Ken Setiawan Mantan Komandan NII: Begini Cara Rekrutmen Kelompok Radikal Teroris
![](https://jernih.co/wp-content/uploads/1582185894.jpg)
LAMPUNG-Dengan menafsirkan ayat-ayat Qur’an dan diplintir maknanya sesuai kepentingan mereka, kelompok radikal-teroris berupaya mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam menebarkan pahamnya.
Mereka juga menggunakan berbagai cara untuk merekrut sasaran dengan cara cuci otak sasaran melalui doktrin-doktrin agama.
Ken Setiawan, mantan aktivis kelompok radikal yang pernah menjadi Komandan Negara Islam Indonesia (NII) menyampaikan hal itu pada acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peningkatan Peran Potensi Masyarakat dan Komunitas Pesantren dalam Mencegah dan Menangkal Radikalisme, Terorisme dan Narkoba Guna Memelihara Situasi Kamtibmas yang Kondusif Demi Keutuhan NKRI, dilaksanakan oleh Polda Lampung di Hotel Urban Pringsewu, Kamis (20/2),
“Yang ada di kelompok ini hanya hitam dan putih, iman dan kafir, percaya atau tidak. Indonesia dikondisikan menjadi negara thaghut dan melanggar peraturan hukum Allah,” kata pria yang kini sering mengingatkan masyarakat akan bahaya kelompok radikal terorais berdasarkan pengalamannya pernah ikut gerakan semacam itu.
Ken mengingatkan pola kelompok radikalis-teroris dalam mendoktrin anggotanya dengan membentur-benturkan sistem, peraturan, dan hukum negara di Indonesia dengan hukum Islam dan Al-Qur’an.
Kelompok ini mengumpulkan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sendiri sebagai modal membuat jejaring seperti Multi Level Marketing (MLM). Ditengarai kelompok ini sudah ada diberbagai lembaga dan instansi seperti sekolah, perguruan tinggi, dan birokrasi.
“Mereka menggunakan sistem lima orang anggota merekrut satu orang calon anggota,”.
Dalam menggarap satu orang target yang disasar, mereka akan menggarap bersama-sama hingga membuat sasaran bingung dan bimbang dengan doktrin-doktrin yang membenturkan konsep Islam dan kondisi Indonesia saat ini.
“Ibaratnya satu orang membawa kucing angora, kemudian sasaran dibuat ragu karena lima orang sepakat mengatakan yang dibawa bukanlah kucing anggora tapi anjing”. kata Ken melanjutkan analognya “Akhirnya ia terkena pengaruh ikut mengatakan dan meyakini kalau kucing anggora yang dibawanya adalah anjing,”
Mereka aktif memproduksi konten-konten narasi propaganda, hoaks, dan ujaran kebencian dan melakukan penetrasi melalui media sosial serta selalu menganggap orang di luar kelompoknya merupakan musuh yang wajib diperangi.
Ken juga menjelaskan ciri lain kelompok ini, misalnya, ketika anggota baru menanyakan siapa imam atau pemimpin dari kelompoknya, maka akan dijawab dengan tak perlu menanyakan imam karena anggota baru tersebut sudah terlambat dan menjadi makmum.
“Kalau shalat masbuq (tertinggal) maka tak perlu menanyakan imamnya. Tinggal ikuti saja,” kata Ken melanjutkan.
Dengan cara-cara semacam itu, sudah banyak orang yang teracuni doktrin mereka, bukan hanya anak muda namun juga orang tua. Orang-orang yang sudah masuh menjadi anggota paham dan jaringan ini, mau melakukan apa saja yang diperintahkan kelompoknya meskipun hal tersebut tidak masuk akal dan diluar akal sehat. Seperti melakukan tindakan kriminal seperti perampokan untuk membiayai gerakan mereka.
“Kalau sudah sadar (insaf) dan mau keluar, rasanya seperti korban perkosaan. Mau ngaku rasanya malu dan ada perasaan takut,”
(tvl)