Kementerian Komdigi Bekukan Izin Tiktok

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengumumkan bahwa mereka membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) TikTok Pte. Ltd. di Indonesia.
JERNIH – Di jagat maya Indonesia, TikTok telah menjelma bukan sekadar aplikasi hiburan. Ia menjadi panggung kreatif, pasar digital, bahkan tempat orang mencari nafkah. Namun pada awal Oktober 2025, jagat ini mendadak bergetar: Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengumumkan bahwa izin operasional TikTok dibekukan.
Sekilas, kabar itu terdengar menakutkan: apakah TikTok akan lenyap dari layar gawai jutaan orang? Nyatanya, tidak sesederhana itu. Pembekuan izin ini bukanlah tombol “off” yang langsung mematikan aplikasi. Ia lebih seperti lampu kuning—peringatan keras dari pemerintah agar TikTok berhenti sejenak, menoleh, dan memperhatikan aturan jalan raya digital di negeri ini.
Komdigi menilai TikTok belum sepenuhnya patuh pada regulasi. Ada permintaan data tentang aktivitas siaran langsung selama periode tertentu, terutama ketika muncul dugaan penyalahgunaan fitur live untuk praktik-praktik yang merugikan, bahkan berkaitan dengan judi online terselubung.
Alih-alih menyerahkan data secara utuh, TikTok hanya memberikan sebagian. Bagi pemerintah, itu bukan jawaban. “Kami meminta data secara lengkap, bukan parsial. Kewajiban PSE adalah memberikan akses ketika negara memerlukannya untuk melindungi masyarakat,” tegas pihak Komdigi dalam konferensi pers.
Sederhana tapi berat: transparansi. TikTok diminta untuk membuka data lalu lintas pengguna, detail aktivitas live streaming, dan catatan monetisasi berupa hadiah digital maupun transaksi. Dengan begitu, Komdigi bisa memastikan bahwa platform ini tidak menjadi celah subur bagi praktik ilegal yang merugikan banyak orang.
Apa yang harus dilakukan TikTok?
Jika ingin terus hidup nyaman di Indonesia, TikTok harus menunjukkan bahwa ia tamu yang tahu diri. Ia perlu membuka pintu data—tentu dengan tetap menjaga privasi pengguna—dan membuktikan keseriusan dalam memberantas konten serta aktivitas yang melanggar hukum. TikTok juga dituntut untuk memperkuat pengawasan internal, memastikan bahwa panggung kreatifnya tidak disusupi oleh mereka yang bermain di ranah abu-abu.
Dalam tanggapannya, TikTok mencoba meredakan suasana. “Kami berkomitmen untuk bekerja sama secara konstruktif dengan Komdigi dan menghormati hukum serta regulasi di setiap negara tempat kami beroperasi. Perlindungan privasi pengguna tetap menjadi prioritas kami,” demikian pernyataan resmi TikTok.
Apakah ini akhir TikTok di Indonesia?
Tidak. Setidaknya, belum. Saat ini TikTok masih bisa diakses, konten masih bisa digulirkan, kreator masih bisa berkarya. Pembekuan ini adalah alarm, bukan vonis mati. Namun, jika TikTok terus mengulur waktu atau menolak memenuhi kewajiban, bukan mustahil pemerintah mengambil langkah lebih keras: mematikan akses sepenuhnya.(*)
BACA JUGA: Larry “Oracle” Ellison dan Bayang-bayang Tiktok di AS





