CrispyDesportare

Final Liga Champions 2022: Luis Diaz, Produk Pertama Suku Asli Kolombia

  • Di Kolombia, bakat sepak bola melulu datang dari komunitas Afro-Kolombia dan keturunan Spanyol.
  • Luis Diaz adalah anak Suku Wayuu, penduduk asli Kolombia, yang menempat diri menjadi legenda.

JERNIH — Dua puluh tahun lalu di salah satu sudut Barrancas, kota kecil di Kolombia, seorang anak pribumi asli berlari tanpa alas kaki di lapangan berdebu, menendang bola, dan mencetak gol. Kini, bocah bernama Luis Diaz itu di ambang mengangkat trofi Liga Champions bersama Liverpool.

Sekujur Barrancas, terutama Suku Wayuu — salah satu pribumi asli Kolombia — memimpikan hal itu. Mereka ingin melihat Luisfer yang kurus dan pemalu mengangkat trofi sepak bola paling bergengsi di Eropa.

Luisfer adalah panggilan Luis Diaz kecil, ketika bersama rekan-rekan sekampung dan sesama Suku Wayuu bermain di lapangan tak layak pakai.

Suku Wayuu tinggal di pedalaman gurun di departemen La Guajira utara, berbatasan dengan Laut Karibia di barat laut dan Venezuela di tenggara.

Diaz, fenomena baru Liverpool, lahir, besar, dan dibentuk, dalam tradisi Suku Wayuu. Sejak kecil ia berlatih di bawah bimbingan Luis Manuel, ayahnya yang juga pelatih sekolah sepak bola di kota berpenduduk 38 ribu jiwa.

Diaz menyita perhatian penduduk kota dengan kecepatan, ketangguhan, dan kemampuan menekuk lawan dengan bola tak lepas dari kaki.

“Luis Diaz adalah produk tradisi Suku Wayuu,” kata Yelkis Diaz, paman pemain yang dibeli The Reds dari FC Porto 45 juta euro, atau Rp 703,8 miliar.

Menurut Yelkis, transportasi masyarakat miskin adalah berlari dan jogging sekian kilometer. Luis Diaz melakukannya setiap hari.

Luis Diaz, menurut Yelkis, adalah penduduk asli Kolombia pertama yang mencapai level elite sepak bola Eropa. Biasanya, pemain Kolombia berasal dari komunitas Afro-Kolombia di Pantai Pasifik, atau keturunan Spanyol.

Populasi suku-suku asli Kolombia adalah 4,4 persen dari 50 juta penduduk Kolombia. Kebanyakan hidup miskin di pedalaman, atau menjadi buruh kasar di kota.

Di Barrancas, generasi muda hanya punya sedikit pilihan hidup; jika tidak bekerja untuk perusahaan multinasional yang mengeksploitasi El Cerrejon, tambang batubara terbesar di Amerika Latin, ya bermimpi bermain sepak bola dan melantunkan musik rakyat Vallenato.

Diaz kecil sering berjalan di lapangan kota dengan kaki telanjang dan mengenakan jersey Barrio Lleras — klub lokal yang pernah diperkuat ayahnya

“Bermain di lapangan tak layak hampir setiap hari membuat Diaz mampu mengembangkan bakat,” kata Yelkis. “Ia berlari mengendalikan bola di lapangan berbatu, berlubang, dan berdebu. Ia bisa melakukannya karena tak pernah menyerah.”

Termiskin

La Guajira adalah departemen termiskin di Kolombia, dengan dua per tiga penduduk hidup di bawah garis kemiskinan absolut. Lebih 5.000 anak-anak meninggal akibat kelaparan dalam satu dekade terakhir.

Diaz relatif beruntung. Ia lolos dari ancaman kelaparan, dan menjalani hidup normal sampai usia remaja.

Ketika harus meninggalkan rumah, anggota Suku Wayuu melepasnya dengan penuh harap. Setiap kali kembali ke kampung halaman untuk liburan, Diaz melepas sepatu dan berjalan ke mana pun tanpa alas kaki.

“Ia selalu ingin merasakan suasana tanah kelahiran,” kata Yelkis.

Terakhir, Diaz kembali ke Barrancas Juli 2021. Bukan hanya Suku Wayuu yang menyambut tapi sekujur kota.

Saat itu ia tampil luar biasa di Copa America dan mengakhiri kompetisi sebagai pencetak gol terbanyak bersama Lionel Messi. Diaz memang belum memberikan gelar untuk negaranya.

Dalam wawancara baru-baru ini, Diaz mengatakan; “Gaya bermain saya menunjukan akar saya, tempat saya dibesarkan.”

Disaksikan Valderama

Tahun 2015 komunitas Suku Wayuu ikut serta dalam turnamen sepak bola masyarakat pribumi di Kolombia. Turnamen itu yang pertama, dan kini menjadi tradisi.

Carlos Valderama, legenda sepak bola Kolombia, berada di tribun untuk melihat bakat yang akan dipilih untuk mewakili Kolombia di turnamen kontinental di Cile.

Saat itu, Diaz dan Daniel Bolivar — gelandang serang berbakat — menjadi bintang. Namun, Bolivar tidak ingin mengikuti jalan Diaz. Ia kini menjadi operator mesin di El Cerrejon.

Sukses Diaz di Eropa membuat pemerintah Barrancas tergerak membangun lapangan sintetis. Sebab, padang rumput adalah sesuatu yang mustahil karena air hanya tersedia tiga hari dalam sepekan.

Namun, Diaz bukan pemain pertama yang berasal dari Barrancas. Tahun 1970-an, Barrancas punya Arnoldo Iguaran, pencetak gol terbanyak Kolombia yang pensiun tahun 1990. Rekor Iguaran dilewati Radamel Falcao tahun 2015.

John Angarita, presiden FC La Guajira, kini membuka pintu bagi pemuda pribumi dari Barrancas. Ia menilai penduduk asli memiliki ketangguhan fisik yang membuatnya mampu bermain sepanjang laga.

Kini, Diaz adalah figur impian anak-anak sekolah sepak bola. Ada 70 anak di sekolah itu, sebagian berasal dari keluarga korban konflik bersenjata tak berkesudahan di Kolombia.

“Melihatnya di televisi membuat saya berpikir saya bisa berada di sana,” kata Denilson Pushaina, bek FC La Guajira berusia 23 tahun. “Diaz membuat semua orang kini menoleh ke Suku Wayuu dan budaya asli.”

Back to top button