Habitat Terus Mengecil, Orangutan Tapanuli di Ambang Kepunahan
- Habitat jelajah orangutan Tapanuli kini tersisa 2,5 persen dibanding 130 tahun lalu.
- Perburuan berkelanjutan dan pembukaan lahan untuk pertanian menjadi penyebabnya.
JERNIH — Sebuah penelitian terbaru memperkirakan populasi orangutan Tapanuli tersisa 2,5 persen dibanding 130 tahun lalu, dan menjadi spesies di ambang kepunahan.
Orangutan Tapanuli adalah satu dari tiga spesies orangutan yang masih hidup, dan kera besar terlangka di muka Bumi. Populasi orangutan Tapanulis saat ini hanya 800 ekor di tiga subpopulasi yang terhubung di pegunungan kecil Pulau Sumatera.
Sebagai perbandingan, jumlah orangutan Tapanuli jauh lebih sedikit dari 1.000 gorila gunung yang masih hidup, dan 2.000 panda raksasa di alam liar.
Studi baru bertajuk Sejarah Jelajah dan Pendorong Penurunan Orangutan Tapanuli yang diterbitkan jurnal PLOS ONE menunjukan sebaran jangkauan orangutan Tapanuli menurun dari 40.796 kilometer persegi pada tahun 1890 menjadi 1.023 kilometer persegi pada tahun 2016.
Artinya, habitat orangutan Tapanuli yang tersisa saat ini tinggal 2,5 persen dibanding 130 tahun lalu.
Banyak literatur sejrah satwa liar Indonesia ditulis dalam Bahasa Belanda atau Jerman, yang merupakan bahasa tidak umum di kalangan ilmuwan konservasi. Akibatnya, informasi penting untuk spesies seringkali terabaikan.
Khusus untuk orangutan Tapanuli, tim peneliti menemukan 23 catatan yang tidak dipublikasikan. Semuanya di luar jangkauan distribusi saat ini.
Beberapa ilmuwan mengklaim orangutan Tapanuli adalah spesies yang secara khusus beradaptasi untuk hidup di dataran tinggi. Mereka rata-rata ditemukan di ketinggian 835 meter di atas permukaan laut.
Namun studi baru menunjukan orangutan Tapanuli semula hidup di dataran rendah. Kombinasi perburuan dan fragmentasi hutan menyebabkan kepunahan spesies itu di masa lalu. Terutama yang berada di dataran rendah.
Deforestrasi
Peta tutupan hutan Indonesia pada 1950-an menunjukan sebagian besar Sumatera bagian utara mengalami deforestrasi untuk pertanian skala kecil, sebelum pembangunan perkebunan skala industri tahun 1970-an.
Sekitar 52 persen Tapanuli Utara, Selatan, dan Tengah, mengalami deforestrasi sejak 1930-an. Orangutan Tapanuli hanya mempertahankan sebagian kecil dari wilayah jelajah, yang kemungkinan juga akan punah akibar perburuan berkelanjutan dan fragmentasi habitat.
Orangutan Tapanuli juga tidak secara khusus mampu beradaptasi dengan kondisi dataran tinggi, dan harus hidup di berbagai habitat seperti rawa gambut dan hutan dataran rendah kering, untuk bertahan hidup di alam liar.
Artinya untuk menjaga kelangsungan orangutan Tapanulitidak ada cara lain selain mencegah pembunuhan, pengrusakan, translokasi, dan penggundulan hutan untuk pertambangan, tenaga air, jalan, perkebunan, dan pertanian rakyat.