Satu Juta Pekerja Indonesia di Malaysia Terancam Kelaparan
- Mereka tidak punya tabungan lagi, dan terusir dari rumah sewa.
- Mereka menggelandang di bangunan-bangunan tak terpakai, bertahan hidup dengan mie instan dan telur.
Kuala Lumpur — Nahdlatul Ulama (NU) cabang Malaysia mengatakan satu juta pekerja migran asal Indonesia menderita kurang makan akibat penguncian.
Mahfud Budiono, pekerja migran dan ketua NU cabang Malaysia, mengatakan 700 ribu pekerja Indonesia terdokumentasi, 1,5 juta pekerja bergerak di sektor kuliner, konstruksi, layanan kebersihan, dan semuanya telah diberhentikan akibat lockdown.
“Mereka telah menggunakan semua tabungan untuk makan, bayar sewa ruangan, dan lainnya,” kata Mahfurd seperti dikutip South China Morning Post.
Baca Juga:
— Di Sini Orang-orang Kaya Silicon Valley Bersembunyi dari Wabah Covid-19
— Covid-19 Bikin Jeff Bezos Makin Kaya dan Kikir
— 9.200 Petugas Medis AS Terjangkit Virus, Jumlah Kematian tak Diketahui
Sekitar 400 ribu pekerja yang menyewa kamar terancam diusir pemillik, karena tak bisa lagi membayar sewa rumah sebesar 1.200 ringgit, atau Rp 4,3 juta, per bulan.
Agung, salah satu pekerja migran asal Indonesia, bertahan hidup dengan mie isntan dan telur. Ia berteduh di bawah bangunan tak lagi digunakan bersama sejumlah rekannya.
Sebagai pekerja serabutan, Agung mendapatkan upah 2000 ringgit, atau Rp 7,1 juta, per bulan. Ia bisa melakukan apa aja, mulai dari memperbaiki mobil, membangun rumah atau kantor.
Sejak 18 Maret, ketika penguncian dimulai, Agung — asal sebuah desa di pinggir Medan, Sumatera Utara — belum mendapat bayaran dari majikan terakhirnya.
Ia bertahan hidup dengan pasokan makanan dari sebuah LSM. Kini, persediaannya hanya cukup untuk lima hari lagi.
“Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan setelah makanan habis,” kata Agung, pencari nafkah tunggal dalam keluarganya.
Agung tidak mengirim uang ke keluarga dua bulan terakhir. Ia tidak tahu apakah keluarganya di Medan makan atau tidak.
Saat ini terdapat 2,5 juta pekerja upah rendah asal Indonesia di Malaysia. Sebagian besar Muslim.
Kini orang-orang seperti Agung bergulat dengan dua kesulitan finansial menjelang Ramadhan; untuk bertahan hidup diri sendiri dan mengirim uang ke keluarga.
Mereka juga tidak boleh pulang kampung selama Ramadhan dan saat Idul Fitri, karena pemerintah Indonesia melarang mudik untuk mengekang penyebaran virus korona.
Indoneia saat ini memiliki 7.775 kasus infeksi virus korona, dengan 647 kematian — tertinggi di Asia di luar Cina.
Menggandeng 20 LSM, NU cabang Malaysia memberi bantuan makanan kepada pekerja Indonesia di sekitar Kuala Lumpur dan negara bagian Selangor.
“Namun kami kewalahan,” ujar Mahfud.
Menteri Wilayah Federal Malaysia Annuar Musa menyumbang 1.000 karung beras ukuran lima kilogram pada 3 April. Kementerian Luar Negeri Indonesia mendistribusikan 100 ribu paket sembako.
Glorene Das, direktur eksekutif LSM Tenaganita, mengatakan; “Pekerja migran tidak takut pada Covid-19. Mereka lebih takut kelaparan, karena tak lagi mendapat upah.”
Sekitar 62 ribu pekerja Indonesia yang kehilangan pekerjaan telah kembali ke tanah air. Mereka eksodus sebelum penguncian diberlakukan.
Menteri Luar Negeri Malaysia Hishamuddin Hussein mengatakan pekerja migran diijinkan kembali ke neara asal, tapi tidak bisa kembali sebelum penguncian dicabut.
“Ini berlaku tidak hanya untuk orang Indonesia, tapi dari negara lain,” katanya.
Mahfud mengatakan kendati Presiden Joko Widodo melarang mudik, pekerja Indonesia di Malaysia yang punya uang bertekad pulang ke kampung halaman. Merka lebih suka menunggu wabah berakhir di Indonesia, dan kembali ke Malaysia saat situasi normal.