Francia Marquez, Dari Pembantu Rumah Tangga ke Kursi Wakil Presiden Kolombia
- Francia Marquez berjalan 500 kilometer selama 10 hari untuk menentang pembangunan bendungan.
- Perjuangannha menginspirasi komunitas Afro-Kolombia untuk menjaga lingkungan.
JERNIH — Hari ini, Senin 20 Juni, Kolombia membuat sejarah dengan memilih mantan gerilyawan kiri dan wanita Afro-Kolombia mantan pembantu rumah tangga sebagai wakil presiden.
Keduanya adalah Gustavo Petro dan Francia Marquez.mengaalahkan Rodolfo Hernandez, juragan tambang dan orang terkaya di Kolombia, dalam pemilihan dua putaran.
Jika kemenangan Petro adalah sejarah. Kehadiran Marquez di kursi wakil presiden lebih dari sekedar sejarah.
Sebelum digandeng Petro, Marques — orang tua tunggal yang menghiduni anaknya dengan menjadi pembantu rumah tangga — menantang kepentingan pertambangan internasional. Ia adalah aktivis lingkungan yang memperjuangkan hak penambang tradisional.
Saat kampanye, Marquez tanpa malu-malu dan penuh semangat memperlihatkan identitasnya sebagai Afro-Kolombia. Ia tampil mempesona publik dengan keberaniannya menantang status quo, seraya menyodorkan gagasan akan masa depan lebih cerah.
“Sudah waktunya beralih dari perlawanan ke kekuasaan,” kata Marques yang berusia 40 tahun seraya mengangkat tinjunya.
Petro menggandeng Marquez bukan tanpa alasan. Ia ingin tidak hanya jedapolitik, tapi juga sosial di negara yang secara historis menyangkal rasisme.
Marquez tahu tugas apa yang diembankan kepadanya. Ia menyoroti elitisme Eropa di Kolombia, membuka diskusi tentang rasisme di negara yang mengidentifikasi diri Mestizo, atau ras campuran, dan menyimpan rasisme di bawah meja.
Kisah Luar Biasa
Lahir tahun 1981 di desa kecil di wiayah Cauca, barat daya Kolombia, Marquez tumbuh bersama ibunya. Usia 15 Marquez menjadi aktivis lingkungan. Setahun kemudian dia hamil anak pertamanya.
Setelah melahirkan, Marquez dipaksa bekerja di tambang emas untuk memberi makan ibu dan anaknya. Setelah itu dia menjadi pembantu rumah tangga.
Marquez memahami isu lingkungan. Ia tahu sebuah peruashaan multinasional ingin meluncurkan proyek perluasan bendungan Sungai Ovejas, yang akan menggusur komunitasnya.
Sejak abad ke-17, komunitas Afro-Kolombia bermukim di tepi Sungai Ovejas. Mereka mengolak tanah pertanian dan menambang sebagai penghasilan utama sampai beberapa generasi.
Jalan Kaki 500 Kilometer
Perjuangan Marquez ditandai dengan kampanye penyelamatan Sungai Ovejas, dan pembelaan hak-hak Afro-Kolombia melestarikan tanah mereka.
Selama 20 tahun terakhir Marquez tak henti melawan perusahaan multinasional yang mengeksploitasi kawasan sekitar Sungai Ovejas, dan terkadang mengusir paksa penduduk.
Tahun 2014, berkat perjuangan tanpa pamrih, Marquez dikenal luas. Saat itu ia memerangi penambang ilegal di sepanjang sungai yang menggunakan merkuri yang mengancam keanekragaman hayati.
Ia mengorganisir pawai sorban yang melibatkan 80 wanita Afro-Kolombia, berjalan kaki sejauh 500 kilometer selama 10 hari menuju Bogota, ibu kota Kolombia. Di Bogota, 80 wanita itu berdemo selama 20 hari tanpa henti di depan Kementerian Dalam Negeri.
Marquez dan 80 wanit itu menang. Pemerintah Kolombia berjanji menghancurkan semua pertanian dan pertambangan ilegal di sekitar Sungai Ovejas.
Ia betahan di Bogota untuk sekolah dan memperoleh gelar sarjana hukum. Ia menggelar berbagai forum, mengajar di universitas, dan menyampaikan pidato di hadapan tokoh politik dan LSM.
Untuk semua itu Marquez mendapat Goldman Awards, setara dengan Hadian Nobel tapi untuk bidang lingkungan, pada 2018. Tahun beirkut namanya tercatat dalam 100 wanita paling berpengaruh versi BBC.
“Saya adalah orang yang bersuara untuk menghentikan pengrusakan sungai,hutan, dan tegalan,” katanya. “Saya adalah orang yang bermimpi suatu hari manusia mengubah model ekonomi kematian dan membuka jalan bagi pembangunan kehidupan.”
Pemerintah Memunggungi Rakyat
Tahun 2020 Marquez memutuskan terjun ke politik dan blak-blakan menyampaikan ambisinya. “Saya ingin mencalonkan diri sebagai presiden,” katanya. “Saya ingin penduduk negeri ini bebas dan bermartabat.”
Di Twitter, Marquez meluncurkan gerakan Soy porque somos, atau say ada karena kita ada. Ia menulis; “Saya ingin wilayah kita menjadi tempat kehidupan.”
Tahun 2022 ia mencalonkan diri dalam pemilihan pendahuluan presiden dari koalisi Pakta Bersejarah, dan membuat kejutan dengan berada di urutan ketiga. Itulah yang mendorong Petro memilihnya sebagai pasangan.
Fokus kampanye politiknya adalah melestarikan tanah Afro-Kolombia, dan terus mengingatkan komunitasnya akan asal-usulnnya.
“Saya wanita Afro-Kolombia, ibu tunggal dari dua anak yang melahirkan anak pertama pada usia 16, dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk membayar tagihan,” katanya saat berkampanye.
“Saya juga aktivis lingkungan pemenang penghargaan. Saya juga pengacara yang bisa menjadi wakilpresiden kulit hitam pertama Kolombia,” lanjutnya.
Olga Lucia Gonzales, peneliti asosiasi dan spesialis Kolombia di Universitas Paris-Diderot, mengatakan ada banya kemarahan publik terhadap kelas politik dalam beberapa bulan terakhir, terutama berkaitan pandemi Covid-19.
“Marquez berasal dari masyarakat sipl, bukan elit politik tradisional. Ia memainkan itu itu dan sangat menguntungkannya,” lanjut Gonzales.
Kontribusi besar Marquez, masih menurut Gonzales, adalah kemampuannya mengatasi masalah yang diabaikan. Dalam segala hal, dia adalah wanita, hitam, Afro-Kolombia, dan membawa masalah-masalah yang terlupakan, seperti hubungan dengan kolonialisme, seksisme, dan rasisme.
Bukan Satu-satunya
Marque bukan satu-satunya Afro-Kolombia dalam pemilihan presiden ini. Setidaknya ada dua nama lagi; Caterine Ibarguen dan Zenaida Martinez, dan mengusung isu yang sama; melawan diskriminasi ganda yang dihadapi perempuan kulit hitam.
Diskriminasi itu tercermin dalam kehidupan politik Kolombia. Hanya ada satu kulit hitam di pemerintahan yang akan datang dan hanya dua di parlemen.
Padahal, populasi Afro-Kolombia di Kolombia terbesar kedua di Amerika Latin. Data sensus menunjukan Afro-Kolombia 6,2 persen dari populasi Kolombia, angka yang menurut ahli demografi sangat diremehkan.
Saat ini, bersama masyarakat adat Kolombia, Afro-Kolombia hidup dalam kemiskinan absolut, kekerasan, dan perampasan tanah. Kali ini Marquez akan melawan semua itu dari posisinya sebagai wakil presiden.