Crispy

Alumni Unila Bersatu: BPIP Harus Terlibat dalam Pemilihan Rektor

Para alumni ini menegaskan, Unila dan semua kampus di Indonesia harus mengakui bahwa dunia pendidikan tinggi tengah menghadapi problem kepemimpinan yang bersifat ideologis dan extraordinary. Banyak masalah yang terkait korupsi, moral, narkoba di lingkungan kampus yang melibatkan pemimpin dan elit kampus.

JERNIH– Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta Panitia Pemilihan Rektor Universitas Lampung (Unila) perlu melibatkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam proses pemilihan Rektor Unila yang kini tengah berlangsung. Demikian disampaikan Alumni Unila Bersatu dalam rilis yang disiarkan Selasa (6/12/2022).

“Tidak hanya Unila, pemilihan seluruh rektor di Indonesia seharusnya melibatkan BPIP,” ujar Hardy Hermawan, juru bicara Alumni Unila Bersatu. Alumni Unila Bersatu adalah sebuah grup alumni Unila pendukung Presiden Joko Widodo. Para alumni ini menegaskan, Unila dan semua kampus di Indonesia harus mengakui bahwa dunia pendidikan tinggi tengah menghadapi problem kepemimpinan yang bersifat ideologis dan extraordinary. Banyak masalah yang terkait korupsi, radikalisme, bahkan narkoba di lingkungan kampus yang melibatkan pemimpin dan elit kampus.

Kampus dan Kemendikbud harus membuka diri dan mengundang BPIP membantu rekrutmen pemimpin perguruan tinggi. “Kasus-kasus yang terjadi di kampus, pada dasarnya, berhulu pada persoalan ideologi. BPIP harus turun tangan, setidaknya dengan melakukan profiling dan memberikan assesmen bagi calon pemimpin kampus,” ujar Hardy.

Hardy menuturkan, tertangkapnya rektor Unila, Karomani, dalam kasus suap penerimaan mahasiswa baru, tidak bisa dianggap sebagai persoalan biasa.  Sebelumnya, mantan Rektor Universitas Airlangga, Fasichul Lisan, sempat ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembangunan rumah sakit kampus.

Alumni Unila Bersatu juga mengutip riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada kurun 2006 hingga 2016 yang mencatat 37 kasus korupsi terkait perguruan tinggi. Terdapat 50 pelaku dari kalangan civitas akademika, yaitu 32 orang pegawai dan pejabat kampus, 13 orang Rektor atau Wakil Rektor, dan 5 orang dosen. Lalu, pada akhir 2021, ICW mencatat, negara rugi Rp 1,6 triliun dari korupsi pendidikan selama 6 tahun terakhir.

Selain masalah korupsi, Alumni Unila Bersatu juga menyoroti persoalan intoleransi, radikalisme, dan akar terorisme di lingkungan pendidikan. Mengutip sejumlah penelitian, sikap keterbukaan dan penghargaan terhadap perbedaan di kalangan aktor pendidikan tinggi masih lemah (riset PPIM tahun 2017, 2018; Wahid Institute, 2019).

Studi lainya menunjukkan merebaknya ekstremisme di kalangan perguruan tinggi (Setara Institute, 2019), adanya kegiatan yang menumbuhkan pandangan keagamaan yang eksklusif (CISForm, 2018), infiltrasi radikalisme dan ekstremisme di lingkungan kampus (INFID, 2018), serta 39% mahasiswa di tujuh PT Negeri terpapar radikalisme (BNPT, 2018).  Studi Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada 2021 juga menunjukkan adanya masalah serius bagi penerapan moderasi beragama di perguruan tinggi. Pada 2018, Densus 88 pernah menangkap tiga mahasiswa Universitas Riau yang membuat bom di dalam kampus.

Ditambah lagi isu narkoba yang belakangan kian merebak di kampus-kampus. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, jutaan mahasiswa sudah menjadi pengguna narkoba.  Beberapa dosen, bahkan ada seorang dekan, pernah tertangkap karena kasus itu.

Berbagai kasus extraordinary yang terjadi di lingkup perguruan tinggi itu seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat basis ideologi kepemimpinan kampus. Dengan begitu, kepemimpinan bisa lebih efektif dan autentik dalam menangkal bahaya tadi. Alumni Unila Bersatu memandang, BPIP bisa berperan dalam melakukan penelusuran karakter dan assesmen bagi para calon pemimpin kampus. “BPIP bisa berkoordinasi dengan Badan Intelejen Negara (BIN), BNPT, BNN, dan entitas lain yang dianggap perlu,” ujar Hardy. [rls]

Back to top button