Putin Berencana Hadiri KTT G20 di Indonesia, Sekutu Barat Meradang
Amerika Serikat dan sekutu Baratnya sedang mempertimbangkan apakah Rusia harus tetap berada dalam G20 setelah melakukan invasi ke Ukraina.
JERNIH – Presiden Rusia Vladimir Putin bermaksud menghadiri KTT G20 di Indonesia akhir tahun ini. Namun beberapa negara sesame anggota G-20 sepertinya tak rela jika pemimpin Rusia ini mengikuti pertemuan ini.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan Rabu (23/3/2022), Putin bermaksud melakukan perjalanan ke Pulau Bali untuk KTT G20 pada bulan November. Ia menolak saran beberapa anggota G20 yang melarang Rusia ikut dalam pertemuan itu bahkan berniat mendepaknya dari keanggotaan G20.
“Itu akan tergantung pada banyak, banyak hal, termasuk situasi COVID, yang semakin baik. Sejauh ini, niatnya adalah … dia ingin,” kata duta besar Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers.
Amerika Serikat dan sekutu Baratnya sedang mempertimbangkan apakah Rusia harus tetap berada dalam G20 setelah melakukan invasi ke Ukraina, sumber yang terlibat dalam diskusi mengatakan kepada Reuters.
Ditanya tentang saran Rusia dapat dikeluarkan dari G20, dia mengatakan kelompok ini adalah forum untuk membahas masalah ekonomi dan bukan krisis seperti Ukraina. “Tentu saja pengusiran Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu menyelesaikan masalah ekonomi ini. Sebaliknya, tanpa Rusia akan sulit untuk melakukannya.”
Kementerian luar negeri Indonesia menolak mengomentari seruan agar Rusia dikeluarkan dari G20.
Sementara itu Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan Kamis (24/3/2022), mengizinkan Vladimir Putin untuk duduk bersama para pemimpin dunia lainnya di KTT G20 tahun ini akan menjadi ‘langkah yang terlalu jauh’. “Saya pikir kita perlu memiliki orang-orang di ruangan yang tidak menyerang negara lain,” katanya.
Morisson mengatakan, dia telah melakukan ‘kontak langsung’ dengan Presiden Joko Widodo tentang kehadiran Putin di G20 tersebut. “Rusia telah menginvasi Ukraina. Ini adalah tindakan kekerasan dan agresif yang menghancurkan aturan hukum internasional,” kata Morrison pada konferensi pers di Melbourne. “Dan gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin… bagi saya, adalah langkah yang terlalu jauh.”
Sementara itu China menggambarkan Rusia sebagai anggota penting G20 dan mengatakan tidak ada anggota yang memiliki hak untuk mengusir negara lain.
Morrison mencatat bahwa Australia dan Belanda bulan ini juga telah meluncurkan proses hukum baru terhadap Rusia atas jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17, yang ditembak jatuh di Ukraina pada 17 Juli 2014, menewaskan semua orang di dalamnya.
Penyelidik internasional mengatakan peristiwa itu terjadi akibat rudal permukaan-ke-udara yang awalnya dibawa dari pangkalan militer Rusia. “Jadi kita tahu bentuk Vladimir Putin dalam hal mengambil nyawa warga sipil yang tidak bersalah,” kata Morrison.
“Saya tidak terkejut dengan kebiadaban mereka. Saya tidak terkejut dengan arogansi mereka dalam apa yang mereka coba terapkan di Ukraina. Dan itulah mengapa Australia menjadi salah satu yang terkuat dalam mengambil tindakan terkait dengan Rusia.”
Australia mengumumkan pada hari Minggu larangan semua ekspor alumina dan bauksit ke Rusia sambil menjanjikan lebih banyak senjata dan bantuan kemanusiaan ke Ukraina. Pemerintah Australia telah menjatuhkan 476 sanksi terhadap individu dan institusi Rusia sejak invasi dimulai pada 24 Februari.
Vorobieva mendesak Indonesia untuk tidak terombang-ambing oleh tekanan dari negara-negara Barat. “Kami sangat berharap pemerintah Indonesia tidak menyerah pada tekanan mengerikan yang diterapkan tidak hanya ke Indonesia tetapi juga banyak negara lain di dunia oleh Barat,” kata Vorobieva, yang mengatakan Rusia secara aktif mengambil bagian dalam semua pertemuan G20.
Rusia menghadapi serangan sanksi internasional yang dipimpin oleh negara-negara Barat yang bertujuan mengisolasinya dari ekonomi global, termasuk menutupnya dari sistem pengiriman pesan bank global SWIFT dan membatasi transaksi oleh bank sentralnya. [Reuters/AFP/CNA]