Pendekatan Burung Unta Ratu Elizabeth II dalam Konflik Pangeran Charles dan Lady Di
- Ratu Elizabeth II ingin membantu Putri Diana tapi nggak tahu caranya.
- Maka dipilihlah pendekatan burung unta, atau tidak ingin terlibat dalam konflik.
JERNIH — Banyak orang berpikir bahwa mereka tahu hubungan almarhum Ratu Elizabeth II dengan Putri Diana, sampai The Crown — sebuah serial televisi drama sejarah tentang pemerintahan Ratu Elizabeth II — membuat kita mengerti.
Bahwa, Putri Diana adalah orang buangan yang kesepian. Ia keluar dari pedalaman dan tenggelam dalam kemegahan kerajaan, serta menyaksikan tanpa daya saat suami tak berperasaan melanjutkan perselingkuhan. Pangeran Charles, kini Raja Charles III, yang dingin dan terpencil melihat ke arah lain.
Tapi, apakah sesederhana itu? Tentu saja tidak. Sebab, seperti semua drama berlatar kerajaan, hidup tidak sederhana. Hidup itu rumit.
Sebagai permulaan, Putri Diana sama sekali bukan orang luar. Ratu Elizabeth II adalah ibu baptis Charles Spencer, adik Diana, dan ayah Diana; Viscount Althorp pernah menjadi Equerry atau pelayan pribadi ratu.
Putri Diana tahu bagaimana menangani bangsawan. Namun, seperti dituturkan Andrew Morton dalam Diana: Her True Story, Diana takut pada ibu mertuanya sejak awal. Diana memberi hormat yang dalam setiap kali bertemu, tapi menjaga jarak.
Buku itu kini dikenal luas sebagai ‘memoar balas dendam’ Diana. Buku mengungkap rincian sensasional pernikahan bermasalah, dan menunjukan bagaimana Diana-Charles tidak cocok sejak awal.
Jauh sebelum buku Morton terbit, seorang wartawan Inggris — dalam percakapan santai di kedai kopi di Banda Aceh — seorang wartawan Inggris mengatakan; Diana-Charles tidak cocok. “Diana itu hanya cantik,” kata wartawan itu.
Diana, menurut Morton, mencurigai Charles tidak pernah benar-benar mengakhiri perselingkuhannya dengan Camila. Sang putri menyerah, depresi, dan bulimia.
“Tidak ada yang datang membantunya,” tulis Ingris Seward dalam The Queen and Di. “Hampir semua orang, mulai dari ratu sampai staf Istana Buckingham yang melayani Diana, mengaitkan perilaku sang putri dengan kasus saraf yang buruk.”
Setelah pernikahan, menurut Seward, Ratu Elizebeth II lebih memahami kesulitan Diana dan mengembangkan ikatan yang kuat. Kepada Seward, Diana mengatakan; “Saya memiliki ibu mertua terbaik di dunia.”
Namun, ketika hubungan Charles-Diana membatu, interaksi Diana dan Elizabeth II juga membeku. Seward menulis; calon raja mulai takut dengan kunjungan tak terjadwal Putri Diana yang emosional.
Seorang pelayan istana mengatakan kepada Elizabeth II; “Putri Diana menangis tiga kali dalam setengah jam saat menunggu untuk melihat Anda.” Elizabeth II menjawab; “Saya pernah melihatnya nangis satu jam tanpa henti.”
Rupanya, Elizabeth II ingin membantu menantunya tapi tidak tahu caranya. Patrick Jephson, sekretaris pribadi Putri Diana dalam film dokumenter Channel 5 Two Golden Queens, mengatakan; “Untuk Putri Diana, ada harapan entah bagaimana ratu akan campur tangan untuk membuat semuanya beres dan pernikahan itu bertahan.”
Namun, Jephson melanjutkan, ada masalah komunikasi antara dua generasi, di antara dua wanita kuat. Ada aliram pemikiran kerajaan tradisional tertentu bahwa Diana harus berhenti bersikap konyol.
Elizabeth II dan Kecenderungan Burung Unta
Dalam The Palace Papers, wartawan Tina Brown menulis tentang kecenderungan burung unta yang dialami Elizabeth II. Artinya, ratu cenderung menghindari konfrontasi dan mengubur dirinya dalam dokumen resmi dan tidak ingin menghadapi subyek yang sulit.
Dalam rekaman video milik Peter Setelen dan ditayangkan dalam film dokumentar tahun 2017 Diana In Her Own Words, sang putri terdengar mengatakan bagaimana dia menangis dan meminta bantuan ratu untuk menyelamatkan pernikahan.
Peter Setelen adalah pelatih suara Putri Diana. Ia tahu banyak semua yang terjadi dengan sang putri.
“Jadi saya pergi ke wanita papan atas dan berkata; Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,” kata Diana. Elizabeth II, kata Diana dalam rekaman itu, mengatakan; “Saya tidak tahu apa yang harus Anda laukan.”
Menurut Diana, seperti dituturkan dalam rekam video itu, pernyataan ratu itu adalah batuan. Hanya itu.
Kematian mengejutkan Putri Diana dalam kecelakaan mobil 1997 mengguncang keluarga Kerajaan Inggris sampai ke intinya. Brown menggambarkan bagaimana ikon nasional yang dipuja emak-emak Inggris dan ibu calon raja Inggris adalah percampuran traumatis publik dan pribadi ratu.
Sejak itu, peran Elizabeth II sebagai simbol yang pendiam berubah. Ia lebih banyak mengunci diri di Balmoral dan menghibur cucu-cucunya. Namun, orang-orang menuntut sebaliknya.
Tabloid Inggris berteriak; Show Us You Care, untuk menyeru ratu kembali ke London dan memerintahkan Union Jack diturunkan dari tiang bendera Istana Buckingham.
Bangsawan Inggris berpegang pada protokol, bahwa hanya ratu yang berhak memerintahkan penurunan Union Jack. Namun, bendera itu harus diturunkan karena Putri Diana bukan lagi bangsawan dan tidak boleh diperlakukan seperti itu.
Akhirnya, PM Tony Blair turun tangan. Ia membujuk ratu untuk kembali dan meredakan ketegangan dengan membuat siaran langsung ke Downing Street. PM Tony Blair juga yang mendesak Elizabeth II menyebut diri nenek.
Dalam biografi edisi ulang tahun 2017, Morton menulis; “Salah satu dari banyak ironi dalam kehidupan ratu adalah betapa pengaruh Putri Diana pada keluarga kerajaan diukur dengan seberapa banyak rumah Windsor saat ini mengakomodasi pendatang baru.”
Seperti diringkas Brown dalam The Palace Papers, Elizabeth II menjelaskan; “Semua itu seharusnya tidak pernah terjadi lagi, karena selebritias Diana yang meledak-ledak, masalah monarki Inggris yang dikalahkan, ditenggelamkan oleh salah satu anggota yang terlalu populer dan berbahaya.”
Artinya, tidak boleh ada keluarga kerajaan yang lebih populer dari ratu. Juga, tidak boleh ada keluarga kerajaan yang lebih dicintai selain penerus takhta.