Covid Bisa Perburuk Krisis Pangan: Indonesia dan Dunia Butuh Tindakan Cepat
![](https://jernih.co/wp-content/uploads/famine-hunger.jpg)
Indonesia menempati peringkat ke-70 dari 117 negara yang memenuhi syarat Indeks Kelaparan Global pada tahun 2019.
JERNIH– Indonesia menduduki peringkat ke-70 dari 117 negara yang memenuhi syarat Indeks Kelaparan Global pada tahun 2019, dan pandemi yang meluas mengancam memperburuk keadaan tersebut. Meningkatkan produksi dan kualitas pangan dengan pendekatan berkelanjutan membutuhkan tindakan segera yang dipimpin oleh penelitian dan inovasi di sektor pertanian
Temuan terbaru Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menunjukkan lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia kelaparan, dengan 90 persen di antaranya di negara berkembang. Ini melibatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan serta kekurangan gizi, vitamin atau mineral yang tidak memadai, obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan diet. Kelaparan merupakan parameter mudah untuk mencirikan kerawanan pangan dan malnutrisi secara tidak langsung.
Indonesia menempati peringkat ke-70 dari 117 negara yang memenuhi syarat Indeks Kelaparan Global pada tahun 2019. Peringkat tersebut menunjukkan masalah kelaparan yang parah di negara tersebut yang menyebabkan tingginya jumlah kasus pertumbuhan kerdil (kretinisme), sebagian besar disebabkan oleh nutrisi yang tidak mencukupi dalam makanan anak. Hal tersebut terkait erat dengan kondisi ekonomi yang buruk, dan Covid-19 membuat situasi semakin pelik.
Indonesia telah menerapkan kebijakan yang membantu masyarakat miskin dengan bantuan tunai dalam jumlah kecil, dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memperoleh makanan atau membeli kebutuhan pokok. Namun program tersebut tidak menyelesaikan masalah dalam jangka panjang, karena bantuan hanya berfungsi sebagai jaring pengaman sementara selama pandemi.
Di penghujung tahun 2019, Indonesia dikabarkan dilanda kelaparan sebanyak 22 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat setelah pandemi Covid-19, karena angka pengangguran bisa meningkat hingga lebih dari 12 juta orang.
Persoalan penyediaan pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk ekologi. Ada lahan terbatas untuk pengembangan pertanian baru. Saat ini, separuh dari semua tanah layak huni di Bumi digunakan untuk pertanian. Di Jawa sendiri, ribuan hektare lahan pertanian telah diubah menjadi perumahan atau pengembangan industri. Dengan sedikit kemungkinan untuk berkembang, meningkatkan produksi pangan per hektar adalah pilihan terbaik.
Menemukan cara untuk meningkatkan produksi dan kualitas pangan dengan pendekatan berkelanjutan memerlukan tindakan segera dari berbagai pemangku kepentingan. Tindakan ini harus dimulai dengan penelitian dan inovasi di bidang pertanian. Kombinasi investasi dalam penelitian intensif, kolaborasi, dan pengembangan teknologi telah menyebabkan revolusi hijau. Menciptakan berbagai spesies yang dapat tumbuh subur di lahan suboptimal, menggunakan air secara efisien, dan memiliki hasil yang lebih tinggi akan berguna untuk produksi pangan.
Pertanian berkelanjutan dan peka nutrisi adalah solusi jangka panjang untuk mengatasi kelaparan secara lokal dan global. Prinsip keberlanjutan mencakup pengelolaan air, penyediaan pasar komoditas, serta distribusi dan diversifikasi pangan yang efisien. Jika ini diterapkan dengan benar, mengurangi malnutrisi dimungkinkan tanpa mengorbankan lingkungan.
[Nurul Ihsan dan Julian Trilaksana; Yayasan Tay Juhana/ South China Morning Post]