Menhan Taiwan Bantah Menghitung Jumlah Korban Sipil Jika Terjadi Invasi Cina
- Media lokal memperkirakan 200 ribu warga sipil tewas dalam pekan pertama invasi Cina.
- Sebab, Thailand adalah pulau kecil berpenduduk padat, dengan fasilitas militer di permukiman.
- Korban di pihak tentara diperkirakan 40 ribu pada pekan pertama jika terjadi invasi Cina.
JERNIH — Menteri Pertahanan (Menhan) Chiu Kuo-cheng, Selasa 2 November, membantah laporan media lokal bahwa Taiwan akan kehilangan 240 ribu warganya pada gelombang pertama invasi Cina.
“Tidak ada negara yang menghitung korban seperti itu,” kata Menhan Chiu Kuo-cheng kepada Taiwan News. “Pasti ada kesalah-pahaman.”
Senin 1 November media lokal menerbitkan ulang laporan evaluasi militer, yang diduga bocor pada tahun 2005, tentang perhitungan korban jiwa jika Cina menginvasi Taiwan.
Disebutkan, Taiwan akan kehilangan sedikitnya 40 ribu tentara dalam pertempuran tujuh hari pertama. Korban sipil lebih besar lagi, yaitu sekitar 200 ribu.
Logikanya, Taiwan adalah pulau kecil dengan penduduk padat. Institusi politik, ekonomi, dan militer, berdekatan dengan permukiman. Serangan terhadap gedung-gedung militer akan menyebababkan kematian warga sipil tiga sampai lima kali lebih banyak dari korban tentara.
Menhan Chiu Kuo-cheng membantah telah membuat penilaian jumlah korban akibat gelombang pertama serangan Cina. Menurutnya, berdasarkan perkiraan militer lebih 200 ribu tentara perlu dimobilisasi jika terjadi gelombang pertama serangan Cina.
“Itu perlu dilakukan karena beberapa unit tidak memiliki staf penuh dan harus diperkuat jika serangan terjadi,” katanya.
Ia juga mengatakan beberapa unit perlu menyesuaikan jumlah pasukan untuk menghasilkan jumlah 200 ribu tentara aktif. “Itu bukan berarti gelombang pertama serangan Cina akan menimbulkan banyak korban,” katanya.