Crispy

Di Hari Buruh, Tiga Kriminolog Bicara Korupsi

Kriminolog dari Universitas Islam Riau, Dr Kasmanto Rinaldi menjelaskan kuatnya konsep patron-klien dari kejahatan korupsi di Indonesia. Hal ini banyak juga ditemukan di wilayah Asia Tenggara.

JERNIH—Korupsi memang fenomena yang tak akan habis dibicarakan. Apalagi tema tersebut begitu dekat dengan keseharian kita, rakyat Indonesia yang seringkali dikejutkan dengan betapa tega dan tak bermalunya ‘orang-orang baik’ menyantap hak-hak sesama.

Dengan tema “Dampak Korupsi Terhadap Kesejahteraan Buruh”,  Asosiasi Program Studi Kriminologi Indonesia (APSIKI) mengadakan diskusi publik secara daring, di hari buruh internasional, Sabtu, 1 Mei 2021. “Acara ini memang diselenggarakan dalam rangkaian peringatan Hari Buruh,” kata Chazizah Gusnita, ketua Program Studi Kriminologi Universitas Budi Luhur. Chazizah saat juga merupakan koordinator APSIKI.

Tiga pembicara dalam diskusi tersebut adalah Dr. I Made Martini Puteri, ketua Departemen Kriminologi Universitas Indonesia; Dr. Kasmanto Rinaldi dari Program Studi Kriminologi Universitas Islam Riau, dan DR Supriyono B Sumbigo, dari Program Studi Kriminologi Universitas Budi Luhur. Sedangkan kriminolog terkemuka Prof.  Adrianus Meliala, PhD bertindak membawakan pengantar diskusi.

Dalam perbincangan terangkat, korupsi merupakan kejahatan kerah putih sudah mendarah daging di Indonesia. Bertahun-tahun Indonesia berupaya meminimalisasi kejahatan korupsi ini di tengah-tengah masyarakat. Namun, lagi-lagi korupsi ini masih terus terjadi. Tentu saja karena korupsi memang dilakukan oleh orang-orang yang profesional.

Bahkan, para peserta diskusi melihat, kejahatan korupsi juga memberi dampak besar bagi buruh. Hal ini dilihat dari keluarnya UU Omnibus Law beberapa waktu lalu yang sempat ramai diprotes. Dalam konteks pembuatan UU Omnibus Law, terdapat aktor-aktor yang sangat berpengaruh dalam mengintervensi hukum.

“Orang kuat bisa membuat kebijakan. Dalam konteks pembuatan Omnibus Law, ada aktor-aktor tertentu yang tidak kelihatan namun sangat berpengaruh, menghasilkan UU Cipta Kerja yang merugikan dan punya banyak kepentingan. Banyak kalangan, misalnya politisi, memiliki akses yang sangat dekat dengan sumber ekonomi dan korporasi,” ujar kriminolog dari Universitas Budi Luhur, Dr Supriyono B Sumbogo dalam paparannya.

Kecurigaan tersebut, menurut Supriyono, bisa terlihat dengan begitu mudahnya UU Omnibus Law diketuk palu dan disahkan DPR. Padahal, dari sekian banyak pasal yang ada di UU Omnibus Law, dengan terang benderang banyak hal yang berpotensi merugikan para buruh. “Salah satunya adalah ditiadakannya Upah Minimum Regional (UMR),” kata dia. Supriyono menengarai hal tersebut juga dalam hubungannya dengan proporsi pengusaha yang menjadi anggota DPR pada periode yang tengah berjalan saat ini.

Sementara itu kriminolog Universitas Indonesia, Dr Ni Made Martini Putri,  mengatakan dalam sisi tertenu korupsi adalah perilaku prososial. Kejahatan korupsi memang merugikan masyarakat, namun bagi kelompok pelaku, korupsi justru merupakan kegiatan prososial yang menguntungkan kelompok tersebut. Bahkan sekarang, tak jarang terjadi korupsi yang dilakukan oleh kelompok profesional berusia muda,  sekitar 20-30 tahun.

“Perilaku pelanggaran hukum sulit diketahui. Siapa pelaku adalah sulit karena kelompok profesional,” katanya.

Berbagai alasan koruptor dalam membela diri bahwa tindakannya merupakan bagian dari kepentingan banyak orang sehingga pelanggaran boleh dilakukan. Selain itu, rasionalisasi yang diberikan pelaku sebagai alasan pelanggaran karena nilai-nilai pelanggaran tidak lebih besar daripada nilai kebaikan yang dilakukan mereka.

Yang membuatnya lebih prihatin, kata Ni Made, korupsi di Indonesia lebih sering dilakukan kalangan terhormat atau pejabat publik. Dimensi kekuasaan begitu kental terjadi dalam kejahatan korupsi.

Hal tersebut dikuatkan kriminolog dari Universitas Islam Riau, Dr Kasmanto Rinaldi. Kasmanto menjelaskan kuatnya konsep patron- klien dari kejahatan korupsi di Indonesia. Hal ini banyak juga ditemukan di wilayah Asia Tenggara.

Sementara soal buruh, ia melihat dengan pandangan muram. “Bicara soal buruh adalah orang yang digaji, diupah, diperintah dan ditentukan dalam waktu tertentu sesuai dengan undang-undang. Kita bisa melihat diri kita sekarang buruh itu secara luas. Cenderung buruh itu adalah kuli,”ujar Kasmanto. [ ]

Back to top button