Berantas Korupsi, Teruskan Otoritarianisme: Strategi Putin di Rusia
Apa yang kita lihat saat ini adalah semacam konvergensi: otoritarianisme Rusia menjadi kurang personal, sementara sistem pemerintahan demokratis Amerika memperoleh lebih banyak fitur berbasis keluarga dan klan
MOSKWA— Siapa pun yang mencermati demokrasi di Rusia pasti akan menemukan hal-hal menarik yang bisa dikatakan khas ‘Negara Beruang Merah’ itu. Demokrasi, di Rusia lebih merupakan pentas bagi keabsahan elit, bukan pesta rakyat jelata.
Menurut Maxim Trudolyubov, seorang editor yang bekerja untuk harian independen di Rusia, Vedomosti, yang telah lama menjadi kontributor tetap The New York Times, di negeri itu hierarki informal, hubungan dan klik dalam klan, cenderung menang atas aturan dan prosedur formal. Demokrasi yang telah lama terbentuk di sana memiliki hal khas yang berbeda: mereka memiliki tradisi dan aturan yang menetapkan batas yang jelas pada nepotisme dan politik berbasis klan.
Mungkin karena itu, banyak ilmuwan politik mendefinisikan rezim Rusia sebagai rezim otoritarianisme elektoral. Apa yang dikenal dengan sebutan ‘Pemilu’ di Rusia, tak lain sejatinya pertunjukan yang dimaksudkan untuk memberikan legitimasi pada pemimpin, bukan sebuah momen pesta buat rakyat.
Namun ada indikasi bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin harus menahan diri, mengekang naluri personalnya jika ia ingin melakukan peralihan kekuasaan secara damai pada 2020-an nanti. Pendorong perubahan lainnya di Rusia adalah permintaan yang kian kuat dari massa akar rumput untuk pelembagaan yang akan membuat segalanya lebih impersonal, serta aturan yang adil.
Hal ini menarik. Sementara rezim Rusia perlahan-lahan berubah menjadi sistem pemerintahan yang lebih berdasarkan aturan karena desakan akar rumput, sistem politik Amerika di bawah kepemimpinan yang sangat personal dari Presiden Trump, justru tampak bergerak ke arah yang berlawanan.
Niat Putin untuk menghindari persoalan pasca-pemunduran dirinya pada 2024– ketika secara konstitusional ia harus meninggalkan kursi kepresidenan dan mengupayakan pelestarian warisan politik dan kekayaannya, tampak menjadi motif paling mungkin di balik perombakan institusional Kremlin baru-baru ini. Beleid yang meliputi serangkaian perubahan pada Konstitusi Rusia, itu diumumkan baru-baru ini oleh Putin.
Jika nanti berlaku, amandemen yang diperkenalkan Putin itu akan memberikan lebih banyak kekuasaan kepada Kantor Perdana Menteri, Parlemen Rusia (Duma) dan Dewan Negara–sebuah badan yang terdiri dari gubernur regional Rusia dan sejumlah pejabat tinggi terpilih.
Satu teori yang tersebar luas, Putin berniat untuk meninggalkan kursi kepresidenan dalam empat tahun. Namun ia akan beralih memimpin Dewan Negara atau beberapa posisi lain, di mana ia akan dapat memantau seluruh lapangan permainan politik Rusia serta memastikan peralihan kekayaan dan kekuasaan yang tertib dan teratur.
Jika niat itu terbukti, beberapa sisi kekuasaan presiden sebagai pembuat kebijakan akan dibagikannya kepada badan-badan lain. Sebagian besar sisi pengambilan keputusan ekonomi kemungkinan besar akan beralih pada kabinet dan pemerintah daerah. Sementara presiden akan terus menjadi panglima tertinggi dan ‘tsar’ dalam kebijakan luar negeri.
“Putin perlahan kian menjauh dari personalisme,” ujar Konstantin Gaaze, seorang akademisi di The Moscow School of Social and Economic Studies. “Setelah dia, tak ada lagi tokoh karismatik di puncak politik Rusia.” Menurut Gaaze, sistem politik Rusia sudah harus berhenti memproduksi tokoh-tokoh kharismatik, sama seperti manakala Rusia tidak menghasilkan tokoh kharismatis di bawah Brezhnev. Leonid Brezhnez, sekretaris jenderal Partai Komunis Soviet yang memimpin Uni Soviet antara 1964 hingga 1982. Grup band Bimbo dari Indonesia pernah membuat lagu terkenal di masa itu, merujuk kekuasaan yang dimiliki Brezhnev, dan mitra sekaligus seteru terbesarnya dari AS, Ronald Reagan.
“Dengan membatasi kekuasaan presiden, memberdayakan parlemen, dan menjadikan dirinya pusat kekuasaan utama di luar Kremlin, Vladimir Putin telah menyuntikkan kompetisi kelembagaan yang (selama ini) tidak hadir,” tulis ilmuwan politik Ivan Krastev dalam sebuah artikel.
Konsekuensinya, kompetisi kelembagaan atau antarlembaga memang mungkin meningkat sebagai akibat dari apa yang digagas Putin. Namun dengan jelas ia pun memperlihatkan sikap bahwa dirinya tidak akan secara sukarela menyerahkan perannya sebagai wasit pamungkas. Meski demikian, ‘depersonalisasi’ secara hati-hati yang ia lakukan dalam sistem politik Rusia tersebut sejauh ini signifikan dan tampaknya akan mempengaruhi perubahan jangka panjang di Rusia. Rusia saat ini tampaknya semakin terkesan oleh pertunjukan kepemimpinan yang kuat di dalam negeri dan kekuatan militer Rusia di luar negeri.
Publik pun tampaknya makin merasakan bahwa perubahan telah terjadi di negeri mereka. Barangkali beberapa warga akan membantah, namun tak mudah untuk membantah bahwa semakin hari rakyat merasakan hubungan mereka dengan pemerintah Rusia saat ini jauh lebih formal dan interpersonal, sekaligus jauh lebih efisien dibanding—katakanlah, lima tahun lalu.
Hari ini, di kantor-kantor layanan pemerintah satu pintu, warga dengan tenang mengantre untuk mendapatkan tanda urutan, bisa menuangkan kopi atau the sembari menunggu giliran pelayanan, menunggu beberapa menit di ruang tunggu yang bersih, dan apparat pemerintah segera memproses permintaan mereka dengan cepat dan efisien.
Ini jauh berbeda dari waktu ketika orang harus menyuap untuk mendapatkan paspor, atau menyelesaikan keperluan administrasi kependudukan dengan lebih cepat dan mudah.
Satu hal sangat penting untuk dipahami orang luar, semua itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk membuat sistem pemerintahan Rusia sedikit berkurang sisi otoriternya. Semua hanya dimaksudkan untuk membuat lembaga-lembaga pemerintah sedikit kurang korup, tak begitu semrawut, dan tak lagi terlalu personal dalam melayani warga. “Mengganti orang dengan algoritma adalah cara yang tepat untuk mencapai tujuan itu,” tulis Maxim Trudolyubov.
Mikhail Mishustin, mantan teknokrat yang memimpin dinas layanan pajak Rusia, serta salah satu pejabat terkemuka yang bertanggung jawab untuk membawa Rusia ke era digital, telah menjadi perdana menteri baru Rusia. Mandat utamanya adalah untuk memperkuat sistem, bukan untuk mengembangkannya.
Memprioritaskan nilai-nilai keluarga dan klan di atas kepentingan individu atau publik telah menjadi ciri kehidupan Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet. Sekarang, ketika Putin bertujuan mencapai pemindahan kekuasaan dan kekayaan secara damai, ia tampaknya mengekang kepentingan klan, bahkan kepentingan beberapa tokoh dari pemerintahan yang selama ini mengerucut kepada pribadinya.
Apa yang tidak berubah adalah nilai yang ia tempatkan pada ikatan di antara jajaran di atas setiap posisi politik individu. Dia selalu mengatakan, pengkhianat lebih buruk daripada musuh terbuka.
Barangkali ada sisi yang dipelajari Putin dari AS, terutama saat Trump kini memerintah. Ada kecepatan yang digunakan Presiden Trump untuk mengubah partai politiknya menjadi sebuah klan. Partai Republik tampaknya belajar, bahwa untuk terpilih kembali mereka harus menerima kenyataan bahwa persatuan di antara seluruh jajaran yang ada, lebih penting daripada setiap posisi politik individu. Mereka sekarang perlu membela Presiden Trump dengan segala cara dan, secara tidak langsung, mengadopsi sikap Putin bahwa pengkhianat lebih buruk daripada musuh.
“Tentu saja, Rusia masih jauh dari capaian sistem politik sepenuhnya berdasarkan aturan lengkap, dengan pemisahan kekuasaan seperti AS,” tulis Trudolyubov. Apa yang kita lihat saat ini adalah semacam konvergensi: otoritarianisme Rusia menjadi kurang personal, sementara sistem pemerintahan demokratis Amerika memperoleh lebih banyak fitur berbasis keluarga dan klan.
Pada akhir 1960-an, fisikawan dan pembangkang Uni Soviet, Andrei Sakharov, sedang mengembangkan teori konvergensi politik, dengan mendekatnya sistem sosialis dan kapitalis secara bertahap. Sejarah belum membuktikan dia benar atau salah. Konvergensi yang kita lihat sekarang adalah dari jenis yang berbeda: bentuk pemerintahan sipil Rusia yang didukung oleh keluarga, bahkan nilai-nilai kesukuan, sedang mengembangkan beberapa fitur berbasis aturan. Sementara sistem Amerika, berdasarkan pada check and balances, meluncur lebih dalam dari bulan ke bulan menjadi bentuk kepemimpinan pribadi. [TheNewYorkTimes]