
Menurut sumber JERNIH, seorang yang dikenal dekat dengan Presiden namun meminta anonimitas, pembebasan SSS bukan semata karena tekanan publik atau permohonan jaminan hukum, tetapi merupakan keputusan yang lahir dari permintaan langsung Presiden Prabowo Subianto kepada aparat penegak hukum untuk menghentikan penahanan terhadap mahasiswi ITB tersebut.
JERNIH– Mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ditahan karena membuat dan menyebarkan meme satir Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo, akhirnya mendapatkan penangguhan penahanan. Surat resmi penjaminan dikeluarkan oleh Ketua Komisi III DPR RI, Dr. Habiburokhman, tertanggal 10 Mei 2025, dan menjadi dasar keputusan pihak Bareskrim Mabes Polri menghentikan penahanan terhadap Sekar Soca Sharfina (SSS).
Yang menarik, menurut sumber JERNIH yang enggan disebutkan namanya, pembebasan SSS bukan semata karena tekanan publik atau permohonan jaminan hukum, tetapi merupakan keputusan yang lahir dari permintaan langsung Presiden Prabowo Subianto kepada aparat penegak hukum untuk menghentikan penahanan terhadap mahasiswi ITB tersebut.
SSS, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, sebelumnya ditangkap di sebuah indekos di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, pada Selasa malam, 6 Mei 2025. Ia diduga melanggar Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1), dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang ITE, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2024.
Namun, gelombang kritik terhadap penangkapan tersebut muncul tak lama setelah berita itu tersebar. Salah satu suara paling tegas datang dari Hanief Adrian, Sekretaris Jenderal Relawan Muda Prabowo-Gibran (RMPG), yang menilai tindakan SSS semata bagian dari proses kesenian akademik.
“Yang saya amati, ia membuat meme tersebut dalam kerangka ilmiah kesenian karena ia mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Setahu saya, sebagai insan akademis, ia dilindungi hak kebebasan akademik dan mimbar akademik dalam berkesenian,” kata Hanief, yang juga alumnus ITB angkatan 2003
.
Hanief menambahkan, sebagai pendukung Prabowo sejak 2014, dirinya percaya bahwa Presiden akan mengedepankan sikap demokratis dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. “Kesenian dan ekspresi akademik lainnya dalam mengangkat persoalan sosial tidak boleh direpresi dan dikriminalisasi dengan alasan apa pun,” ujarnya.
Sikap serupa disampaikan oleh Direktur Komunikasi GREAT Institute, Khalid Zabidi. Ia menilai kasus ini sebagai momentum untuk mengingatkan institusi penegak hukum agar tidak mengaburkan batas antara kritik dan kriminalitas. “Negara demokratis tidak boleh memberangus satire, apalagi yang tumbuh dari ruang akademik. Satire adalah tanda sehatnya republik, bukan ancaman bagi kekuasaan,” kata Khalid.
Di balik ketegangan hukum ini, terbaca pula kontestasi dua kelompok besar pendukung kekuasaan. Di satu sisi, kelompok yang dikenal lama mendukung Prabowo dan kini mulai banyak mengisi posisi penting di seputar Presiden, cenderung mendesak agar kasus ini dihentikan demi menjaga marwah demokrasi dan menjaga iklim akademik. Di sisi lain, kelompok-kelompok pendukung Jokowi, termasuk sejumlah tokoh Joman, justru mendukung langkah kepolisian untuk meneruskan proses hukum terhadap SSS.
Surat penangguhan penahanan yang ditandatangani Habiburokhman, menyatakan bahwa ia menjamin SSS tidak akan melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, dan tidak menghilangkan barang bukti. Habiburokhman juga menyebut bahwa surat ini disusun sesuai dengan Pasal 31 KUHAP, yang memungkinkan tersangka tidak ditahan sepanjang ada penjaminan
.
Dengan penangguhan ini, SSS dibebaskan dari tahanan Bareskrim. Namun, proses hukum belum dihentikan sepenuhnya. Banyak pihak kini menantikan langkah selanjutnya dari Kejaksaan dan Presiden, apakah akan mendorong penghentian penyidikan (SP3) atau membiarkan perkara ini tetap menggantung di ruang publik.
Apapun akhirnya, satu hal jelas: meme yang mungkin dibuat sebagai tugas kuliah itu telah menyulut perdebatan nasional tentang demokrasi, seni, dan batas kuasa. []