Cegah Radikalisme di Sekolah, BNPT: Guru Harus Paham Bahaya Radikalisme-Terorisme
“Tentunya bahaya radikalisme dan terorisme sangat penting untuk dipahami oleh para guru, Karena guru bisa menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme di kalangan remaja ataupun pemuda para generasi Z atau generasi milenial”
BANDAR LAMPUNG – Seorang Kepala Sekolah maupun guru baik di tingkat SMA/SMK ataupun di tingkat bawahnya, harus memahami akan bahayanya penyebaran paham radikal terorisme. Hal ini sebagai upaya mencegah masuknya paham tersebut kepada para murid-muridnya, maupun di lingkungan sekitar. Karena guru bisa menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme di kalangan remaja.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhis, saat memberikan pembekalan Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme kepada 1.054 Kepala Sekolah tingkat SMA /SMK se-Provinsi Lampung secara daring dan luring dalam acara Dialog Kebangsaan Harmonisasi Bangsa di Aula Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Bandar Lampung, Sabtu (18/12/2021).
“Tentunya bahaya radikalisme dan terorisme sangat penting untuk dipahami oleh para guru, Karena guru bisa menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme di kalangan remaja ataupun pemuda para generasi Z atau generasi milenial,” ujarnya.
Ia menjelaskan, bisa menjadi pintu masuk radikalisme kalau para guru atau Kepala Sekolahnya justru menamankan dan mengajarkan hal-hal yang intoleran, radikal, hate speech, anti pemerintah, dan sebagainya kepada para siswanya.
Berdasarkan hasil survei, sebesar 12,2 persen yang merupakan indeks potensi radikalisme. Dimana 85 persen adalah para generasi milenial yaitu generasi berumur antara 20 sampai 39 tahun. Kemudian kedua adalah generasi Z yang merupakan antara umur 14 sampai 19 tahun.
“Kebetulan para Kepala Sekolah SMA dan SMK ini bisa hadir untuk mengetahui seperti apa ciri-ciri orang yang terpapar paham radikalisme dan terorisme, Hal ini sangat relevan supaya apa yang saya sampaikan tadi bisa disosialisasikan kepada para siswanya,” katanya.
Ia menambahkan, radikalisme dan terorisme merupakan virus yang dapat menyerang siapa saja, apalagi tidak memandang suku, agama, pendidikan, dan sebagainya.
Dirinya mencontohkan Dr. Azhari yang merupakan orang pintar atau insinyur dapat menjadi teroris, begitu juga dengan Usaman Bin Ladin. Sebab terorisme tidak ada kaitannya dengan agama.
“Teroris ini terkait dengan pemahaman agama yang menyimpang. Jadi, agama teroris ini biasanya didominasi agama yang menjadi mayoritas di suatu daerah, jadi bukan Islam saja. Seperti KKB di Papua itu yang melakukan agama Kristen karena mayoritas disana Kristen. Begitu juga di Myanmar ada Biksu yang membuat umat Islam Rohingya terusir dan pergi ke Bangladesh,” kata dia.
Oleh karena itu, virus-virus radikalisme perlu diberikan vaksin, salah satunya dengan mengadakan Dialog Kebangsaan sebagai upaya menyamakan persepsi, terutama untuk kepala sekolah yang selanjutnya dapat diteruskan kepada tenaga pendidik dan siswa disekolah masing-masing.
Dirinya mengamati masih ada guru yang terpengaruh paham radikal-terorisme. Dimana jumlah ASN (Aparatur Sipil Negara) ada 19,2 persen yang masuk dalam index potensi radikalisme, dengan ciri ciri anti Pancasila dan pro khilafah.
Ia sangat mengapresiasi Pemerintah Provinsi Lampung yang telah menggelar acara Dialog Kebangsaan yang menghadirkan seluruh Kepala Sekolah tingkat SMA/SMK. Karena merupakan kegiatan yang memiliki nilai strategis,
Dalam kesempatan yang sama narasumber lainnya yaitu Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, dalam penyampaian materinya mengungkapkan kondisi umum radikalisme.
Berdasarkan survei alvara research center dan mata air foundation, ancaman radikalisme di Indonesia terdapat sekitar 23,4 persen mahasiswa setuju dengan jihad untuk tegakan negara Islam dan khilafah.
Kemudian, 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihat untuk tegakan negara islam dan khilafah. Lalu 19,4 persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Selanjutnya 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, dan 9,1 persen pegawai BUMN menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila.
“Tentunya hal seperti itu patut menjadi kewaspadaan bersama seluruh pihak,” katanya.
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, mengatakan pihaknya sengaja menggelar dialog bagi para Kepala Sekolah maupun guru yang ada di Provinsi Lampung sebagai upaya pihaknya untuk menyelamatkan para generasi muda agar tidak mudah tersusupi radikalisme terorisme
“Para siswa sendiri termasuk dalam kelompok yang kemungkinan sangat mudah sekali terpapar oleh pemikiran-pemikiran yang radikal dan lain-lain,” kata dia.
Dirinya berharap, apa yang sudah disampaikan para narasumber dapat diimplementasikan. “Tentunya para seluruh guru nantinya akan kita isi pemikiran-pemikirannya untuk menangkal radikalisme dan terorisme. Karena Guru ini sebagai Garda terdepan untuk menyelamatkan para generasi muda di sekolah-sekolah,” ujarnya.