Crispy

KontraS Kecewa Jaksa Agung Sebut Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran Berat

JAKARTA-Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani, menyesalkan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menganggap peristiwa Semanggi I dan II yang terjadi pada tahun 1998 bukan masuk kategori pelanggaran HAM berat masa lalu.

Menurut Yati, DPR adalah Lembaga Legislatif sehingga tak berhak menyatakan pelanggaran HAM berat atau tidak. 


“Yang berhak menyatakan pelanggaran HAM berat atau tidak, itu bukan DPR karena DPR lembaga legislatif. Kita mengecam pernyataan itu,” Kata Yati, ditemui dalam 13 Tahun Aksi Kamisan di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis (16/1).

Yati mengingatkan dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dinyatakan bahwa pihak yang berhak menyatakan pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM selaku penyelidik, Kejaksaan Agung sebagai penyidik, dan pengadilan HAM untuk mengadili pelaku pelanggaran HAM. Sedangkan kedudukan DPR tidak diatur sama sekali dalam UU tersebut.

Yati merasa pernyataan Jaksa Agung merupakan upaya kejaksaan menghindari kewajibannya menyelesaikan kasus peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu, sesuai aturan dan konstitusi yang ada.

“Jaksa Agung sebenarnya ngerti hukum apa enggak. Kenapa dia sebagai penyidik yang berwenang malah merujuk pada putusan DPR yang mana itu putusan yang politis,” kata Yati .

DPR, menurut Yati, hanya mempunyai kewenangan memberi rekomendasi pada Presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc. Oleh karena itu, Yati berharap agar Presiden Joko Widodo tidak ragu mengatasi pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Jangan plin plan, jangan ragu, dan jangan pura-pura selalu menyatakan akan menyelesaikan tapi kebijakan yang diambil sering kontraproduktif”.

Ditempat yang sama, Maria Sumarsih, ibu korban mahasiswa Benardinus Realino Norma Imawan yang tewas dalam peristiwa Semanggi I, menganggap pernyataan Burhanuddin semakin meyakinkannya bahwa Indonesia adalah negara impunitas atau keadaan yang membuat pelaku tindak pidana tidak dipidana.

“Pernyataan itu semakin melegitimasi bahwa Indonesia bukan negara hukum lagi, tapi negara impunitas,”.

Sumarsih mengingatkan peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia yang harus diselesaikan masih sangat banyak sementara Burhanudin hanya menyinggung peristiwa Semanggi I dan II.

“Trisakti, kasus lain ’98, kerusuhan Mei, penghilangan paksa kenapa enggak disebut? Ini menjadi kewajiban kita anak-anak muda untuk memperjuangkan supremasi hukum dan penegakan HAM,”.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat dengan Komisi III DPR RI  menyatakan bahwa Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II pada 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat, berdasarkan hasil Rapat Paripurna DPR.

“Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat,”.

(tvl)

Back to top button