Kriminalisasi Istri Mantan Menteri: Kuasa Hukum Hanifah Husein Peringatkan LSM tidak Sebarkan Informasi Hoaks
- Pihak RUBS juga tidak pernah mengeluarkan statement terkait target delivery batubara.
- Pakar Hukum Pidana Prof Dr Suparji Ahmad mengatakan Jaksa Penuntut Umum harus memberikan petunjuk agar perkara tersebut di SP3.
JERNIH – Kuasa Hukum Hanifah Husein dan PT RUBS, Marudut Hasiholan memperingatkan semua pihak khususnya LSM untuk tidak menyebarkan isu bahkan informasi hoaks terkait perkara kliennya. Hal ini berkaca pada penyebaran informasi yang menyebut manajemen telah mengeluarkan statement ke media terkait target delivery batubara.
“Saya peringatkan bagi semua pihak khususnya LSM yang tidak memahami kasus kriminalisasi yang dialami klien saya untuk menghentikan menyebarkan informasi hoaks ke media lokal. Pihak RUBS juga tidak pernah mengeluarkan statement terkait target delivery batubara,” ujar Marudut kepada wartawan, Sabtu 4 Februari 2023.
Marudut pun menegaskan pihaknya akan mengambil upaya hukum jika ada pihak-pihak yang memberikan informasi sesat terkait kliennya kepada masyarakat. Hal ini dilakukan, kata dia, mencegah disrupsi informasi yang dapat mempengaruhi proses hukum kliennya dalam mencari keadilan.
“Tentunya jika aksi penyebaran informasi bohong dan LSM tetap asal bunyi tanpa memahami substansi kasus kliennya tidak dihentikan, maka kami akan melakukan upaya hukum sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga telah memastikan bahwa MAKI tidak memiliki cabang di Sumatera Selatan. “Bang Boyamin Saiman pun sudah memastikan bahwa MAKI tidak memiliki cabang di Sumsel dan jika ada yang mengatasnamakan MAKI di wilayah tersebut bukan bagian dari MAKI,” ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Dr Suparji Ahmad mengatakan dalam kasus Hanifah Husein, Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus memberikan petunjuk kepada penyidik Bareskrim Polri agar kasus tersebut dihentikan, karena masuk ke perkara perdata.
“JPU harus memberikan petunjuk agar perkara tersebut di SP3 (Surat Pemberhentian Penghentian Penyidikan) karena bukan perkara pidana,” katanya.
Menurutnya, jika dua alat bukti tidak cukup dan dugaan kriminalisasi dapat dibuktikan, JPU bisa menolak permohonan P21 atas kasus tersebut. “Ya dapat (menolak P21) karena kriminalisasi tidak boleh terjadi,” lanjut dia.
Suparji mengatakan bahwa Kejaksaan Agung tidak boleh memaksakan sebuah perkara karena bisa menurunkan citranya. Tak hanya itu, menurutnya hal tersebut juga akan mempersulit penuntut umum di pengadilan. “Perkara tidak boleh dipaksakan, jika dipaksakan akan kesulitan pembuktian di pengadilan. Jika tidak bisa dibuktikan maka akan mempengaruhi reputasi JPU,” ujarnya