Wacana Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, Muhammadiyah: Berpotensi Kacau
“Wacana dan usaha perpanjangan masa jabatan dan presiden tiga periode berpotensi menimbulkan kekacauan politik dan perpecahan bangsa”
JAKARTA – Wacana amandemen UUD 1945 untuk membuat masa jabatan Presiden tiga periode, menimbulkan polemik. Bahkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang hal tersebut berpotensi menimbulkan kekacauan politik dan perpecahan bangsa.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan sebaiknya semua pihak saat ini fokus pada penanganan Covid-19 dan dampaknya, ketimbang mewacanakan perpanjangan masa jabatan Presiden.
“Wacana dan usaha perpanjangan masa jabatan dan presiden tiga periode berpotensi menimbulkan kekacauan politik dan perpecahan bangsa,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/9/2021).
“Sebaiknya semua pihak sekarang ini lebih fokus pada penanganan Covid-19 dan dampaknya,” Mu’ti menambahkan.
Menurut Mu’ti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan seluruh jajaran pemerintahan harus fokus melaksanakan amanat rakyat dan berkhidmat sampai akhir masa jabatan dengan sebaik-baiknya. Karenanya, seharusnya tak ada lagi pihak yang berusaha menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden.
“Seharusnya tidak ada lagi pihak yang berusaha melakukan amandemen masa jabatan Presiden tiga periode dan perpanjangan masa jabatan karena alasan apapun,” katanya.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi kemarin bertemu dengan lima partai koalisi nonparlemen di Istana Negara, Jakarta. Dalam pertemuan itu Jokowi tegas menolak amandemen UUD 1945 untuk membuat masa jabatan Presiden tiga periode.