Proyek Satelit Kemenhan Rugikan Negara Ratusan Milyar
Pelanggaran prosedural itu terjadi pada periode 2015-2016 untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan yang nilai kontraknya sangat besar. Padahal, anggarannya sendiri belum ada.
JERNIH- Lagi-lagi, Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk melakukan pembayarn yang tak ada dasarnya. Akhirnya, negara pun mengalami kerugian ratusan milyar rupiah.
Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, mengungkapkan hal itu setelah menemukan dugaan pelanggaran hukum dalam proyek pengadaan satelit Kementerian Pertahanan pada 2015 lalu.
Dia bilang, pelanggaran prosedural itu terjadi pada periode 2015-2016 untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan yang nilai kontraknya sangat besar. Padahal, anggarannya sendiri belum ada.
“Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan, ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum,” kata Mahfud di Kantornya, Kamis, (13/1).
Menurut Mahfud, Kementerian Pertahanan pada tahun 2015, melakukan kontrak dengan Avanti guna melakukan kerjasama dengan anggaran yang belum ada. Selain itu, beberapa perusahaan lain seperti Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat juga terlibat.
Kemudian, Avanti menggugat Pemerintah Indonesia di London Court of International Arbitration sebab Kemenhan tak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang sudah ditanda tangani. Sehingga, pada 9 Juli 2019, Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan dengan mewajibkan Indonesia membayar sewa tersebut.
“Ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 miliar. Jadi negara membayar Rp515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya,” kata Mahfud.
Beberapa perusahaan lain juga turut melayangkan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional. Di Pengadilan Arbitrase Singapura, seperti diberitakan Viva pemerintah juga dijatuhi putusan berupa kewajiban membayar sewa satelit dengan nilai mencapai 20.901.209 dolar Singapura kepada Navayo.
“Ini yang 20 juta ini nilainya Rp304 (miliar). Oleh karenanya ini sudah lama menjadi perhatian Kejaksaan Agung dan kami sendiri kemudian melakukan audit investigasi kami mengkonfirmasi dengan Kejaksaan Agung bahwa benar Kejaksaan Agung sedang sudah cukup lama menelisik masalah ini dan kami sampaikan konfirmasi kami sekarang bahwa kalau itu memang benar, sehingga kami menyampaikan ke Kejaksaan Agung untuk segera ditindaklanjutin karena kalau ada suatu pelanggaran hukum dari sebuah kontrak, kalau kita harus membayar itu kita harus lawan,” kata Mahfud menyebutkan.[]