Gagal Rebut Kyiv dan Pasukan Chechnya Dihancurkan, Presiden Putin Marah
- Pasukan Khusus Chechnya dihancurkan di Hostomel, timur laut Kyiv.
- Jenderal Magomed Tushaev, komandan Resimen Bermotor ke-141 dari Garda Nasional Chechnya, tewas.
- Di Kharkiv, pasukan Rusia dipaksa bertempur di jalan-jalan dan Ukraina menerapkan perang gerilya kota.
JERNIH — Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan naik pitam setelah menerima kabar pasukannya gagal merebut Kyiv dan Kharkiv, dan konvoi Pasukan Khusus Chechnya dihancurkan.
Mengutip sumber intelejen Barat, The Sun melaporkan Presiden Putin mengatakan siap mengorbankan 50 ribu pasukannya untuk merebut seluru Ukraina.
Sampai hari keempat serangan ke Kyiv, pasukan Rusia masih belum mengambil kendali seluruh kota. Tentara Ukraina dan sipil bersenjata memaksa pasukan Rusia bertempur di jalan-jalan, dengan tank-tank dan kendaraan pengangkut menjadi sasaran empuk.
Baca Juga:
- Elon Musk Bantu Ukraina Lewat Starlink
- Juragan Rusia Roman Abramovich Serahkan Kendali Chelsea ke Yayasan Amal
Di Kharkiv, pasukan Rusia juga dipaksa bertempur di jalan-jalan, menghadapi pasukan Ukraina yang menjalankan strategi perang kota. Sejauh ini Kharkiv masih dalam penguasaan Ukraina.
Selain kegagalan pasukannya merebut Kyiv dan Kharkiv, Putin juga kecewa dengan dua republik separatis di Ukraina; Donbass dan Luhansk. Serta kehancuran Pasukan Khusus Chechnya.
Situs Kiev Independent melaporkan konvoi Pasukan Khusus Chechnya, dengan 56 tank dan kendaraan lapis baja, dihancurkan di dekat Hostomel — timur laut Kiev.
Interfax Agency Ukraine melaporkan Jenderal Magomed Tushaev, komandan Resimen Bermotor ke 142 Garda Nasional Chechnya, tewas dalam perempuran itu.
Rencananya, Pasukan Khusus Chechnya menjalankan tugas khusus, yaitu membunuh semua pejabat militer dan pemerintah Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menjadi target pertama.
Riho Terras, mantan komandan Angkatan Bersenjata Estonia, mengatakan Putin sangat marah sebab dia mengira Ukraina akan mudah ditaklukan dalam satu sampai empat hari.
Tahun 2008, pasukan Rusia menaklukan Georgia, negara pecahan Uni Soviet yang mencoba mendekat ke NATO dan Uni Eropa, dalam lima hari. Saat itu, Presiden Georgia Miheil Saakhasvili terpancing strategi Rusia dengan menyerang kelompok pro-Rusia di Ossetia Selatan.
Ukraina tidak terpancing upaya Rusia menggelar perang terbuka ketika tahun 2014 menganeksasi Semenanjung Krimea. Ukraina juga tidak terpancing menyerang separatis pro-Rusia di Donbass dan Luhansk.
Intelejen Ukraina mengatakan Rusia tidak punya rencana taktis untuk menghadapi musuh yang melawan. Lebih tepatnya, Rusia tidak punya strategi untuk menghadapi perlawanan rakyat sipil.
“Rusia terkejut dengan perlawanan sengit Ukraina dan rakyatnya,” kata Tarras.