Crispy

KPK Tepis Disebut Berlebihan Jadikan Eks Sekretaris MA ‘Buron’

JAKARTA – Tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap berlebihan, karena menetapkan status eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron, ditepis. 

Penetapan status Nurhadi sebagai buron tersebut dilakukan, setelah mangkir atas panggilan KPK dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016 silam.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan langkah lembaga antirasuah tidak berlebihan. Sebab bila keberadaannya diketahui maka bakal dijemput oleh tim KPK. Namun apabila tidak, status DPO dikeluarkan.

“Beberapa tersangka kita jemput, kalau kita tahu keberadaan yang bersangkutan. Tapi sampai saat ini tidak tahu keberadaan, makanya kita keluarkan DPO,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Ia mengaku pihaknya telah dua kali menanggil Nurhadi secara patut ketika menjadi saksi. Namun tak mengindahkan panggilan tersebut. 

“Kita ini kan dalam pemanggilan, baik saksi, tersangka itu semua berdasarkan ketentuan yang jelas. Yang bersangkutan sudah kita panggil secara patut ketika yang bersangkutan jadi saksi, (namun) tidak hadir. Ketika jadi tersangka kita panggil dua kali tidak hadir,” katanya.

Tak sampai disitu, tim KPK juga mendatangi kediaman Nurhadi, namun tak mendapatinya. “Kita datangi ke rumahnya, kosong. Sesuai peraturan perundang-undangan kita, kemudian melakukan upaya paksa dengan DPO,” ujar dia.

Atas DPO Nurhadi, pihaknya juga telah bersurat ke Polri, agar dapat membantu menemukan dan menangkap buronan KPK tersebut. “Kami sudah bersurat ke Polri Bareskrim untuk membantu cari yang bersangkutan supaya bisa hadir di KPK untuk kita periksa,” ujar Alex.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Nurhadi, Maqdir Ismail menilai keputusan lembaga antirasuah memasukkan kliennya dalam DPO terlalu berlebihan. “Penetapan Pak Nurhadi dalam daftar DPO (Daftar Pencarian Orang) itu tindakan yang berlebihan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Menurut Maqdir, seharusnya KPK tak perlu terburu-buru menyandangkan status buron kepada kliennya. Apalagi saat ini Nurhadi melalui tim penasihat hukumnya tengah mengajukan kembali permohonan praperadilan.

Oleh sebab itu, ia meminta lembaga antirasuah memastikan kembali surat panggilan terhadap kliennya. “Coba tolong pastikan dulu apakah surat panggilan telah diterima secara patut atau belum oleh para tersangka,” katanya.

Tak hanya Nurhadi, KPK juga memasukkan DPO pada dua tersangka lain, yakni menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto. 

Sekadar diketahui, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. KPK menduga keduanya menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp46 miliar dari Hiendra.

Perkara ini merupakan pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp50 juta yang diserahkan oleh pengusaha Doddy Ariyanto Supeno kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. [Fan]

Back to top button