COVID-19: dari Butuh Puluhan Ribu Perawat Tambahan Hingga Turun Peringkat Ekonomi
“Atas instruksi Bapak Presiden, kami akan bicara dengan Pak Menteri Pendidikan (Nadiem Makarim) bagaimana bisa menggerakkan perawat-perawat ini lebih cepat masuk ke praktik,” kata Budi, seraya menambahkan pihaknya juga mengupayakan hal sama untuk 3.900 dokter magang yang dijadwalkan lulus tahun ini.
JERNIH– Untuk merespons kurangnya tenaga kesehatan dalam penanggulangan lonjakan kasus COVID-19 di Tanah Air, yang diperparah dengan gugurnya ratusan pekerja medis dalam penanganan pandemi, Kementerian Kesehatan memutuskan untuk merekrut para dokter yang masih magang dan perawat yang telah lulus uji kompetensi.
Menteri Kesehatan Budi Sadikin pada Senin (12/7) mengatakan layanan kesehatan Indonesia setidaknya membutuhkan tambahan hingga 20.000 perawat dan 3.000 dokter, selain juga menyediakan lebih banyak tempat tidur rumah sakit untuk mengatasi lonjakan pasien COVID-19.
“Atas instruksi Bapak Presiden, kami akan bicara dengan Pak Menteri Pendidikan (Nadiem Makarim) bagaimana bisa menggerakkan perawat-perawat ini lebih cepat masuk ke praktik,” kata Budi, seraya menambahkan pihaknya juga mengupayakan hal sama untuk 3.900 dokter magang yang dijadwalkan lulus tahun ini.
Indonesia kembali mencatatkan penambahan kasus terkonfirmasi positif harian tertinggi sejak pandemi terjadi pada Maret tahun lalu, dengan 40.427 sehingga akumulasi nasional menjadi 2.567.630. Data Kementerian Kesehatan mencatat angka kematian bertambah 891 menjadi 67.355 dalam satu hari.
Dari jumlah total yang meninggal sejak pandemi, 458 di antaranya adalah dokter, sebut data Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per 8 Juli. Sementara, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada Senin melaporkan 393 perawat gugur karena COVID-19.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, mengatakan pemerintah saat ini belum memiliki opsi untuk menambah tenaga kesehatan dari mitra asing, namun tidak menutup kemungkinan bila ada negara lain yang hendak membantu.
“Kami terbuka terhadap dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari negara lain. Tapi sampai saat ini belum ada tawaran masuk,” kata Nadia melalui pesan singkat.
Pemerintah mengatakan akan memberikan imunisasi tambahan (booster) khusus kepada tenaga kesehatan dengan menggunakan vaksin Moderna yang telah diterima dari pemerintah Amerika Serikat (AS) sebanyak 3 juta dosis melalui jalur multilateral pada Minggu (11/7). Menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, AS telah berkomitmen untuk menyalurkan hingga 4,5 juta dosis vaksin Moderna untuk Indonesia.
“(Vaksinasi) akan dimulai secepat-cepatnya untuk melindungi mereka sebagai salah satu garda terdepan yang harus kita lindungi,” kata Menkes Budi, terkait pendistribusian vaksin Moderna untuk seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.
Pada Senin kemarin, Indonesia menerima tambahan 10 juta dosis vaksin Sinovac berupa bahan baku sehingga saat ini pasokan dari Cina mencapai 115 juta dosis.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah saat ini tengah memproses impor sedikitnya 40 ribu ton oksigen likuid dan 50.000 oksigen konsentrator untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan oksigen bagi pasien COVID-19.
“Kita berjaga, walaupun sebenarnya kita tidak butuh sebanyak itu. Tapi kalau melihat tren dunia sekarang meningkat tajam, kita lebih bagus berjaga-jaga,” kata Luhut dalam keterangan pers, Senin.
Luhut tidak memberi keterangan dari negara mana impor oksigen akan dilakukan. Sebelumnya, sebanyak 30 dari 10 ribu oksigen konsentrator yang dibeli pemerintah dari Singapura telah tiba pada Jumat pekan lalu. Adapun sisanya bakal dikirim secara bertahap melalui jalur pelayaran.
Kewalahan
LaporCOVID-19, koalisi sipil yang menjadi wadah pelaporan warga, mencatat sepanjang periode 25 Juni hingga 11 Juli 2021, sebanyak 451 pasien COVID-19 meninggal dunia ketika menjalani isolasi mandiri di 12 provinsi dan 62 kota dan kabupaten yang terlacak, dengan Jawa Barat sebagai provinsi terbanyak dengan 160 kasus.
“Jumlah yang terdata ini merupakan fenomena puncak gunung es, karena tidak semuanya terberitakan dan atau terlaporkan,” kata inisiator LaporCOVID-19, Ahmad Arif, dalam konferensi pers, Senin.
Ahmad mengatakan fasilitas kesehatan Indonesia saat ini sudah mencapai titik kolaps, “bahkan untuk menampung mereka yang bergejala ringan dan sedang saja sudah tidak mampu.”
Kementerian Kesehatan tidak sepakat bahwa kelangkaan tenaga kesehatan juga penuhnya rumah sakit menandakan kolapsnya sistem kesehatan Indonesia. “Kolaps tidak, tapi overcapacity iya, yang membuat dokter dan perawat juga harus bekerja ekstra,” kata Siti Nadia.
Penasihat Senior Urusan Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diah Saminarsih, menuturkan mayoritas kasus kematian pasien saat isolasi mandiri terjadi karena penurunan saturasi oksigen secara mendadak.
“Ini banyak terjadi pada pasien lanjut usia dengan penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes. Sementara, puskesmas yang tersebar di kelurahan juga tidak memiliki kemampuan untuk memberi pertolongan darurat akibat terbatasnya tenaga kesehatan dan tidak cukupnya perlengkapan medis,” kata Diah, pada konferensi pers yang sama.
Vaksin berbayar
Sementara itu, PT Kimia Farma (Persero) Tbk memutuskan untuk menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar hingga waktu yang belum ditentukan, setelah muncul kecaman dari berbagai pihak.
“Banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi gotong royong individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta,” kata Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro dalam keternagan tertulisnya, Senin.
Direktur Utama Kimia Farma Diagnostika, Agus Chandra pada Minggu, mengumumkan layanan pembelian vaksin Sinopharm dengan harga sekitar Rp800 ribu untuk dua dosis penyuntikan bakal tersedia di delapan klinik milik perusahaan mulai hari ini.
Perusahaan mengatakan telah mengantongi pasokan hingga 1,5 juta dosis vaksin buatan farmasi Cina dengan efikasi mencapai 78,2 persen melalui jalur pembelian swasta tersebut.
Namun rencana itu menimbulkan penolakan dari banyak pihak. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut kebijakan ini tidak etis dan membingungkan karena bisa menimbulkan kecemburuan bagi masyakat lain yang mendapatkan vaksin gratis dengan efikasi lebih rendah.
“Bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik dan yang gratis lebih buruk kualitasnya,” kata Tulus, “dari sisi komunikasi publik, ini sangat jelek.”
Mayoritas dari total 36,3 juta warga—termasuk tenaga kesehatan—yang telah melakukan vaksinasi pertama menerima dosis vaksin dari Sinovac dengan tingkat efikasi 65,3 persen.
Pernyataan senada dikeluarkan salah satu anggota COVID Survivor Indonesia, Juno Simorangkir. “Kami mendorong vaksin ini diberikan secara gratis dan secepat mungkin karena sangat tidak etis memungut biaya dari masyarakat di tengah kondisi seperti sekarang ini,” kata Juno.
Merespons hal ini, Budi Sadikin mengatakan vaksin gotong royong individu merupakan opsi dalam penyediaan vaksin COVID-19. “Apakah masyarakat mengambil atau tidak, prinsipnya pemerintah membuka opsi luas, baik melalui perusahaan maupun individu,” kata Budi.
Menkes menambahkan, opsi vaksin berbayar juga dilakukan untuk menyasar kegiatan usaha yang belum mendapat akses dari program vaksin gotong royong yang digelar Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia juga para warga negara asing (WNA) yang memiliki izin bekerja resmi di bidang seni dan kuliner.
Per akhir Juni, Kadin Indonesia mencatat total unit usaha yang sudah terdaftar dalam program vaksin gotong royong telah mencapai lebih dari 28.000 perusahaan dengan total pekerja 10,5 juta orang.
Vaksin gotong royong adalah bagian dari program pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 untuk mempercepat pemenuhan vaksinasi gratis kepada 181,5 juta penduduk melalui pihak swasta.
Pengadaan vaksin mandiri akan dilakukan perusahaan pelat merah, PT Bio Farma (Persero), untuk kemudian dijual kembali ke pengusaha tanpa boleh dibebankan biayanya kepada karyawan.
Turun peringkat
Pandemi yang berkepanjangan juga berdampak pada terpuruknya ekonomi dalam negeri. Bank Dunia kini menempatkan Indonesia pada kategori negara kelas menengah bawah atau lower middle income, turun dari posisi sebelumnya di level atas untuk negara berpendapatan menengah atas pada tahun lalu
Penilaian laporan Bank Dunia terkini mencatat pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI) per kapita Indonesia tahun 2020 turun menjadi USD 3.870. Tahun lalu, Indonesia berada di level atas untuk negara berpendapatan menengah atas dengan GNI sebesar USD 4.050 per kapita. [BenarNews]