Mencampur Vaksin Bikin Anda Lebih Kebal Covid-19?
Produsen vaksin sudah melakukan optimasi mana yang paling tepat sehingga bisa bermanfaat maksimal
JERNIH – Banyak orang menganggap mencampur vaksin akan membuat tubuh menjadi lebih kebal dari Covid-19. Apakah benar-benar manjur atau malah membahayakan tubuh?
Mencampur vaksin itu misalnya suntikan vaksinasi pertama produk Sinovac kemudian suntikan kedua dengan AstraZeneca atau merek lainnya. Wacana mencampur vaksin ini muncul seiring keinginan untuk mencegah infeksi virus corona ini.
Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM Yogyakarta, Prof. Zullies Ikawati, Ph.D., Apt mengatakan, vaksin sudah didesain sedemikian rupa dalam pengembangannya, yaitu dengan regimennya. Misalnya Sinovac dua kali suntikan, demikian juga AstraZeneca, untuk mendapatkan kekebalan optimal.
“Yang membedakan adalah intervalnya, ada yang 14 hari, 28 hari, atau yang lebih, tergantung ketika mendevelop vaksinnya,” kata Prof Zullies, dalam sebuah webinar baru-baru ini.
Ketika melakukan uji klinis, lanjut penulis berbagai buku ilmiah dan ilmiah popular ini, produsen vaksin sudah melakukan optimasi mana yang paling tepat sehingga bisa bermanfaat maksimal. “Ketika kemudian vaksin pertama dan kedua berbeda tentu akan mendapat respons berbeda pula dari tubuh. Patut kita ingat bahwa platform masing-masing vaksin itu berbeda,” katanya. Misalnya berbasis platform inactivated vaccine, recombinant protein vaccine, viral vector vaccine atau RNA vaccine.
Saat suntikan pertama misalnya vaksin Sinovac kemudian kebetulan habis untuk vaksin kedua terus bagaimana? Sarannya adalah menggunakan vaksin yang memiliki platform uang sama misalnya Sinovac dengan Sinopharm.
Ketika mendapatkan suntikan pertama, lanjut Prof Zullies, vaksin akan mengaktifkan memori sel dan mengaktifkan antibody. Memori ini akan mengingat antigen yang sama. Jadi ketika ada suntikan kedua, memori sel akan mengingatnya kemudian segera meresponsnya menghasilkan antibody yang lebih tinggi dan lebih cepat.
Tapi kalau kemudian suntikan kedua berbeda platform, tubuh tidak akan mengenalinya. “Seolah-olah ini barang baru lagi. Sampai saat ini belum ada evaluasi kalau suntikan pertamanya A kemudian yang kedua B itu nanti hasilnya bagaimana, itu belum ada,” tambahnya.
Prof Zullie mengingatkan, semua vaksin selalu mengevaluasi untuk dua dosis. Demikian pula hasil efikasi merupakan hasil evaluasi mereka terhadap vaksin dua dosis.
“Saya kira mix vaksin itu tidak akan optimal. Sebaiknya dua dosis itu untuk jenis vaksin yang sama. Kalau kemudian nanti ada suntikan ketiga, berarti termasuk vaksin yang baru lagi. Ya silakan saja, tapi nantinya harus menjalani suntikan dua dosis lagi,” imbuhnya. [*]