Distribusi Bantuan Skala Besar Siap Memasuki Gaza setelah Gencatan Senjata

- Seorang juru bicara UNRWA mengatakan, badan tersebut memiliki 6.000 truk berisi bantuan yang siap memasuki wilayah tersebut.
- Medical Aid for Palestinians (MAP) menyatakan bahwa mereka juga siap untuk meningkatkan respons medis dan kemanusiaan lebih lanjut.
JERNIH – Bantuan menumpuk di perbatasan Jalur Gaza menunggu untuk meringankan krisis kemanusiaan di daerah kantong itu. Pengumuman gencatan senjata memungkinkan masuknya secara massal bantuan didistribusikan PBB yang sejak Maret lalu mengalami pemblokiran.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers kemarin, organisasi bersama mitranya siap membantu masuknya dan mendistribusikan bantuan ke Gaza. “Kami memiliki keahlian, jaringan distribusi, dan hubungan masyarakat yang siap untuk bertindak,” ujarnya. “Persediaan sudah tersedia, dan tim kami siaga. Kami dapat meningkatkan bantuan makanan, air, medis, dan tempat tinggal sekaligus,” kata Guterres.
Persediaan telah terkumpul di perbatasan Gaza dan di berbagai depot di seluruh wilayah tersebut sejak Israel mengumumkan pengepungan di daerah kantong itu pada 3 Maret. Bersamaan dengan pengepungan Israel terdapat pembatasan operasi badan PBB untuk pengungsi Palestina ( UNRWA ), yang merupakan tulang punggung jaringan distribusi bantuan di daerah kantong tersebut.
Mekanisme tersebut digantikan dengan Yayasan Kemanusiaan Gaza Israel-Amerika ( GHF ) dan dikecam luas karena memiliterisasi bantuan sehingga mengakibatkan tewasnya sedikitnya 2.615 warga Palestina yang berupaya mengumpulkan bantuan.
Saat Gaza menunggu bantuan mulai masuk, juru bicara UNRWA Jonathan Fowler mengatakan kepada The New Arab bahwa pihaknya memiliki persedian bantuan senilai setara dengan 6.000 truk di Mesir dan Yordania yang menunggu untuk memasuki daerah kantong tersebut. Bantuan mencakup kebutuhan pokok mulai dari makanan dan pasokan medis hingga tempat berlindung dan pakaian musim dingin.
Ia menegaskan bahwa sementara jaringan distribusi bantuan badan tersebut masih ada, kendati ada serangan gencar Israel di wilayah tersebut, yang selain menghancurkan infrastruktur, telah menewaskan lebih dari 370 pekerja kemanusiaan dan menimbulkan tekanan psikologis luar biasa.
“Fasilitas kami telah rusak di sekitar Jalur Gaza, sekolah, pusat kesehatan, gudang; begitu banyak kerusakan yang terjadi, namun kami tetap menjadi pemain terbesar dan potensial untuk peningkatan operasi bantuan di masa mendatang,” kata Fowler.
Ia menambahkan bahwa prioritas bantuan di Gaza “beragam” karena skala krisis, yang telah memengaruhi makanan, obat-obatan, tempat berlindung, dan air, dan masih banyak lagi. “Masyarakat di Jalur Gaza benar-benar membutuhkan segalanya. Tidak diragukan lagi, maksud saya, semuanya harus datang secara massal,” ujarnya.
Dalam pernyataan yang dirilis Medical Aid for Palestinians (MAP), organisasi tersebut menyatakan bahwa mereka juga siap untuk meningkatkan respons medis dan kemanusiaan lebih lanjut, serta membantu membangun kembali sistem kesehatan Gaza yang hancur segera setelah akses dipulihkan.
Sebagai bagian dari ini, MAP menyerukan pembebasan semua petugas kesehatan yang ditahan, agar pasien dan staf medis dapat bepergian dengan aman. Direktur MAP Gaza, Fikr Shalltoot, mengatakan, ia sekarang fokus untuk memastikan bahwa MAP siap mendukung masyarakat Gaza dengan mengadaptasi programnya.
“Saya berharap skala intervensi kami akan meningkat secara signifikan. Saya berharap gencatan senjata akan memungkinkan tim kami bergerak dengan aman, menjangkau mereka yang membutuhkan, dan menyediakan layanan kesehatan dengan cara yang bermartabat,” kata Shalltoot.
Selain hancurnya infrastruktur medis Gaza, krisis kemanusiaan di Gaza mengakibatkan wilayah utara daerah kantong itu ditetapkan sebagai daerah kelaparan oleh IPC yang didukung PBB, dengan ratusan orang meninggal karena kelaparan selama perang.
Sambil menyerukan masuknya bantuan tanpa batas ke daerah kantong itu, Oxfam International menyerukan penyelidikan terhadap kelaparan setelah berakhirnya perang. “Tindakan Israel yang sengaja menyebabkan kelaparan, pengungsian paksa, dan penghancuran infrastruktur sipil selama dua tahun terakhir harus diselidiki sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional dan mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban,” ujar Direktur Eksekutif Amitabh Behar.
“Para pemimpin dunia harus memastikan gencatan senjata ini ditegakkan oleh semua pihak, bahwa mereka yang melakukan kejahatan perang diselidiki dan dituntut, dan hak asasi rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri ditegakkan,” tambah Amitabh.
Perang Israel di Gaza dan krisis kemanusiaan yang diakibatkannya telah menyebabkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant didakwa oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan perang.