George Soros Peringatkan Ekonomi Global Bakal Mengerikan
Jakarta – George Soros, seorang kapitalis kontroversial, pelaku bisnis keuangan dan ekonomi, serta aktivis politik berkebangsaan Amerika Serikat memperingatkan situasi ekonomi global bisa mengerikan dan mengungkapkan: “Seserius yang saya alami”.
Soros pernah membuat peringatan mengerikan tentang keadaan pasar global pada 2012 yang memiliki relevansi baru pada saat ini ketika para pemimpin dunia bergulat dengan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yaitu membangun kembali ekonomi pascavirus corona (Covid-19).
Peringatan dari Mr Soros tampak relevan relevan hari ini. Soros sebagai spekukan kelas dunia sudah beberapa kali melakukan manuver gila yang bikin bangkrut banyak negara. Krisis moneter di era orde baru 1997 lalu, tak lepas dari tangan Soros. Pria keturunan Yahudi ini punya peranan penting karena gara-gara perbuatannya memonopoli dollar AS lewat permainan valasnya, membuat beberapa mata uang negara lain khususnya Asia Tenggara tergerus termasuk Indonesia.
Dampak krisis ini benar-benar luar biasa. Banyak perusahaan bangkrut, pengangguran merajalela dan banyak pula protes-protes berujung anarkisme parah. Peristiwa ini dituding didalangi George Soros.
Ia juga melakukan hal yang sama pada Inggris di 1992. Ketika itu, dengan menggunakan teknik analitis spekulannya, Soros memanfaatkan celah-celah pemerintah Inggris yang tengah gamang terhadap pounsterling. Lalu dengan sekali hentak George berhasil meraup keuntungan sekitar US$10 miliar dari sana.
Seperti dikutip dari Express.co.uk, Soros sempat berbicara kepada Newsweek pada 2012, yang memperingatkan keruntuhan ekonomi dan kerusuhan di jalanan sehubungan dengan krisis zona euro saat itu. Setelah membeli US$2 triliun dalam obligasi Eropa, ia berkata: Euro harus bertahan karena alternatif, perpisahan – akan menyebabkan krisis dan Eropa bahkan dunia, tidak akan mampu mengatasinya. “Situasi ini sama serius dan sulitnya seperti yang saya alami dalam karir saya.”
Peringatannya juga sempat ia ungkapkan ketika saham AS anjlok di tengah pembicaraan yang dimaksudkan untuk menyelesaikan krisis utang Yunani yang goyah. Soros menambahkan: “Skenario kasus terbaik adalah lingkungan deflasi. Skenario terburuknya adalah runtuhnya sistem keuangan.”
Soros yang sekarang berusia 89 tahun juga membandingkan krisis saat ini dengan jatuhnya Uni Soviet di awal tahun sembilan puluhan, dan mengklaim keruntuhan euro bisa “menghidupkan kembali konflik politik yang telah menghancurkan Eropa selama berabad-abad”.
Ketakutannya tampak sama relevannya hari ini dengan yang terjadi pada 2012, ketika negara-negara anggota Uni Eropa terlibat dalam pertikaian sengit tentang bagaimana membagi biaya dari pandemi ini.
Italia, misalnya, secara konsisten berargumen untuk lebih banyak bantuan dari mitra Eropa, karena krisis saat ini tidak dapat diprediksi. Sementara Jerman dan Belanda menentang gagasan itu karena mereka takut akan implikasi politis dari pembayar pajak yang membayar tagihan untuk negara lain.
Apa yang terjadi di Eropa ini seakan membuka luka lama akibat krisis keuangan 2008. Mantan menteri keuangan Yunani Yanis Varoufakis percaya dia bisa menjelaskan mengapa – karena luka tidak pernah sembuh sejak awal, mereka hanya disembunyikan dari pandangan.
Dalam sebuah video yang diposting di saluran YouTube-nya DiEM25 awal tahun ini, dia berkata: “Jangan biarkan orang lain memberi tahu Anda bahwa krisis 2008 berakhir dan sekarang Anda punya yang baru. Krisis itu tidak pernah berakhir. Itu hanya bergerak dalam bentuk yang berbeda, bepergian dari satu benua ke benua lain.
“Tapi bagaimanapun juga selalu bersama kita. Dunia tidak pernah kembali ke semacam keseimbangan setelah 2008. Apa yang telah dilakukan coronavirus, telah memperdalam dan mempercepat krisis tanpa henti yang tak pernah berakhir ini yang dimulai pada 2008.”
Varoufakis juga menjelaskan mengapa menurutnya dunia disuguhi ilusi pemulihan setelah 2011. Dia menambahkan mereka mencetak triliunan uang kertas dan melemparkannya pada 0,1 persen perusahaan-perusahaan yang sudah penuh uang. Misalnya, Apple, Google, dan sebagainya.
Mereka meningkatkan ketidaksetaraan secara masif dan menstabilkan pasar keuangan. Tetapi pada saat yang sama, menghabiskan semua investasi serius dalam lapangan pekerjaan berkualitas baik dalam tenaga kerja, kesehatan, pendidikan. “Inilah sebabnya mengapa ada begitu banyak ketidakpuasan bahkan sebelum Covid-19 tiba di tempat kejadian.” [*]