Tsunami Covid-19 di India, Jutaan Anak Kehilangan Orang Tua
- Tidak kehilangan salah satu tapi kedua orang tua.
- Anak-anak itu terancam terlantar, dilecehkan, atau diperdagangkan.
- Sejumlah LSM mulai bergerak.
JERNIH — Si kembar berusia enam tahun Tripti dan Pari, bukan nama sebenarnya, tidak pernah tahu ayah mereka telah tiada akibat direngut Covid-19. Keduanya juga tidak pernah tahu telah menjadi korban pandemi.
Keduanya tidur bersama sang ibu, yang juga terkena Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Ramesh Singh, paman si kembar, secara rutin berkunjung ke rumah Tripti dan Pari.
Sejak kematian suaminya, ibu si kembar frustrasi hebat. Ia menolak makan dengan benar, yang membuat pemulihan menjadi sulit.
Tetangga sering datang dan mengetuk pintu. Jika pintu tidak dibuka, tentangga akan menengok ke jendela dan menyiramkan air ke kedua bocah itu.
Ramesh Singh, bukan nama sebenarnya, selalu mengatakan kepada Tripti dan Pari bahwa ayah mereka akan kembali dan ibu akan sembuh. Itu dilakukan setiap hari untuk menghibur keduanya.
Terakhir, kedua bocah itu dibawa pergi ketika dokter tiba dan mengumumkan kematian sang ibu. Si kembar kini menjalani perawatan karena didiagnosa terjangkit.
Tripti dan Pari adalah dua dari jutaan anak-anak India yang kehilangan orang tua akibat Covid-19. Jika tidak kehilangan ayah, ya kehilangan ibu, atau kehilangan kedua orang tua dan menjadi yatim piatu.
Si kembar kini menjadi yatim-piatu. Ramesh Singh mengambil tangung jawab membesarkan keduanya.
Yasmin Haque, ketua Unicef India, mengatakan anak-anak itu tidak hanya hidup dalam tragedi emosional tapi juga berisiko terlantar, dilecehkan, dan dieksploitasi.
Kebenaran yang Menghancurkan
Tripti dan Pari adalah tragedi, tapi bukan yang paling tragis. Dalam kasus lain, media India melaporkan seorang bayi yang ditemukan di samping ibunya yang telah meninggal selama 48 jam.
Angka resmi korban tewas akibat Covid-19 di India adalah 270 ribu orang, tapi julah sebenarnya diperkirakan sekian kali lipat karena banyak orang tewas di luar sistem kesehatan.
“Kami tidak tahu berapa banyak orang sekarat dan berapa anak yatim piatu,” kata Akancha Srivastava, pakar keamanan siber yang meluncurkan saluran bantuan untuk anak-anak. “Yang pasti, bukti online menunjukan skala menghancurkan.”
Permohonan media sosial dibuat untuk membantu anak-anak yang membutuhkan ASI karena kehilangan ibunya. Lainnya adalah permohonan untuk membantu makanan bayi.
Beberapa anak yatim piatu korban Covid-19 juga disiapkan untuk diadopsi secara ilegal di media sosial.
Srivastava mengatakan saluran bantuannya menerima 300 panggilan dan pesan setiap hari. “Pihak berwenang kami terlalu terbebani. Dalam situasi seperti ini sangat mudah menugaskan orang yang salah, dan anak-anak berada dalam bahaya diperdagangkan,” katanya.
Di bawah hukum India, anak yatim piatu harus diawasi pejabat pemerintah dan dimasukan ke dalam institusi jika tidak ada kerabat yang merawat.
Smriti Irani, menteri wanita dan perkembangan anak, memperingatkan bahwa pendekatan tidak resmi untuk mengadopsi anak yatim piatu korban Covid-19 adalah jebakan dan ilegal.
Wartawan AFP mengaku menerima satu pesan WhatsApp yang menawarkan gadis usia dua tahun dan anak lelaki usia dua bulan untuk diadopsi. “Ini anak-anak Brahmana,” bunyi pesan itu, yang mengindikasikan anak-anak itu penganut Hindu dari kasta tertinggi.
Generasi Pecah
Protsahan India Foundation, sebuah LSM anak-anak di India, melaporkan anak-anak yang kehilangan orang tua atau salah satu orang tua mereka dirawat akibat Covid-19 terpaksa menjual sayuran di jalanan.
“Kami melihat generasi anak-anak yang mengalami kesulitan esktrem, dan menghadapi trauma parah,” kata Sonal Kapoor, anggota yayasan itu. “Mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang hancur.”
Menurutnya, anak-anak menanggung beban jauh lebih besar akibat pandemi. Mereka akan menghadapi kemungkinan inses dan menjadi korban perdagangan seks.
Dhananjay Tingal, dari organisasi kesejahteraan anak Bachpan Bachao Andolan, mengatakan menerima 50 panggilan telepon setiap hari, jauh lebih banyak dibanding tahun lalu.
“Ini bukan kali pertama anak-anak menjadi yatim piatu. Namun kali ini anak-anak harus menghadapinya sendirian,” katanya.
Beberapa kelompok masyarakat sipil mendesak orang tua menyiapkan rencana cadangan jika mereka jatuh sakit. Dalam kasus Tripti dan Pari, paman mereka berupaya mengadopsi secara resmi.