Moron

Indonesia Graveyard : Komunitas ‘Pemburu Makam’

Bagi sebagian besar orang berkunjung ke kuburan yang dilakukan sesekali waktu umunya dilakukan untuk berziarah . Masyarakat muslim di Indonesia minimalnya berziarah setahun sekali, terutama pada momen Idul Fitri.

Selain memiliki fungsi untuk menguburkan jasad orang yang meninggal, kuburan atau komplek pemakaman sering menjadi objek sejarah. Misalnya, teori masuknya Islam pertama kali ke tanah Nusantara pada abad ke-11 dibuktikan dengan ditemukannya nisan beraksara Arab atas nama Fatimah binti Maimun di Gresik yang konon meninggal pada tahun 475 H/1082 M.

Bukti keberadaan Yahudi di Sumatra dan beberapa tempat di Nusantara juga dibuktikan dengan temuan-temuan di kuburan tertentu. Umpamanya, temuan ukiran aksara Ibrani pada nisan seorang serdadu Belanda bernama Van der Zijl di Peucut, Banda Aceh, yang diperkirakan meninggal pada tahun 1882 dalam sebuah pertempuran pada masa Perang Aceh.

Selain kaya akan informasi sejarah, kuburan juga ternyata punya nilai artistik dan keunikan tersendiri. Setidaknya inilah yang kerap “diburu” para fotografer yang tergabung dalam komunitas Indonesia Graveyard.

Pada 28 Januari 2017, dua orang “gila” mendirikan komunitas ini. Mereka adalah Deni Priya Prasetya dan Ruri Paramita. Dua orang ini memiliki kesamaan hobi fotografi dan gemar mengulik sejarah Indonesia.

Mereka kerap berkeliling ke banyak kuburan dan komplek makam untuk mengabadikan berbagai gambar menarik dalam bingkai kamera. Hasil jepretan mereka berdua dan beberapa anggota lainnya diunggah ke instagram komunitas tersebut @indonesia_graveyard.

Kepada Vice, Deni menuturkan awal mula menjadi ‘Pemburu Makam’. Deni dan Ruri awalnya tergabung dalam komunitas Sejarah Ngopi Jakarta. Kegemaran pada sejarah membawa mereka menyusuri kuburan-kuburan yang dinilai bersejarah.

Suatu ketika, Deni pernah berziarah ke sebuah komplek pemakaman di Majalengka, Jawa Barat. Tempat tersebut merupakan kampung neneknya berasal. Di sana ia menemukan bentuk nisan yang menurutnya unik dan sarat dengan kesan angker. Saat itulah pria ini mulai mencoba memotret kuburan.

Pria yang mampu membaca aksara Cina, Arab, dan Jawa itu mengatakan bahwa pada dasarnya memotret kuburan sama saja dengan memotret foto model atau makanan, sebab harus mempertimbangkan sudut pemotretan atau angel.

“Sebenarnya memotret kuburan ini juga engga beda dengan fotografi model atau makanan, karena pasti juga kami mencari angel yang bagus dan nisan yang paling bagus,” tuturnya.

Sementara, Ruri menambahkan bahwa betuk kuburan ternyata mengandung makna tertentu.

“Kuburan itu juga punya falsafah, seperti kuburan di Kediri, yang panjang-panjang. Itu berarti menandakan jasa orang yang dikubur, bakti orang yang dikubur itu panjang.”

Ditanya mengenai kuburan paling menarik yang pernah mereka ‘jepret’, Deni yang merupakan seorang sarjana sastra Cina mengatakan ada beberapa kuburan yang unik sepanjang petualanganya “memburu makam”.

“Di [pemakaman] Jeruk Purut sih, di situ ada [makam] pencipta logo Pramuka. Nisannya bentuk tunas kelapa gitu. Ada juga yang bentuknya kaya pahatan Dayak. Yang unik itu makam orang Yahudi di Slipi, Petamburan, pakai bahasa Ibrani,” katanya.

Namun, menurutnya, kuburan yang paling berkesan adalah kuburan orang-orang Cina. Karena banyak informasi yang dimuat pada nisan tersebut, seolah merasa mengenal dekat sang empunya makam. [ ]

Back to top button