Oikos

Influenza A Merebak Lebih Dini: Waspadai Gelombang Baru Flu Global

Kasus influenza A meningkat tajam di Jepang dan mulai menjadi perhatian global. Virus yang dulu dianggap “flu musiman biasa” kini menunjukkan pola penyebaran yang lebih cepat dan lebih dini.

JERNIH –  Influenza A adalah salah satu jenis virus influenza dari keluarga Orthomyxoviridae yang dapat menginfeksi manusia dan berbagai hewan, termasuk burung dan babi. Virus ini memiliki banyak subtipe, seperti H1N1 dan H3N2, yang dapat mengalami mutasi dari waktu ke waktu. Perubahan genetik inilah yang sering menjadi penyebab munculnya wabah flu musiman bahkan pandemi global.

Karena kemampuannya untuk “melompat” dari satu spesies ke spesies lain dan menghasilkan varian baru, influenza A selalu mendapat perhatian serius dalam pemantauan kesehatan dunia.

Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, virus influenza tipe A dan B memang beredar secara rutin setiap tahun. Namun, cakupan vaksinasi dan pengobatannya belum seluas di negara-negara maju. Akibatnya, sebagian besar masyarakat masih rentan terhadap varian baru yang mungkin muncul.

Datang Lebih Awal, Menyerang Lebih Cepat

Di Jepang, musim flu tahun ini datang lebih cepat dari biasanya dan menunjukkan tingkat keparahan yang lebih tinggi. Otoritas kesehatan Jepang bahkan telah menetapkan status epidemi influenza karena lonjakan kasus yang sangat signifikan di luar musim flu normal.

Per 10 Oktober, tercatat sekitar 6.013 kasus influenza, dengan 287 pasien dirawat di rumah sakit. Sebagian besar di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 14 tahun. Wabah dimulai sejak awal September, padahal puncak musim flu di Jepang biasanya terjadi di akhir tahun. Para ahli menduga bahwa varian H3N2 menjadi penyebab dominan dan memiliki kemampuan penularan yang lebih mudah.

Beberapa faktor dianggap berperan dalam kemunculan wabah ini. Pertama, menurunnya kekebalan tubuh masyarakat akibat pandemi COVID-19. Selama masa pandemi, masyarakat jarang terpapar virus flu karena penerapan protokol kesehatan, sehingga sistem kekebalan alami terhadap influenza berkurang.

Kedua, mobilitas internasional yang tinggi membuat penyebaran virus lintas negara semakin cepat. Perpindahan penduduk dari belahan bumi selatan ke utara dapat membawa strain virus yang sebelumnya dominan di wilayah lain.

Ketiga, perubahan iklim dan cuaca ekstrem turut memengaruhi pola penyebaran influenza, karena virus lebih mudah menular saat kondisi udara lembap dan suhu rendah.

Sebagai negara dengan lalu lintas internasional padat, Jepang berpotensi menjadi sumber penyebaran strain baru ke berbagai negara lain, terutama menjelang musim dingin di belahan bumi utara. Bila strain tersebut cukup berbeda dari varian sebelumnya, kekebalan masyarakat bisa saja tidak memadai, sehingga risiko penyebaran global meningkat.

 Masih Terkendali, Namun Perlu Waspada

Di Indonesia, sistem pemantauan penyakit seperti influenza dan Influenza-like Illness (ILI) telah ditingkatkan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan World Health Organization (WHO) pada Juni 2024 menunjukkan bahwa Indonesia melaporkan sirkulasi dua subtipe utama virus influenza, yaitu A(H3) dan B (Victoria).

Data pemantauan tahun 2025 juga menunjukkan bahwa virus influenza tetap beredar dan terus diawasi melalui surveilans gabungan influenza dan COVID-19.

Sebuah studi di Bandung pada periode 2008–2011 menemukan bahwa angka kejadian influenza A pada anak di bawah lima tahun mencapai 7–10 kasus per 1.000 anak per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia dewasa.

Kelompok yang paling rentan terhadap infeksi influenza A di Indonesia masih sama seperti di negara lain, yaitu anak-anak kecil, lansia, penderita penyakit kronis, serta individu dengan daya tahan tubuh lemah.

Meskipun belum ada laporan resmi mengenai epidemi besar seperti di Jepang, kewaspadaan tetap penting. Mobilitas antarnegara yang tinggi dan rendahnya cakupan vaksinasi influenza membuat risiko penyebaran virus baru tetap ada.

Perbedaan Influenza A, Flu Biasa, dan COVID-19

Influenza A sering kali disamakan dengan “flu biasa”, padahal keduanya tidak sepenuhnya sama. Berikut perbedaan utamanya:

Influenza A disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit ini biasanya muncul pada musim dingin atau awal musim hujan, tetapi bisa terjadi kapan saja. Gejalanya muncul mendadak, meliputi demam tinggi, nyeri otot, kelelahan berat, batuk, sakit tenggorokan, dan kadang mual atau muntah — terutama pada anak-anak. Pada kelompok rentan, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi berat seperti pneumonia bahkan kematian.

Flu biasa (seasonal influenza) bisa disebabkan oleh virus influenza A maupun B. Gejalanya cenderung lebih ringan, seperti demam, batuk, pilek, serta nyeri sendi ringan. Namun, pada penderita dengan kondisi tertentu, flu biasa tetap bisa berkembang menjadi infeksi berat.

COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Berbeda dengan influenza, penyakit ini tidak bersifat musiman dan dapat menyebar sepanjang tahun. Gejalanya beragam, mulai dari demam, batuk, sesak napas, hingga kehilangan penciuman dan perasa. Beberapa varian bahkan dapat menyebabkan gangguan pada organ lain.

Secara umum, influenza A cenderung menyerang lebih cepat dan lebih parah dibandingkan flu biasa. Sementara itu, COVID-19 memiliki masa inkubasi yang lebih panjang dan gejalanya lebih bervariasi.

Langkah pencegahan untuk ketiganya sebenarnya serupa: vaksinasi, menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker, dan menjaga daya tahan tubuh. Namun perlu diingat, vaksin influenza tidak sama dengan vaksin COVID-19 — keduanya memiliki mekanisme perlindungan yang berbeda dan tidak saling menggantikan.

Dengan munculnya strain influenza A yang lebih dini dan mungkin berbeda dari varian sebelumnya, masyarakat yang belum terpapar atau belum divaksin menjadi lebih rentan. Oleh karena itu, vaksinasi dan kewaspadaan terhadap gejala flu yang tidak biasa menjadi langkah penting untuk mencegah penularan yang lebih luas.(*)

BACA JUGA: Gara-Gara Influensa Malaysia Liburkan Sekolah

Back to top button