Tiga Hari Penuh Lima Juta Buruh Akan Mogok Tolak Omnibus Law
Menurut Said, RUU tersebut nyat-nyata dibuat semata untuk menguntungkan pengusaha. Dia mencontohkan seperti dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga pengurangan nilai pesangon.
JERNIH—Setidaknya lima juta buruh di berbagai perusahaan yang tersebar di 25 provinsi menyatakan siap untuk melakukan aksi mogok nasional. Pemogokan tersebut merupakan sikap penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menurut mereka menjadi alat untuk melakukan penindasan dan kesewenang-wenangan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal, mengatakan mogok nasional itu akan dilakukan selama tiga hari penuh, mulai 6 Oktober dan diakhiri pada 8 Oktober 2020 saat sidang paripurna DPR RI.
“Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja tingkat perusahaan,”ujar Said Iqbal dalam rilis yang diterima banyak media massa.
Keterlibatan kaum buruh pun tak hanya melibatkan sedikit sector. Beberapa sektor industry seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain, sepakat dalam menilai Omnubus Law yang menurut mereka merupakan cara pemerasan tenaga buruh gaya baru.
Tidak hanya itu, sebelum mogok secara nasional, kaum buruh juga berencana melakukan aksi unjuk rasa setiap hari yang direncanakan dimulai 29 September-8 Oktober 2020. Selain itu kalangan buruh juga sepakat untuk melakukan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia, dengan waktu pada 1 Oktober dan 8 Oktober mendatang.
Sasaran para buruh dalam aksi mereka di Jakarta adalah Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menteri Ketenagakerjaan, dan DPR RI. Sedangkan di daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur atau DPRD setempat.
Said Iqbal menjelaskan mengapa kaum buruh menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut Said, RUU tersebut nyat-nyata dibuat semata untuk menguntungkan pengusaha. Dia mencontohkan seperti dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga pengurangan nilai pesangon.
Sejak awal, kata Said Iqbal, kaum buruh meminta agar perlindungan terhadap kaum buruh yang sangat minimal namun ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan dikurangi. “Tetapi faktanya Omnibus Law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” katanya dalam rilis yang beredar tersebut. [ ]