Crispy

Agar Terhindar Informasi Palsu di Tengah COVID-19, Masyarakat Diminta Selektif

JAKARTA – Sudah sebulan wabah virus Corona (COVID-19) melanda Tanah Air. Namun di tengah kesulitan menghadapi wabah ini, masih ada juga pihak-pihak yang menyebarkan hoaks dan provokasi. Karena masyarakat harus cerdas memilih dan memilah informasi, sehingga tidak mudah terprovokasi.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Mohammad Kemal Dermawan, menyarankan masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih informasi dan menghindari berita-berita yang berisi provokasi dan dapat merugikan bangsa di tengah pandemi COVID-19..

“Masyarakat harus bisa memilih berita yang berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti berita himbauan dan sosialisasi kebijakan dari Pemerintah,” ujarnya di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Ia menambahkan, status sosial masyarakat secara umum, juga telah membedakan kemampuan warga dalam menyeleksi konten berita. Contoh, masyarakat dalam tingkat status sosial dan ekonomi yang rendah, ketika menerima informasi tentang kondisi lock down, kemudian dikaitkan dengan ‘penghasilan’ mereka sehari-hari bakal terdampak.

“Hal ini bisa membuat masyarakat menengah kebawah lebih mudah terprovokasi. Karena itu menyangkut kehidupan mereka,” katanya.

Berbeda dengan masyarakat yang status sosial ekonomi lebih tinggi. Tidak mudah terprovokasi, karena akan menyeleksi berita yang mengajak kedamaian.

Selain itu, juga akan ada kelompok masyarakat yang mudah terhasut berita provokasi terkait dengan adanya pelarangan sementara ibadah. Padahal maksud pelarangan yakni agar orang tidak berkumpul di tempat ibadah, guna memutus rantai penyebaran virus tersebut.

“Ibadah di rumah kan tetap bisa dan tidak ada larangan,” kata dia.

Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk tidak cepat meneruskan (memforward) berita atau informasi diterima, apalagi jika belum terbukti kebenarannya. Pemerintah pun harus bisa merangkul para tokoh masyarakat untuk menyampaikan tersebut.

“Tokoh masyarakat juga harus dilibatkan melalui medsos dan media lain, untuk mengingatkan warganya tidak mudah percaya dengan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya,” kata Kemal.

Pemerintah sendiri, lanjut Kemal, harus melakukan berbagai upaya lain menangkal sebaran informasi provokatif, khususnya melalui dunia digital dengan ‘patroli cyber’.

“Secara teknologi, pemerintah melalui aparat penegak hukum bisa melakukan ‘patroli cyber’, mengamankan konten-konten berita yang menghasut seperti berita hoax dan provokasi,” ujarnya.

Ia juga mendorong Pemerintah bekerjasama dengan platform media sosial, seperti Twitter, Facebook, Pinteres, Tencent, dan Tiktok untuk selalu meningkatkan konten-konten menyejukkan dalam upaya menjaga perdamaian terhadap bangsa. [Fan]

Back to top button