Selamat Jalan Kang Ajip Rosidi
Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, pada tanggal 31 Januari 1938. Sejak usia belasan, Ajip telah akrab dengan sastra. Selain menulis karya sastra dalam dua bahasa, Sunda dan Indonesia, ia pun dikenal luas sebagai kritikus sastra, pemikir, dan budayawan.
MAGELANG (JATENG)—Sekali lagi dunia sastra Indonesia berduka. Sastrawan Ajip Rosidi tutup usia pada Rabu (29/7/2020) pukul 22.30 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Keterangan ini diperoleh dari unggahan Facebook Iman Sholeh yang merupakan seniman dan dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.
Dikabarkan, sebelumnya Ajip sempat menjalani perawatan di rumah sakit tersebut akibat terjatuh di rumah anaknya di daerah Pabelan, Magelang.
Nundang Rundagi, anak keempat Ajip, menyampaikan bahwa ayahnya telah dirawat sejak Kamis (23/7/2020). Sastrawan berusia 82 tahun itu didiagnosis mengalami pendarahan di otak dan harus menjalani operasi.
“Alhamdulillah, setelah menjalani operasi kondisi kesehatan bapak berangsur membaik dan kesadarannya mulai pulih,” tutur Nundang.
Lebih lanjut ia menceritakan, pada Kamis malam ayahnya terjatuh di depan kamar mandi dan sempat pingsan, kemudian dibawa ke rumah sakit.
“Sampai di rumah sakit menjalani CT Scan, ternyata mengalami pendarahan di otak maka harus operasi,” terangnya.
Ia menjelaskan, sebelum bulan puasa 2020, Ajip tinggal bersamanya di Pabelan, Kabupaten Magelang. Sebelumnya, Nundang menambahkan, ayahnya kerap kali bepergian Jakarta-Bandung guna mengunjungi Perpustakaan Ajip Rosidi yang terletak di Jalan Garut nomor 2, Kota Bandung.
Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, pada tanggal 31 Januari 1938. Sejak usia belasan, Ajip telah akrab dengan sastra. Selain menulis karya sastra dalam dua bahasa, Sunda dan Indonesia, ia pun dikenal luas sebagai kritikus sastra, pemikir, serta budayawan yang banyak menerima penghargaan di dalam maupun di luar negeri.
Pada usia 17 Tahuh (tahun 1955), Ajip telah menerbitkan bukunya pertamanya berjudul Tahun-Tahun Kematian. Tak berselang lama, suami aktris senior Nani Wijaya ini, menerbitkan buku kumpulan puisi, cerita pendek, roman, drama, esai dan kritik, serta hasil penelitian dan lain-lain.
Ia juga lekat dengan dunia jurnalistik dan penerbitan. Tercatat, pada tahun 1968-1979, Ajip menjadi Pemimpin Redaksi majalah kebudayaan Budaya Jaya. Ia turut mendirikan beberapa lembaga penerbitan, di antaranya Kiwari (Bandung, 1962), Tjupumanik (Jatiwangi, 1964), Duta Rakyat (Bandung, 1965), Pustaka Jaya (yang kemudian berubah nama menjadi Dunia Pustaka Jaya di Jakarta tahun 1971), dan Kiblat Buku Utama (Bandung, 2000).
Ajip juga tercatat pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sejak tahun 1968-an awal. Ia kemudian dipercaya menjadi Ketua DKJ untuk beberapa periode, yakni antara tahun 1972-1981.
Pada tahun 1981, Ajip diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Univrsitas Bahasa Asing Osaka) mukim di Jepang. Selama di Negeri Sakura, ia pun mengajar di kampus lain, di antaranya Kyoto Sangyo Daigaku dan Tenri Daigaku.
Kecintaan Ajip pada sastra membuatnya secara rutin memberi hadiah sastra bernama Hadiah Sastra Racage sejak tahun 1981. Hadiah ini berikan khusus kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa di bidang sastra dan bahasa daerah.
Untuk jasa-jasanya, Ajip pernah mendapat beberapa penghargaan, di antaranya Hadiah Sastera Nasional Tahun 1955-1956 dan tahun berikutnya; Hadiah Seni dari Pemerintah RI tahun 1993; Kun Santo Zui Ho (Bintang Jasa Khazanah Suci, Sinar Emas dengan Selempang Leher) dari pemerintah Jepang tahun 1999.
Sedangkan gelar Doktor Honoris Causa bidang Ilmu Budaya ia dapatkan dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) pada tahun 2011.
Kini Sang Maestro telah tiada. Ia menyusul maestro sastra lainnya yang berpulang belum lama ini, Sapardi Djoko Damono. Namun, karya-karya Kang Ajip akan dikenang abadi. [*]