Gara-gara Covid-19, THR dan Gaji ke-13 PNS Terancam Ditiadakan?
JAKARTA – Akibat penyebaran virus Corona (Covid-19), Pemerintah hingga saat ini masih mempertimbangkan pencairan THR dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan, pertimbangan tersebut lantaran pendapatan negara yang diperkirakan menurun di tahun ini.
“Kami bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi, mengingat beban negara yang meningkat,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/4/2020).
Ia menambahkan, pemerintah mengguyur berbagai insentif untuk mempercepat penanganan virus corona dan menyebabkan defisit APBN 2020 diperkirakan bengkak hingga 5,07 persen. Meski demikian, Sri tak menjelaskan lebih lanjut, apakah THR dan gaji ke-13 bagi abdi negara itu akan dipangkas atau ditunda pembayarannya.
Sri hanya memaparkan, akibat pandemi virus corona pendapatan negara diperkirakan akan turun 10 persen dibandingkan realisasi tahun lalu. Dimana secara rinci, penerimaan pajak yang dikelola Ditjen Pajak akan turun 5,9 persen, sementara penerimaan bea cukai juga akan turun 2,2 persen di tahun ini.
Menurut Sri, untuk penerimaan pajak, proyeksi penurunan tersebut juga disebabkan oleh penurunan pertumbuhan ekonom dan turunnya harga minyak global. Tak hanya itu, dalam menghadapi pandemi virus corona, pemerintah juga mengguyur insentif pajak bagi dunia usaha. Sedangkan penerimaan bea dan cukai yang turun tersebut juga disebabkan oleh dampak stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri.
“Penerimaan kita mengalami penurunan karena banyak sektor yang mengalami penurunan sangat dalam, sehingga outlooknya kita di APBN 2020 untuk penerimaan negara bukannya tumbuh, namun kontraksi,” kata dia.
Di sisi lain, Sri menambahkan, belanja negara akan mengalami lonjakan Rp102,9 triliun dari target APBN 2020 yang sebesar Rp2.540,4 triliun.
Akibatnya, defisit APBN 2020 yang ditargetkan sebesar 1,76 persen dari PDB atau sebesar Rp307,2 triliun akan melebar menjadi Rp853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.
“Dengan outlook belanja melebihi APBN, defisit diperkirakan mencapai 5,07 persen dari PDB atau meningkat dari Rp307 triliun jadi Rp853 triliun,” Sri melanjutkan. [Fan]