Nobel Sastra 2025 untuk Penulis Hongaria Laszlo Krasznahorkai

- Seperti karya-karya Franz Kafka sampai Thomas Bernhard, novel Krasznahorkai berciri absurdisme dan ekses grotesk.
- Karya-karya Krasznahorkai juga dapat muncul sebagai akibat dari keadaan yang tertunda atau membingungkan.
JERNIH — Laszlo Krasznahorkai, penulis epik dalam tradisi Eropa Tengah asal Hongaria, meraih Nobel Sastra 2025 atas karyaya yang memikat dan visioner di tengah teror apokaliptik yang menegaskan kembali kekuatan seni.
Seperti karya-karya Franz Kafka sampai Thomas Bernhard, novel Krasznahorkai berciri absurdisme dan ekses grotesk. Jika ada yang membedakan, Krasznahorkai melakukan banyak hal dan menyempatkan diri untuk menengok ke Timur dengan mengadopsi nada yang lebih kontemplatif dan terukur.
Krasznahorkai lahir di Gyula, kota kecil di tenggara Hongaria — dekat perbatasan Rumania — yang menjadi latar Satantango, novel pertamanya yang terbit tahun 1985. Novel ini, yang menjadi sensasi sastra di Hongaria, menggambarkan sekelompok penduduk miskin di sebuah pertanian kolektif terbengkalai sebelum kejatuhan komunis.
Unsur setan seperti tertera dalam novel ini hadir dalam moralitas perbudakan dan dalam kepura-puraan para penipu licik, yang membuat hampir seua orang terjerat masalah. Semua orang dalam novel ini menantikan keajaiban, sebuah harapan yang sejak awal dipatahkan oleh motto pembuka buku yang diusik Kafka; “Kalau begitu, aku akan melewatkannya dengan menunggumya.” Novel ini diadaptasi ke dalam film yang sangat orisinal tahun 1994, bekerja sama dengan sutradara Bela Tarr.
Az ellenallas melankoliaja, novel kedua Krasznahorkai, membuat kritikus sastra AS Susan Sontag menyebut penulis Hongaria ini sebagai ‘ahli kiamat’ dalam sastra kontemporer. Novel ini berlatar sebuah kota kecil di Lembah Carpathia, mengalir dalam fantasi horor yang menegangkan.
Dalam novel ini, Krasznahorkai memaksa pembacanya memasuki keadaan darurat yang memusingkan. Hal-hal krusial dalam rangkaian peristiwa dramatis, kedatangan sirkus hantu yang daya tarik utamanya adalah bangkai paus raksasa, memicu penyebaran kekerasan dan vandalisme.
Krasznahorkai terus menyebarkan kharismanya lewat Haboru es Haboru (1999). Bedanya, latar kisahnya melebar ke luar batas tanah kelahirannya di Hongaria. Ini dilakukan dengan cara yang menarik, yaitu membiarkan arsiparis bernama Korin berkelana dari pinggiran Budapest ke New York. Dalam novel Báró Wenckheim hazatér (2016), Krasznahorkai kembali ke tanah air. Ia bermain-main dengan tradisi sastra secara mewah.
Dalam beberapa novel berikut, Krasznahorkai memperlihatkan keahliannya mengadopsi nada kontemplatif dari perjalannya ke Tiongkok dan Jepang. Ia berkisan tentang pencarian taman rahasia dengan latar tenggara Kyoto. Karya ini terasa karya sebelumnya, yang berupa kumpulan 17 cerita tyang disusun dalam deret Fibonacci.
Karya-karya Krasznahorkai juga dapat muncul sebagai akibat dari keadaan yang tertunda atau membingungkan, seperti dalam kisah pengangkutan berbahaya sebuah lukisan yang belum selesai karya seniman Renaisans ternama Pietro Vannucci dari Firenze ke Perugia, kota kelahirannya. Sementara semua orang percaya bahwa Perugino, begitu ia dikenal, telah berhenti melukis, di Perugia lah keajaiban terjadi.