Menipisnya Nasionalisme, Satu Sebab Penyebaran Radikalisme
BANDUNG – Menipisnya nasionalisme seseorang, menjadi salah satu penyebab maraknya penyebaran radikalisme yang anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-UUD 45, anti-Bhinneka Tunggal Ika, serta suka mengkafir-kafirkan orang lain.
Oleh karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus melakukan penangkalan dan memberikan penguatan terhadap masyarakat atas pemahaman pada wawasan kebangsaan.
“Itulah kenapa saya hari ini berada di depan kurang lebih 300-an para pejabat PT Pos Indonesia, memberikan ceramah wawasan kebangsaan berkaitan radikalisme,” ujar Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis saat menjadi pembincara pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PT. Pos Indonesia di Auditorium Politeknik Pos Indonesia, di Bandung, Minggu (19/1/2020) malam.
Dijelaskan Hendri, wawasan kebangsaan tidak lain adalah empat konsensus nasional yang merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Untuk itu, setiap warga negara harus memiliki wawasan tersebut agar Indonesia menjadi negara besar, berdaulat, adil, dan makmur.
“Itu sebabnya kami menandatangani MoU dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), agar kita lebih mengedepankan ideologi Pancasila yang selama ini telah banyak ditinggalkan anak-anak sekolah,” katanya.
Menurut Hendri, selama ini Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius kerap mengajak masyarakat untuk melakukan penguatan wawasan kebangsaan. Bahkan dimulai dari hal kecil. Seperti menggelar upacara bendera setiap senin di kementerian, lembaga-lembaga negara, dan sekolah-sekolah.
“Kita sudah mulai di lingkungan BNPT, setelah ini kami akan terus sosialisasikan dan sebarkan ke kementerian dan lembaga-lembaga negara,” katanya.
“Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar upacara bendera kembali digalakkan di seluruh sekolah di Indonesia,” Hendri menambahkan.
Ancaman radikalisme terhadap Indonesia sangat dahsyat. Hendri mencontohkan, saat ini ada sekitar 600-an WNI menempati barak-barak tahanan di Suriah. Mereka telah menyatakan ingin pulang ke tanah air, setelah impian hidup bersama ISIS hancur lebur.
Dijelaskan Hendri, masalah tersebut menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. Apalagi tidak mudah menghilangkan dan mengembalikan ideologi 600-an WNI tersebut kembali seperti dulu.
“Mereka telah dirasuki ideologi ISIS dan itu tidak mudah untuk mereka seperti dulu,” ujar dia.
BNPT terus melakukan deradikalisasi kepada mereka yang terdampak paham negatif itu, namun memakan waktu yang cukup lama.
“Seorang yang pernah bergabung dengan ISIS di Suriah yang dideportasi pada 2017 lalu. Deradikalisasi itu baru berjalan dengan baik setelah hampir berjalan selama tiga tahun,” kata dia.
Oleh sebab itu, bila radikalisme masih bercokol dan terus masuk ke Indonesia, maka masyarakat bisa menderita. “Itulah yang saya sampaikan supaya bisa menjaga diri masing-masing dan menjaga keluarganya, agar jangan sampai paham radikal berkembang masuk ke Indonesia,” katanya.
Hendri meminta seluruh pimpinan dan karyawan PT Pos Indonesia, memiliki wawasan kebangsaan berdasarkan Pancasila, NKRI, cinta Kebhinnekaan, dan mematuhi semua bentuk perundang-undangan di Indonesia. [Fan]