Crispy

Ketua BPET MUI: Saya Sepakat soal Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT

“Intinya, apapun yang menyalahi konsensus nasional kita yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah radikal”

JAKARTA – Ciri dan strategi penceramah radikal yang diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), masih dipersoalkan beberapa pihak.

Padahal, jika ruang dan mimbar agama dipenuhi kelompok penceramah radikal, memungkinkan terjadinya kekacauan, kekerasan, dan teror. Sehingga menjadi hal lumrah dengan justifikasi dalil keagamaan.

Menanggapi hal itu, Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET-MUI), Muhammad Syauqillah, mengatakan terkait penceramah radikal bukan masalah yang perlu diperdebatkan.

Karena dirinya menilai, apa yang dilakukan lembaga yang dipimpin Komjen Pol Boy Rafli Amar, telah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sebagai badan yang menanggulangi terorisme.

“Apa yang disampaikan BNPT sudah sesuai dengan koridornya. Ciri-ciri penceramah itu saya sepakat dan faktanya memang demikian,” ujarnya di Jakarta, Jumat (11/3).

Baca Juga: Hamdan Zoelva: Penundaan Pemilu Bukan Hal Mustahil

Poin yang dikemukakan BNPT terkait lima ciri atau indikator penceramah radikal, lanjut Syauqillah, dalam konteks kajian radikal terorisme memang fakta dan datanya demikian.

“Intinya, apapun yang menyalahi konsensus nasional kita yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah radikal,” katanya.

“Jadi apapun yang namanya separatis, khilafah, dan lain-lain, kalau menyalahi konsensus Indonesia sebagai darul ahdi wa syahadah (negara berdasarkan kesepakatan), maka itu radikal,” lanjutnya.

Menurut dia, pihak-pihak yang masih mempermasalahkan dan tidak puas terhadap penyataan BNPT, adalah pihak yang tidak memahami kontekstualisasi kronologis mencuatnya isu penceramah radikal.

“Karena kalau kita kembali ke kronologisnya, itu kan forum internal TNI-POLRI. Wajar saja Presiden (Joko Widodo) memberikan instruksi kepada lembaga di bawahnya. Pihak yang merasa kurang puas, mungkin tidak memahami kontekstualisasi kronologinya seperti apa,” ujar dia.

Oleh sebab itu, perlu memahami konteks radikal sebagai segala sesuatu yang menyalahi konstitusi, di antaranya anti terhadap Pancasila, anti NKRI, anti keberagaman, dan anti UUD 1945.

Perlu Keterlibatan Semua Pihak Sterilkan Mimbar Agama dari Penceramah Radikal

Ilustrasi

Polemik penceramah radikal yang telah menginfiltrasi ke berbagai lapisan sosial masyarakat, kata Syauqillah, seharusnya menggugah kesadaran akan pentingnya upaya bersama demi mensterilkan ruang mimbar agama dari penceramah radikal.

“Perlu keterlibatan semua pihak untuk bahu membahu, tidak hanya pemerintah saja. Namun aktor-aktor diluar pemerintahan juga perlu aware soal isu ini,” katanya.

Olehnya itu, semua pihak harus ikut serta untuk tidak memberikan peluang bagi kelompok yang menyalahi konsensus nasional, dan mempolitisasi agama.

“Di BPET MUI sendiri kami membuat perbaruan fatwa yang berisi masukan dan justifikasi keharaman menyalahi konsensus nasional. Ini yang sedang kami dorong menyelesaikan problem dari hulu ke hilir,” ujar dia.

Draft perbaruan fatwa tersebut, pertama sebagai panduan bagi masyarakat bagaimana hukum Islam mengatur tentang hal-hal yang terkait dengan ekstremisme radikalisme dan terorisme.

Kedua, mendorong dialog di MUI level kecamatan dan kabupaten sebagai bagian yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Kita coba dorong dialog disitu, setidaknya kita bisa memberikan semacam keterangan atau pencerahan atau informasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi dalam konteks terorisme ini seperti apa,” katanya.

Back to top button