Empat Catatan Penting Dari KontraS Kepada IKN
Jika ini benar dilakukan, penurunan aparat keamanan tentu akan dikedepankan dalam rangka menghadapi persoalan yang kemudian dianggap sebagai ancaman berbahaya bagi lokasi tersebut. Melihat polanya, KontraS menjadikan ini catatan penting dan khawatir pendekatan seperti ini malah meresahkan dan menakuti masyarakat.
JERNIH-Ada empat catatan penting yang disodorkan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dalam upaya Pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Salah satunya, potensi pelanggaran HAM baik dalam prose atau saat sudah dilakukan.
Dalam keterangan persnya secara virtual, Rozy Brilian bilang, pihakya sudah mengidentifikasi potensi pelanggaran HAM yang sudah dituangkan dalam laporan catatan kritis pelanggaran HAM di balik pemindahan ibu kota baru.
Catatan penting pertama, yakni pengabaian hak atas partisipasi. Sebab pembahasan yang dilakukan dalam merumuskan RUU IKN hingga menjadi Undang-Undang, hanya memakan waktu 43 hari saja dari mulai Pansus dibentuk sampai disetujui bersama di rapat paripurna.
Hal ini, menurut KontraS sangat minim melibatkan publik, hingga dianggap bertentangan dengan sejumlah ketentuan Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 96 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).
“Di dalam aturan itu dijelaskan, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tulis KontraS dalam laporan tersebut.
Undang-Undang itu juga mengamanatkan bahwa dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan dengan azas keterbukaan. Makna persis soal keterbukaan yakni, bahwa dalam mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan harus bersifat transparan dan terbuka.
Dengan begitu, semua lapisan masyarakat mempunyai kesempatan sama guna memberi masukan dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangannya. Sayangnya, prinsip pokok dalam penyusunan UU IKN tak tergambar sebab publik tak diajak bicara secara luas untuk membahas kemungkinan terburuk dari pindahnya IKN.
DPR dan Pemerintah, di mata KontraS, terlihat sibuk sendiri tanpa membangun diskursus secara masif di tengah masyarakat.
Selain ruang partisipasi yang minim, catatan kedua yang disodorkan KontraS adalah akses informasi yang tak utuh dan transparan. Padahal, soal ini sifatnya esensial bagi masyarakat untuk mengetahui perencanaan dari pembangunan ibu kota tersebut.
KontraS menilai, hak atas informasi merupakan paling mendasar yang dijamin konstitusi. Makanya, negara memiliki tanggung jawab menjamin terpenuhinya akses informasi, terlebih terhadap urusan yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Konsep yang dan data luasan secara rinci, tak pernah dibuka secara transparan dan akuntabel. Dan Pemerintah, cenderung melempar isyu atau keputusan pemindahan ibu kota ke publik dengan atmosfir ramai dengan asumsi, diskusi, kegaduhan hingga melahirkan kebingungan di tengah masyarakat.
Ketka masyarakat ingin melemparkan kritik pun, tak ada data yang matang sebab memang tak pernah dibuka secara detail.
Catatan penting berikutnya, terkait mempertahankan fungsi hutan serta keaneka ragaman hayati sebab sudah dijamin pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Memang, Pemerintah melalui Kepala Bappenas mengklaim bahwa kawasan IKN, sebanyak 80 persennya akan dibiarkan menjadi hutan. Namun, wilayah tersebut diketahui sebagai ruang jelajah dan pelepasliaran Orang Utan hasil rehabilitasi. Sementara Teluk Balikpapan yang juga disentuh, merupakan kawasan konservasi tinggi dengan keragaman flora-fauna di dalamnya.
Arus urbanisasi dan pembangunan yang akan terjadi di IKN baru, tentu bakal memindahkan masalah lingkungan yang terjadi di Jakarta ke Kalimantan seperti terganggunya kualitas udara dan terbatasnya sumber air. Apalagi, persoalan bahan baku infrastruktur hingga saat ini belum dibicarakan.
Bisa saja, pengerukan sumber daya alam di daerah lain untuk pembangunan IKN malah melahirkan kerusakan sebab terjadi pengerukan massal yang lagi-lagi, lantaran informasi tak dibuka secara rinci, muncul kekhawatiran soal ini.
Selama ini, Pemerintah cenderung menggunakan pendekatan keamanan ke beberapa proyek seperti proyek strategis nasional, kawasan ekonomi khusus dan objek vital nasional. Cara ini, tentu juga akan dilakukan untuk mengawal pembangunan IKN yang statusnya sebagai kawasan strategis nasional berdasar pasal 1 angka 1 UU IKN.
Jika ini benar dilakukan, penurunan aparat keamanan tentu akan dikedepankan dalam rangka menghadapi persoalan yang kemudian dianggap sebagai ancaman berbahaya bagi lokasi tersebut. Melihat polanya, KontraS menjadikan ini catatan penting dan khawatir pendekatan seperti ini malah meresahkan dan menakuti masyarakat.[]