![](https://jernih.co/wp-content/uploads/seks-in-space.jpg)
- Ini pertanyaan untuk misi jangka panjang, saat astronot tinggal lama di Bulan atau Mars.
- Pertanyaan berikut apakah mungkin mengirim astronot berpasangan, atau kirim saja astronot gay.
- Jika ngeseks di luar angkasa mungkin, apakah bisa wanita hamil di luar angkasa?
JERNIH — Seks di luar angkasa mungkin romantis. Setidaknya itu bisa dilihat dalam film James Bond.
Namun itu tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak faktoryang mengurangi dorongan seseorang; mulai dari jadwal kerja astronot yang padat, kesulitan menerima pasangan kerja sebagai mitra seks, dan hukum gerak ketiga Newton di kondisi gravitasi mikro.
Misi Jangka Panjang
Pertanyaannya, mengapa seks di luar angkasa layak menjadi pembahasan?
Kehidupan manusia di luar angkasa saat ini berbeda dengan tahun 1960-an, atau ketika misi ke luar angkasa hanya jangka pandek. Di masa depan misi luar angkasa adalah jangka panjang; berbulan-bulan berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), apalagi jika dilanjutkan dengan penerbangan ke Bulan atau Mars.
Jika masalah kebersihan diri dan ritual sosial bagi awak antariksa telah dipertimbangkan secara detail, mengapa aktivitas seksual tidak menjadi pembicaraan.
Ketika ditanya soal ini, astronot tutup mulut. Mereka mungkin tidak membayangkan beraktivitas seksual di luar angkasa.
Cara Kerja Seks di Luar Angkasa
Kira Bacal, dokter dan ilmuwan yang bekerja sebagai konsultan klinis di Badan Antariksa AS (NASA), mengatakan seks di luar angkasa itu mungkin.
“Manusia telah melakukan hubungan seksal di berbagai tempat aneh, indah, dan ganjil, sejak spesies ini ada,” katanya.
Mengenai hukum gerak ketiga Newton, itu bisa disiasati dengan satu orang ditambatkan, dan pasangan melakukannya. Jika tidak, dalam gaya berat mikro hubungan seks menjadi sulit. Sebab jika satu orang mendorong, maka keduanya akan bergerak berlawanan.
Menurut Bacal, jika seseorang setuju menjadi nyaman dengan bobot, mereka dapat melakukan seks dengan segala macam posisi mengasyikan dan menarik.
“Namun, tetap butuh upaya untuk mewujudkannya,” kata Bical.
Masalah lain yang harus diatasi, yang dapat membuat ruang seks berantakan, adalah cairan tubuh yang terlibat dalam proses dan perilaku dalam gayaberat mikro dibanding cara mereka berperilaku di medan 1G.
Untuk memperumit masalah, astronot di luar angkasa mengalami berbagai perubhan fisiologis. “Tubuh mereka berubah,” kata Dr Adam Watkins, asisten profesor biologi reproduksi Universitas of Nottingham, yang meneliti secara mendalam masalah ini dan menulis banyak artikel tentang seks di luar angkasa.
Ada penelitian baru yang menunjukkan, menurut Dr Watkins, bahwa hati para astronot lebih kecil dibanding di Bumi. Pembunuh darah, dan mungkin juga otot, berubah.
Dr Watkins juga merinci untuk pasangan heteroseksual yang mencari hubungan seks biasa sangat penting untuk ereksi dan menjaga ereksi. Pertanyaannya apakah itu bisa? Dr Watkins tidak menjawab.
Libido di Luar Angkasa
Biasanya, astronot tidak punya banyak waktu untuk menggoda selama penerbangan. Namun, itu sangat tergantung pada susunan misi. Bukan tidak mungkin setiap orang merasa saling tidak cocok.
“Saya pikir banyak libodo dan dorongan seksual akan sedikit berkurang akibat kerja yang padat,” kata Bacal. “Anda punya cahaya Bulan, tapi tidak cahaya lilin. Jadi. luar angkasa bukan suasana romantis. Anda mungkin tidak memiliki calon pasangan yang bisa diajak ngeseks.”
Di atas semua itu, ada masalah privasi. Sebab, di masa depan, kru pesawat luar angkasa tidak mungkin memiliki tempat dengan privasi yang banyak. Semua ini dapat memadamkan semangat seksual.
Dalam skenario terburuk, ketika seorang astronot mengalami dorongan seksual berlebihan, yang dapat dilakukan adalah melakukan ‘tindakan sendiri’.
Namun, mungkin tidak akan sampai seperti itu. Sebab, orang yang berada di luar angkasa mengalami perubahan kebiasaan. Ada yang berhenti makan dan tidak memiliki nafsu makan. Jadi, sangat mungkin nafsu seksual juga berubah.
“Kebanyakan astronot hanya pergi ke luar angkasa untuk waktu singkat, ungkin beberapa bulan, dan pengaruh tersebut pada fisiologi dan kesehatan astronot,” kata Dr Watkins.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan astronot yang terjebak di Bulan dan Mars?
Memuaskan dorongan seksual mungkin menjadi lebih signifikan, dan ilmuwan setuju dengan gagasan ini. “Itu mungkin sesuatu yang harus dilihat NASA, karena itu belum pernah ada,” kata Dr Watkins.
Reproduksi di Luar Angkasa
Keinginan untuk berhubungan seks selama misi jangka panjang mungkin masalah penting. Namun yang lebih penting lagi adalah dengan reproduksi di luar angkasa.
“Jika kita ingin membangun koloni manusia di luar Bumi, di Bulan atau Mars, atau planet lain, reproduksi, memiliki anak baru, akan menjadi sesuatu yang kita atasi,” kata Dr Watkins. “Itu adalah sesuatu yang telah diamati NASA dan badan antariksa lainnya.”
Eksperimen NASA 2010 dan 2011 dengan tikus tidak membuahkan hasil. Selain itu, beberapa tikus betika yang melakukan perjalanan ke stasiun luar angkasa berhenti berovulasi, dan yang lain kehilangan korpus luteum, massal sel yang bertanggung jawab memproduksi hormon progesteron selama awal kehamilan.
Eksperiman fertilasi in vitro (IVF) NASA memberi hasil lebih positif, meski embrio tampak berkembang lebih lambat daripada di Bumi.
Luar angkasa dipenuhi radiasi kosmik yang datang dari Matahari. Astronot di luar angkasa untuk waktu yang lama perlu dilindungi dari radiasi kosmik.
Janin yang sedang berkembang di dalam rahim akan sangat, sangat rentan terhadap peningkatan radiasi kosmik. “Jadi saya pikir gagasan mengirim wanita hamil ke luar angkasa mungkin bukan ide yang baik,” kata Dr Watkins.
Namun, mengirim paket sperma dan paket telur ke planet lain, Bulan, atau Mars, menggunakan teknik IVF bisa saja berhasil.
Makin Lama Misi, Seks Bisa Normal
Meski hubungan seks seperlunya selama perjalanan jarak jauh di masa depan, banyak pertanyaan masih harus dijawab. Misal, akankah anggota kru dipilih tidak hanya karena keahliannya, tapi juga kecocokan seksual? Bagaimana jika drama kehidupan cinta kepemilikan dan kecemburuan membahayakan misi?
Pertanyaan lain, apakah kita tidak akan memasukan astronot gay? Jika ya, bisakah astronot gay bekerja sama dengan astronot normal?
Apa pula yang harus dilakukan jika terjadi ketegangan seksual ketika dua orang memutuskan menjalin hubungan, kemudian pecah, dan salah satu dari mereka mencari ganti?
Dr Watkins percaya manusia akan menyelesaikan dilema yang tertunda, dan membuat seks di luar angkasa menjari kebiasaan baru.