Crispy

Siap-siap! Bea Materai Bakal Segera Naik

JAKARTA – Masyarakat Indonesia akan segera mempunyai UU Materai baru untuk menggantikan  Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang dinilai sudah perlu diganti. Rancangan Undang-Undang Bea Meterai yang sudah dibahas Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) periode 2014- 2019,  segera diteruskan dibahas  Komisi IX DPR RI yang baru.

Anggota Komisi IX DPR RI, Soepriyatno yang juga menjadi anggota rapat Panja RUU Bea Meterai, meyakini RUU itu sudah dapat diundangkan bulan depan. Itu karena Menteri Keuangan periode 2019-2024 tetap dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati sehingga komunikasi dengan pemerintah tidak perlu diulang.  “Pembahasan RUU Bea Meterai tinggal 20 persen. Kemungkinan besar RUU Bea Meterai bakal dibahas dan diundangkan pada bulan depan,” kata dia, menegaskan.

Revisi UU Bea Meterai banyak ditunggu berbagai pihak, terutama berkaitan dengan beban pelunasan bea materai yang  akan dibebankan kepada penerbit dokumen dan besaran materai yang belum menemukan titik temu besarannya.  Kementerian Keuangan berharap revisi UU Bea Materai mampu menggenjot penerimaan negara. Oleh karenanya Revisi UU Bea Meterai lama antara lain merubah tarif bea meterai yang saat ini Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif yakni Rp10.000.

Kementerian Keuangan juga tampaknya focus membidik pengenaan bea meterai untuk dokumen digital terutang, mengingat besarnya potensi industri digital.

Head of Cards and Loans Citi Indonesia Herman Soesetyo mengatakan, sejauh ini beban bea meterai ditanggung konsumen. Namun hal tersebut kerap diabaikan pengguna kartu kredit ketika membayar penuh (full payment) tagihan kartu kredit. “Saat ini kami masih menunggu keputusan pemerintah, dalam hal ini masih dibebankan kepada costumers dalam administrasi kartu kredit. Karenanya, bea materai belum menjadi beban operasional bank,” kata Herman.

Menurut  Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahrijadi, bila UU itu disahkan,  beban operasional perbankan akan semakin meningkat. Di samping itu, nasabah harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk tarif bea meterai yang tinggi.  “Dalam buku cek, nasabah harus bayar termasuk bea meterainya. Selebihnya harus tunggu peraturan yang akan terbit seperti apa? Dokumen apa saja yang terkena bea meterai?” kata Haryono.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat, jika RUU Bea Meterai resmi diketok. Ia juga mengingatkan perlunya sosialisasi substansi dari perubahan undang-undang terhadap kewajiban mereka membayar meterai. Prastowo melihat tingginya potensi  bea meterai digital untuk transaksi, perjanjian, kerja sama, atau hal sejenis lain yang semakin marak dilakukan lewat platform digital yang bisa digali pemerintah. Namun ia mengingatkan agar pemerintah mempersiapkan aturannya secara jelas, misalnya mengidentifikasi dan menjelaskan jenis-jenis dokumen digital seperti apa saja yang dapat dikenakan bea meterai.

“Ini juga bicara soal efektivitas, makin banyak platform digital sekarang. Apalagi seperti fintech, e-commerce, dan sebagainya yang banyak menggunakan dokumen atau transaksi digital,” ujar Prastowo.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya menunggu undangan DPR yang baru untuk membahas kembali RUU Materai. “Jadi sudah diputuskan untuk di carry over ke DPR periode sekarang, kami menunggu DPR untuk menjadwalkan kembali pembahasannya,” kata Yoga.

Menurut Yoga, masih ada hal – hal yang perlu dibahas lebih mendalam seperi sanksi untuk ketidakpatuhan dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Bea Meterai serta ketentuan peralihan belum sempat dibahas.  [tvl]

Back to top button