Crispy

Sri Lanka Paksa Muslim Kremasi Korban Covid-19

  • Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengerahkan militer dan intelejen untuk melacak orang-orang berpotensi terjangkit virus korona. Targetnya minoritas Muslim.
  • Jenasah Muslim pertama dikremasi tanpa sepengetahuan keluarga.

Kolombo — Pemerintah Sri Lanka memaksa Muslim mengkremasi jenasah keluarga korban Covid-19, dan melakukan stigmatisasi selama penguncian.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengijinkan penguburan dan kremasi bagi jenasah korban Covid-19. Bagi mayoritas Buddha-Sinhala, kremasi adalah wajib. Bagi Muslim, jenasah harus dimakamkan.

Pada 11 April pemerintah Sri Lanka mewajibkan semua jenasah korban Covid-19 dikremasi. Bagi umat Islam, kremasi melanggar ajaran agama.

Sri Lanka menjadi satu-satunya negara yang menolak penguburan.

Baca Juga:
— Politik Segregasi Agama di Tengah Wabah Covid-19 di India
— Dituduh Menyebar Covid-19, Muslim India Menghadapi Ancaman Pembantaian
— India Terkunci, Rakyat Miskin Kesulitan Cari Makan

Larangan muncul saat Sri Lanka bersiap memperingati pemboman Paskah, ketika kelompok teroris Islam menargetkan gereja dan hotel. Sebanyak 257 orang tewas, kebanyakan minoritas Kristen, dalam peristiwa itu.

Sejak saat itu minoritas Muslim menjadi sasaran demonisasi dan pelecehan.

“Betapa buruk situasi ini bagi Muslim Sri Lanka,” kata Alan Keenan, direktur Crisis Group.

Sri Lanka mengunci diri pada 21 Maret 2020, setelah 270 kasus virus baru ditemukan, dengan tujuh kematian.

Sejauh ini tiga jenasah Muslim dikremasi, yang menimbulkan tangis tak berkesudahan keluarga mereka.

Fayaz Yoonus, putra seorang korban Covid-19, bercerita kepada Al Arabiya mengenai kremasi ayahnya. “Ketika kami diberi tahu jenasah akan dikremasi, saya berusaha membiasakan diri dengan prosedur,” katanya. “Tapi saya tidak tahu di mana membeli peti mati.”

Keesokan hari, menurut Yoonus, pejabat memberi ijin keluarga menengok jenasah. Ia dan saudara laki-lakinya melihat jenasah itu dan melakukan doa bersama.

“Di luar, pejabat medis yudisial bertanya kepada saya apakah keberatan dengan kremasi,” cerita Yoonus.

“Saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya setuju saja,” lanjutnya. “Setelah itu wawancara saya muncul di dua televisi milik pemerintah.”

Jenasah Muslim pertama dikremasi tanpa persetujuan keluarga. Saat kremasi, putra korban diperiksa Departemen Investigasi Kriminal karena diduga menyebarkan virus ketika membawa ayahnya ke rumah sakit swasta.

Keputusan melarang pemakaman muncul kendati ada petisi dari pengacara, penasehat ilmiah, dan doker di Sri Lanka. Pemerintah juga mengabaikan surat 8 April dari Pelapor Khusus PBB, bahwa melarang penguburan tidak diijinkan ICCPR, sebuah perjanjian yang melindungi hak atas kebebasan berpikir dan beragama.

Kini banyak orang khawatir akan demokrasi di Sri Lanka. Beberapa pekan sebelum penguncian, Presiden Sri lanka Gotabaya Rajapaksa membubarkan parlemen dan mengambil alih semua kekuatan pengambil keputusan.

Yoonus mengatakan militer dan intelejen dipanggil untuk membantu sektor kesehatan melacak korban virus korona. Targetnya, keluarga Muslim.

Back to top button