Selain mengupayakan kerja sama antarperguruan tinggi Indonesia-Ukraina, juga terus dijajaki pembentukan sister city beberapa kota
KYIV— Sukar untuk membantah bahwa Ukraina adalah salah satu pusat peradaban tua di Eropa timur. Ibukotanya, Kiev, menurut penelitian arkeologis mulai dibangun sekitar abad ke-5 Masehi oleh empat bersaudara Kyi, Schek, Horyv dan saudara perempuan mereka Lybid. Monumen yang mengabadikan penemuan dataran Kiev sampai empat bersaudara tersebut tertarik untuk berlabuh dan membangun kota, berdiri megah di tepian Sungai Dnieper. Dari sana, kita bisa melihat keindahan lanskap kota Kiev.
Namun secara aklamatif peradaban Kiev—hingga melebar menjadi nation state bernama Ukraina, dibangun dua pemimpin besar anak beranak Kerajaan Kyivan Rus, Volodymyr Yang Agung (memerintah 980-1015 M) dan Yaroslav Yang Bijak (memerintah 1019-1054). Dari Kerajaan Kyivan Rus itulah, cikal bakal Ukraina bermula.
“Kiev boleh dibilang salah satu jantung peradaban di timur Eropa,” kata Dubes Yuddy Chrisnandi, yang pada hari Minggu itu menyisihkan waktu, bersama istri mengajak kami berkeliling Kota Kiev.
Lain dari sang ayah, Volodymyr, yang dinilainya terlalu menyukai perang dan aneksasi wilayah untuk dikuasai, pada saat berkuasa Yaroslav lebih memilih menata kerajaannya. Dibangunnya benteng kokoh dengan gerbang kota meniru gerbang Kekaisaran Byzantium, Golden Gate atau dalam bahasa Ukraina, Zoloti Vorota. Sebentuk imitasi gerbang itu hingga kini masih terlihat di pusat Kota Kiev, dibangun ulang pada masa kekuasaan Sovyet tahun 1982, dari ‘potongan’ yang tersisa. Bentuk bangunan tersebut sebenarnya kontroversial, dan masih menjadi polemik seiring banyaknya penafsiran tentang wujud sejati Zoloti Vorota di masanya. Selain itu, di masa Yaroslav juga dibangun Katedral Saint Sophia yang megah. Konon, pada masanya pula pendidikan umum mulai diberlakukan di Kyivan Rus.
Di bawah Yaroslav pula, Kyivan Rus mulai menerapkan hukum untuk warganya. Kode hukum itu dinamai ‘Russkaya Pravda (Rus Truth), yang selain mengatur tata pemerintahan, juga aturan bagi warga. Selama masa pemerintahan Yaroslav, Kyivan Rus mencapai puncak kekuatan budaya dan militer.
Barangkali itu sebabnya Yaroslav popular di kalangan warga Ukraina. Pada jajak pendapat yang digelar sebuah acara televisi, ‘Velyki Ukraïntsi’ pada 2008 lalu, nama Yaroslav merajai 40 persen pilihan pemirsa sebagai ‘pahlawan terbesar kita’.
Klaim Dubes Yuddy tentang Ukraina sebagai jantung peradaban Eropa Timur tidaklah berlebihan. Lembaga pendidikan pertama di Ukraina sudah muncul begitu masa kegelapan Eropa berakhir, yakni pada akhir abad 16. Institusi pendidikan tinggi Ukraina pertama adalah Ostrozka School, atau Ostrozkiy Greek-Slavic-Latin Collegium, mirip dengan institusi pendidikan tinggi Eropa barat saat itu. Didirikan pada 1576 di Kota Ostrog, Collegium adalah institusi pendidikan tinggi pertama di wilayah Slavia Timur.
Universitas tertua Ukraina adalah Akademi Kyiv Mohyla, yang berdiri pada 1632 dan pada 1694 secara resmi diakui Kekaisaran Russia. Di Kota Lviv juga ada universitas tua yang berdiri pada 1661. Pada abad 19 lebih banyak lagi universitas didirikan, antara lain di Kharkiv (1805), Kiev (1834), Odessa (1865), dan Chernivtsi (1875), serta sejumlah lembaga pendidikan tinggi profesional, misalnya Nizhyn Historical and Philological Institute pada 1805, Institut Kedokteran Hewan (1873), Institut Teknologi (1885) di Kharkiv, Institut Politeknik di Kiev ( 1898) dan Sekolah Tinggi Pertambangan (1899) di Katerynoslav. Pertumbuhan cepat terjadi pada periode Soviet, yang membuat jumlahnya pada 1988 menjadi 146 dengan lebih dari 850 ribu mahasiswa.
Potensi besar di bidang pendidikan itulah yang kemudian digarap Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kiev. Sejauh ini, menurut Dubes Yuddy, selama dirinya menjabat menjabat berhasil ditandatangani sejumlah perjanjian kerja sama antara beberapa universitas Ukraina dengan perguruan-perguruan tinggi Indonesia. Misalnya, perjanjian kerja sama pendidikan antara Kyiv National University of Taras Shevchenko dengan Universitas Indonesia, Telkom University-Bandung dan Universitas Nasional, Jakarta; antara National Aviation University dengan Universitas Telkom, serta Kyiv Institute of Polytechnic dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Selain itu, kami juga tengah mengupayakan terbangunnya sister city antara kota-kota di Ukraina dengan banyak kota di Indonesia,” kata Yuddy. Sejauh ini, menurut Yuddy, KBRI telah dan terus menjajaki kemungkinan kerja sama sister city antara Kota Poltava, Kota Lviv, Kota Cherkassy, selain tentu Kota Kiev sebagai ibu kota.
“Kami langsung mengunjungi kota-kota tersebut dan bertemu dengan para walikota mereka,” kata Yuddy. “Umumnya mereka antusias. Bagaimanapun Indonesia adalah mitra utama kerja sama perdagangan Ukraina di ASEAN.” [ ]