Crispy

PM Thailand Prayuth Chan-ocha Tolak Mundur

PM Thailand mewanti-wanti penduduk agar tidak membangkang terhadap dekrit pemerintah. “Tunggu saja,” kata Prayuth, “Jika Anda berlaku salah, kami akan menggunakan kekuatan hukum.”

JERNIH—Thailand kian berada pada situasi genting setelahlarangan berkumpul lebih dari lima orang ditetapkan pada Kamis (15/10) pagi lalu, dengan tujuan untuk mengakhiri gelombang protes yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan. Kaum oposisi menuntut pengunduran diri PM Prayuth Chan-ocha dan dilucutinya kekuasaan monarki di bawah Raja Maha Vajiralongkorn.

Pada sore hari usai larangan diberlakukan, kaum oposisi justru menggelar salah satu aksi demonstrasi terbesar di Bangkok.  “Saya tidak akan mengundurkan diri,” kata Prayuth kepada awak media usai rapat kabinet darurat. “Salah saya apa?”

“Pemerintah harus mengumumkan dekrit darurat nasional. Kami harus mengambil langkah itu karena situasinya semakin berbahaya,”kata dia.  Menurut Perdana Menteri dekrit ini akan diberlakukan selama 30 hari, atau bisa dicabut lebih cepat jika situasinya mereda.

PM Thailand mewanti-wanti penduduk agar tidak membangkang terhadap dekrit pemerintah “Tunggu saja,” kata Prayuth, “Jika Anda berlaku salah, kami akan menggunakan kekuatan hukum.”

Prayuth naik tahta setelah mengudeta pemerintahan sipil di bawah Yingluck Shinawatra pada 2014. Prayuth juga dituduh memanipulasi pemilihan umum 2019 lalu untuk mempertahankan kekuasaannya. Mantan jenderal itu berkeras pemilu berjalan jujur dan adil.

Para demonstran terutama menuntut konstitusi baru untuk menggantikan UU Dasar yang dibuat di bawah pemerintahan junta militer. Mereka juga meminta reformasi kekuasaan monarki yang dituduh ikut melanggengkan pengaruh militer terhadap politik selama berpuluh tahun. 

Satu-satunya insiden spesifik yang dikutip pemerintah sebagai dalih menerbitkan dekrit darurat nasional pada Kamis (15/10) lalu,  adalah ketika iring-iringan mobil Ratu Suthida disoraki para demonstran. Sehari sebelumnya, para demonstran mengerubungi kendaraan yang ditumpangi Ratu Suthida Bajrasudhabimalalakshana di Bangkok.  Dua tersangka pengerubungan itu kini didakwa dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.  Jumat (16/10) pagi kepolisian mengumumkan dua tersangka akan didakwa dengan delik percobaan melakukan tindak kekerasan terhadap ratu, dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Ekachai Hongkangwan dan Bunkueanun Paothong, dua demonstran yang ditahan karena mengerubungi mobil ratu itu, mengatakan dirinya “dituduh berusaha melukai ratu,” sebagaimana disampaikannya kepada AFP lewat sambungan telepon. “Saya tidak bersalah. Taka da sedikit pun saya bermaksud seperti itu,” kata dia.

Kelompok demonstran sebelumnya sudah menolak dekrit darurat nasional dan mengecam penangkapan terhadap 40 demonstran oleh kepolisian. Jumat sore waktu setempat, mereka akan kembali turun ke jalan.

Penerbitan dekrit oleh Prayuth juga dikritik partai-partai oposisi di parlemen. “Pheu Thai Party menyerukan kepada Jendral Prayuth Chan-ocha dan pejabat negara untuk mencabut dekrit darurat nasional,” tulis petinggi sebuah partai dalam sebuah keterangan pers. “Pemerintah harus menghentikan semua bentuk intimidasi dan segera membebaskan semua demonstran yang ditahan,” kata dia.  

Analis politik di Bangkok, Thitinan Pongsudhirak, mengatakan gelombang protes membuka peluang terjadinya kudeta militer lanjutan. “Babak terakhir bagi masa depan Thailand sudah dirintis sejak bertahun lalu, dan akhirnya dimulai di sini dan saat ini,” kata dia.  “Tindakan brutal pembubaran aksi protes mungkin akan terjadi.”

[AP/Reuters/DPA]

Back to top button