Gubernur Pramono Anung Larang Ondel-ondel Dipakai Mengamen, Tegaskan Identitas Betawi Harus Dijaga

JERNIH – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengeluarkan pernyataan tegas mengenai pelestarian warisan budaya Betawi, khususnya Ondel-ondel. Ia secara terbuka menyatakan keberatan dan melarang penggunaan Ondel-ondel sebagai media untuk mengamen di jalanan, menekankan bahwa ikon tersebut adalah simbol budaya yang harus dijaga martabatnya.
Penegasan ini disampaikan Pramono Anung dalam acara “Festival Storytelling Cerita Rakyat 2025: Suara Nusantara” di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Minggu (16/11/2025). “Saya termasuk yang berkeinginan yang namanya Ondel-ondel itu tidak digunakan untuk ngamen. Tapi Ondel-ondel memang kita jual untuk menjadi sesuatu budaya Betawi, budaya campuran yang dimiliki oleh Betawi,” ujarnya.
Pramono memandang Ondel-ondel sebagai warisan asli Betawi yang merupakan hasil akulturasi berbagai pengaruh budaya. Menurutnya, kekayaan budaya Betawi—mulai dari Ondel-ondel hingga pakaian adatnya yang “ngejreng” atau berwarna-warni—harus diposisikan sebagai aset seni, bukan komoditas pengamen.
Selain budaya fisik seperti Ondel-ondel, Pramono juga menyoroti ancaman terhadap warisan budaya tutur, yaitu cerita rakyat. Ia menekankan bahwa kisah-kisah tradisional seperti Timun Mas, Sangkuriang, atau Kancil, harus diwariskan kepada generasi penerus sebagai penguat identitas moral.
Gubernur khawatir bahwa jika tidak berhati-hati, Jakarta bisa kehilangan identitasnya karena nilai-nilai luhur seperti kejujuran, kerja keras, gotong royong, dan etika, semakin memudar dari kisah-kisah tersebut.
“Saya ingin cerita-cerita itu tidak hanya menjadi legenda masa lalu. Nilai seperti kejujuran, kerja keras, gotong royong, etika, dan sopan santun harus kembali menguatkan kisah-kisah rakyat,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemprov DKI berkomitmen penuh mendukung peningkatan literasi. Pramono mendorong agar cerita rakyat dari berbagai daerah didokumentasikan, dibukukan, dan memperkaya koleksi perpustakaan publik, ruang baca di sekolah, hingga RPTRA, demi meningkatkan minat baca anak-anak Jakarta.



