan stabilitas aerodinamika lebih baik.
Sejarah mencatat bahwa setiap bola resmi selalu membawa cerita: Tango (1978) dengan pola geometrisnya, Jabulani (2010) yang kontroversial karena lintasan tak terduga, Brazuca (2014) yang populer karena stabil, dan Al Rihla (2022) dengan fokus kecepatan. Kini, Trionda (2026) hadir sebagai representasi era kolaborasi multinasional, dengan inovasi teknis yang mencoba menyatukan estetika, simbolisme, dan performa.(*)
BACA JUGA: maskot piala dunia 2026