Pandemi Covid-19 Bikin Perampok Makam Merajalela
- Di Italia, perampok makam adalah profesi keluarga, diturunkan dari ayah ke anak-anak.
- Perampok makam berada di tingkat terendah dalam ranjai kejahatan. Mendapat paling sedikit, menghadapi risiko paling besar.
- Selama pandemi populasi perampok makam membengkak.
- Semua orang bisa menjadi perampok makam.
JERNIH — Sempatkan menelusuri penjualan barang antik secara global di Facebook. Anda pasti akan tercengang dengan sedemikian banyak benda-benda kuno yang ditawarkan.
Sebagian besar benda-benda arkeologis itu adalah hasil curian dan jarahan dari makan-makam kuno. Sebagian lainnya hasil curian dari gereja dan museum yang ditutup selama penguncian.
Semua itu membuktikan ada fenomena kejahatan yang muncul dan menggila selama pandemi, yaitu perampokan dan penjarahan makam kuno. Kejahatan ini menggejala di Italia sejak penguncian pertama, dan meluas ke sejumlah negara Eropa.
Katie Paul, co-director Proyek Riset Warisan Antropoliti dan Pencurian Barang Antik, mengatakan sepanjang 2020 terjadi peningkatan signifikan dalam perdagangan artefak jarahan di Facebook. Sepanjang April-Mei 2001, salah satu kelompok perampok makam terbesar yang dipantau membengkak dua kali lipat menjadi 300 ribu anggota.
“Kenaikan jumlah perampok makam berkaitan dengan penguncian dan penurunan ekonomi di selurun dunia,” kata Katie Paul kepada CNN dalam email-nya. “Kombinasi kesibukan polisi menangani krisis, kehilangan pekerjaan, dan penguncian, membuat pencurian artefak dan penjarahan makam menjadi kejahatan menarik.”
Interpol memperkenalkan aplikasi ID-Art, yang berisi barang curian, plus informasi penyitaan 56.400 barang budaya dari 67 tersangka perampok makam dan pedagang barang antik dalam operasi Juni-Oktober 2020.
Operasi digelar ketika sebagian besar Eropa terkunci. Di Italia, penyitaan dilakukan saat barang antik; keramik, artefak, benda seni, dan buku, sedang dalam perjalanan ke tangan pembeli. Seluruh benda itu ditaksir bernilai 1,2 juta euro, atau Rp 10,7 miliar.
Arthur Brand, detektif barang antik dan seni terkemuka di Eropa, mengatakan kepada CNN setidaknya 50 persen artefak Romawi kuno yang berada di pasaran juga dicuri.
Menurut Brand, ada ratusan perampok makam di seluruh dunia. Khusus untuk tombaroli, istilah ini tidak lagi merujuk pada perampok makam tapi pencuri barang antik di semua tempat.
Tombaroli bisa siapa saja. Petani di Italia, misalnya, bisa tiba-tiba menjadi pencari artefak. Pemilik detektor logam menggunakan perangkatnya untuk mencari apa yang yang dianggap barang antik.
Namun, sebagian besar tombaroli dalah para profeisonal. Sebagian lainnya penjudi, yang mencoba mempertaruhkan uangnya dengan mencari barang antik.
Perampokan Siang Bolong
Largo di Torre Argentina, alun-alun di pusat kota Roma, relatif tidak menarik dibanding kemegahan ibu kota Italia modern. Ini tempat bersejarah. Di tempat ini Julius Cesar dikhianati sekutunya dan dibunuh secara brutal pada 44SM.
Jadi, ini situs pembunuan paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Romawi dengan reruntuhan empat kuil yang berasal dari tahun ketiga sebelum Masehi.
Sekeliling situs bukan tempat sepi. Ada sistem kereta ringan di sisinya, dan lalu-lalang taksi. Tembok penuh grafiti memperlihatkan situs ini sering jadi tempat nongkrong.
Dari tepi jalan, siapa pun dapat melihat pencuri mengakses harta karun Italia. Reruntuhan sering menjadi saksi bisu penangkapan. Turis dapat dengan mudah melompat turun ke kawasan bersejarah tanpa diketahui banyak orang.
Situs ini diyakini satu dari sekian banyak situs Romawi kuno paling banyak dicuri. Tidak hanya pada saat ini, tapi sejak puluhan tahun — atau mungkin ratusan tahun lalu.
Pemerintah Italia tak punya cukup dana mengatasi semua ini. Mereka menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan multinasional untuk mendapatkan dana, tapi semua itu belum cukup.
Perampokan Makam, Profesi Keluarga
Italia punya Carabinieri, pasukan khusus penegakan hukum. Dalam Carabineri ada cabang khusus yang didedikasikan melindungi warisan seni budaya, namanya Carabinieri Art Squad.
Saat terjadi gempa bumi, skuad ini mengamankan museum dan gereja dari aksi penjarahan di tengah bencana. Kini mereka menghabiskan waktu mengejar tombaroli, alias perampok makam, dan memulihkan seni curian.
Jenderal Roberto Riccardi, komandan regu Carabinieri Art Squad, mengatakan perampokan makam adalah profesi yang terjalin dalam keluarga, diturunkan dari ayah ke anak, untuk menjaga perdagangan tetap hidup.
“Mereka aktif di semua kawasan terdapat harta arkeologis,” kata Riccardi.
Polisi Italia mengatakan perampok makam berada di tingkat terendah dalam rantai makanan penyelundupan. Mereka menghasilkan uang paling sedikit tapi mengambil risiko terbesar jika tertangkap.
Barang-barang yang mereka peroleh kemungkinan akan sampai ke tangan orang-orang kaya. Perampok makam hanya bisa tercengang ketika tahu barang yang mereka curi terjual setinggi langit.
Kim Kadarshian Beli Barang Curian
Mei lalu, bintang reality show dan influencer Kim Kadarshian menghadapi gugatan membeli bagian dari patung Romawi yang diselundupkan secara ilegal. Barang yang dibeli Kim Kadarshian adalah bagian dari patung Myron’s Samian Athena.
Patung itu beraasal dari abad pertama atau kedua dan disita Perlindungan Bea Cukai dan Perbatasan AS, bersama 40 keping artefak lainnya yang bernilai 745 ribu dolar AS, atau Rp 10,6 miliar.
Kim Kadarshian membantah membeli patung itu. Juru bicara sang bintang mengatakan; “Kami percaya barang itu dibeli dengan menggunakan nama Kim Kadarshian, karena itu kami tidak pernah menerima barang itu. Kami juga tidak mengetahui transaksi pembelian itu.”
Kasus ini memperlihatkan pihak berwenang menempatkan tanggung jawab pada kolektor, untuk memastikan artefak bernilai tinggi diperoleh secara legal.
Asosiasi Penjual Barang Seni Kuno Internasional mengatakan perdagangan legal artefak kuno bernilai 130 juta dolar, atau Rp 1,8 triliun, per tahun. Perdagangan serupa di pasar gelap diperkirakan mencapai 2 miliar dolar, atau Rp 28,5 triliun, per tahun.
Selama berabad-abad, artefak Romawi digali dan seolah tidak pernah selesai. Saat terjadi penggalian arkeologi resmi, perampok makam mengamati dari atas pagar seraya mengidentifikasi kemungkinan melakukan pencurian di pinggir situs penggalian.
Tak jarang penggalian terjadi akibat pembangunan kota. Perluasan sistem transportasi bawah tanah Roma, misalnya, terhenti bertahun-tahun akibat temuan arkeologis tak terduga.
Berkali-kali temuan terjadi saat pemasangan kabel bawah tanah, atau pekerja memperbaiki sistem saluran pembuangan. Temuan dibiarkan begitu saja, dengan harapan akan ada orang yang melakukan penggalian dengan benar dan mengangkat benda-benda arkeologis itu.
Kuburan artefak kuno, yang nyaris terbesar di sekujur Roma dan Italia, menggona para perampk makam. Mereka memunggu moment pengawasan aparat melemah karena situasi tak terduga untuk mencuri.
Di masa pandemi Covid-19, perampok makam memperoleh moment itu. Di saat masyarakat terkunci, dan aparta kepolisian memastikan upaya pemerintah menghentikan penyebaran virus berjalan, perampok makam bekerja siang-malam.