Politeia

Kapolri Pastikan Pam Swakarsa Polri Beda dengan Pam Swakarsa 98

Dijelaskan Jenderal Sigit, inti dari dihidupkannya Pam Swakarsa adalah agar aparat kepolisian dapat menjangkau masyarakat dengan cepat.

JERNIH-Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pastikan, Pam Swakarsa yang kini tengah dirancang untuk dihidupkan kembali oleh Polri tidak sama dengan Pam Swakarsa di 1998 silam.

“Kegiatan-kegiatan yang kita maksud adalah kegiatan yang sifatnya pemolisian masyarakat,” kata Jenderal Sigit ketika berkunjung di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, pada Jumat (29/1/2021).

Masyarakat diminta berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungannya. Masyarakat akan didampingi polisi untuk mencegah gangguan kamtibmas yang tidak diinginkan.

“Tujuannya agar tidak terjadi peristiwa-peristiwa atau masalah-masalah yang akan mengganggu kamtibmas,” kata Jenderal Sigit, lebih lanjut.

Jenderal Sigit memberi contoh Pam Swakarsa yang saat ini sudah ada dan berjalan baik yakni satuan pengamanan (satpam) di perusahaan dan juga peran pecalang di Bali. Semua itu adalah wujud Pam Swakarsa, yang dimaksud Jenderal Sigit.

“Seperti di Bali ada pecalang atau poskamling yang ada di kota-kota, desa-desa, yang sekarang mulai tidak ada. Itu kita hidupkan kembali,” jelas Jenderal Sigit. “Bukan Pam Swakarsa seperti di 1998 itu, jauh sekali,” kata Jenderal Sigit.

Dijelaskan Jenderal Sigit, inti dari dihidupkannya Pam Swakarsa adalah agar aparat kepolisian dapat menjangkau masyarakat dengan cepat, terlebih jika ada satu peristiwa hukum.

Dalam menjaga kamtibmas, kata Jenderal Sigit, hanya bisa diwujudkan jika terjadi sinergitas antara masyarakat dengan polisi.

“Kami masukkan dalam tagline kami, Presisi, di dalamnya sebenarnya transparansi dan penegakan hukum yang berkeadilan,” jelas Sigit.

Diingatkan Jenderal Sigit, dalam setiap penegakan hukum selalu ada dua sisi yakni sisi korban dan sisi pelaku. Kedepan Jenderal Sigit mendorong penyelesaian masalah dengan mengedepankan resolusi atau restoratif dengan harapan kedua sisi atau kedua belah pihak yang bermasalah dapat sama-sama merasakan keadilan.

Bagi Jenderal Sigit, dalam penegakan hukum yang berkeadilan harus memperhatikan filosofi, nilai budaya dan adat. Jenderal Sigit memberi contoh upacara bakar batu sebagai salah satu cara penyelesaian konflik di Papua.

Jika hal-hal semacam itu lebih menghadirkan keadilan bagi maupun korban, kata Jenderal Sigit, maka sah-sah saja.

Menurut Jenderal Sigit, nantinya polsek dapat menjadi tempat penyelesaian masalah dengan cara restoratif. (tvl)

Back to top button