Tentara Myanmar Tembak Setiap Warga Sipil yang Ditemui
- Tentara dan polisi Myanmar tidak lagi menunggu pengunjuk rasa, tapi mendatangai pemukiman dan meneror.
- Penduduk desa keluar untuk berunjuk rasa dan ditembaki di perjalanan.
JERNIH — Tentara Myanmar menembak seorang lelaki tua pemungut sampah di sebuah kuil, dan dua wanita usia 60-an, setelah kasi protes anti-kudeta bubar.
“Lelaki tua itu sedang memungut sampah ketika seorang tentara mendatanginya, mengeluarkan pistol, mengarahkannya ke kepala dan menekan pelatuk,” ujar seorang saksi yang berada tak jauh dari tempat kejadian.
Insiden itu terjadi Hlaing Tharyar, distrik bisnis yang menampung banyak pabrik investasi Cina. Di tempat ini, sepanjang Minggu, pengunjuk rasa membakar empat pabrik garmen dan pupuk. Tentara kalap dan menembak mati 63 pengunjuk rasa.
Usai insiden di depan kuil, 40 truk tentara tiba di Jembatan Aung Zeya, masih di Hlaing Tharyar, untuk membubarkan aksi unjuk rasa. Di sini dua wanita usia 60-an tewas roboh di Jl Da Bin Shwe Htee ketika tentara menembaki pengunjuk rasa.
Mayat kediua wanita dibawa ke rumah sakit setempat, bersama tiga orang terluka.
Di Mandalay, tepatnya wilayah Chanmya Tharzi, dua pengunjuk rasa tewas dan beberapa lainnya terluka. Korban tewas adalah Than Htike Oo (26) dan Wai Phyo (22).
Di Myingyan, masih di Mandalay, petugas penyelamat diserang dan tidak bisa menjangkau orang-orang terluka oleh penembakan brutal tentara.
Di Magway, dua pengunjuk rasa — berusia 25 dan 30 tahun — tewas dengan luka tembak di kepala dan dada. Seorang dokter dan saksi mata mengatakan penembakan terjadi di depan kantor polisi Aunglan.
Penduduk Desa Keluar
Di Monywa, wilayah Sagaing, sekitar 2.500 orang keluar dari desa-desa untuk berdemo. Mereka, laki-laki dan perempuan dari berbagai usia, keluar datang menggunakan truk.
Salah satu truk berhenti mendadak ketika terdengar tembakan. Saksi mata mengatakan sopir truk terkena tembakan di dada.
“Mereka menembak roda depan, kemudian menembak dari arah depan tepat ke arah sopir,” ujar Aung Myint Tun, seorang pengunjuk rasa. “Ada dua lubang peluru di kaca depan mobil.
Polisi mengambil jenazah sopir bernama Ko Zaw, dan menangkap seluruh dari 30 pengunjuk rasa yang berada di belakang mobil.
Di Bago, penduduk tidak bergerak mengorganisir diri untuk menggelar unjuk rasa. Mereka menjalani kehidupan normal, tapi polisi dan tentara datang menembaki mereka. Satu orang tewas.
Korban adalah remaja usia 18 tahun, dengan luka di kepala. Satu korban lain, lelaki usia 40 tahun, ditembak saat mengendarai sepeda motor.
“Lelaki beresepeda motor itu ditembak saat tentara dan polisi dalam perjalanan kembali ke markas usai menembaki permukiman,” kata seorang saksi.
Militer Myanmar dipastikan belum lelah membunuh penduduk sipil, sampai mereka benar-benar mampu menegakan kekuasaan.